Pada hari ketiga Ulangan Tengah Semester, Eka baru saja belajar di dalam kelas, dia mengulangi hafalan Bahasa Inggrisnya, yang akan di mulai pada jam pertama dan yang kedua adalah, Seni Dan Budaya, itu adalah salah satu mata pelajaran kesukaan Eka, anak itu memang terlihat benar - benar orang yang gemar membaca buku, dan Mawar belakangan menjadi mendekati Eka, maklum saja usia mereka sudah sebelas tahun, yang artinya sebentar lagi akan beranjak remaja awal, dari sinipun sudah mulai ada tanda - tanda, dimana anak perempuan akan menaruh hatinya kepada anak laki - laki, walau mereka masih SD, dan hanya tahu suka menjadi temannya.
"Eka aku mau jadi sahabat kamu, kamu mau tidak jadi sahabat aku", ? Dengan polos dia bertanya demikian sambil berdiri di ambang pintu kelas.
"Yah, aku mau, dan kamu juga anak yang baik...", pujian Eka membuat Mawar semakin merasa kalau Eka menyukai dirinya.
"Terima kasih, kalau begitu kamu adalah sahabatku sekarang dan selamanya...", dia tertawa senang sambil membalikkan badan dan berjalan sambil meloncat kegirangan di lorong kelas, sedangkan Eka tetap bersikap wibawa.
Tidak lama kemudian, seorang pengawas bernama Pak Wito masuk ke dalam kelasnya, dan duduk di kursi guru untuk membacakan absen satu demi satu. Kemudian dia baru memberikan lembaran soal untuk di kerjakan, Eka mulai menatap serius, soal yang diatas meja, dan mulai mengerjakannya, waktu diberikan satu jam selesai, dalam mata pelajaran Bahasa Inggrjs dia memang sangat menyukainya, karenanya dia mengerjakan dengan sangat semangat, dan setelah selesaj dia menaruhnya diatas meja guru, seperti biasanya dia keluar kelas lebih dulu.
Eka duduk, di kursi dekat kelas, dan Mawar, yang memang juga sudah keluar lebih dulu mendekatinya yang sedang membaca buku.
Gadis itu duduk di sebelahnya, dan matanya ikut melihat kearah buku yang sedang dibacanya.
"Baru saja menghafal lagi Bahasa Inggrisnya...", ? Mawar bertanya seolah ingin mencuri perhatiannya
"Kamu sudah menghafal ulangan Bahasa Inggris...", ? Eka bertanya kembali kepada Mawar.
Gadis itu menundukkan wajah dengan malu, layaknya seorang anak sebelas tahun, pada saat bertemu dengan lawan jenisnya, meskipun mereka anak SD yang masih bersikap polos.
"Aku sudah menghafalnya, terima kasih sudah mengingatkanku", Mawar berkata dengan nada suara yang riang.
Eka hanya tertawa dengan ceria, tapi juga menyipitkan mata kearahnya, memandang dirinya, dan Mawar hanya terkekeh perlahan dengan malu.
"Eka sepertinya kamu tahu saja, kalau aku sebenarnya belum begitu hafal", Mawar berkata dengan malu - malu.
"Aku memang berpikir begitu", pada akhjrnya Eka mengakui dirinya.
"Kalau kamu mau belajar bersama denganku, kamu bisa kerumahku saja....", Eka menawarkan dengan ramah dirinya.
Di tempat lain, di rumah keluarga Eka, Yanti sedang berbicara dengan Galuh, kala berkunjung kerumah mereka.
"Sebenarnya banyak hal yang aku pikirkan...., dalam hidup, bukan hanya tentang, aku yang belum hamil - hamil lagi juga, tapi juga tentang Eka, dia sekarang sudah kelas enam SD, dan ibu tahu itu artinya...", Yanti berkata lembut.
Dan pada saat yang bersamaan Iwan, ayah Yanti juga ikut datang kerumah Yanti dan Nano ikut mengobrol dan mengamati satu demi satu mereka yang sedang duduk di kursi dengan wajah yang serius.
"Sepertinya ada yang di bicarakan penting", ? Iwan bertanya dengan heran.
Lalu menatap kearah Yanti, yang menatap juga kearah ayahnya sudah semakin tua tersebut, dan terlihat dari raut wajahnya.
"Dimana Nano suamimu...", ? Dia bertanya.
"Dia belum pulang", Yanti menjawab pelan.
"Mukamu tegang wae..., wong kita cuma ngobrol biasa saja...", Galuh ikut menimpali.
"Tapi aku melihat ada sedikit yang kalian bahas, apakah tentang dirimu Yanti, yang belum juga ada tanda - tanda kehamilan lagi, atau....", Iwan perkataannya terhenti.
"Iyah benar, tentang Eka...., dia sudah kelas enam SD sekarang, dan sebentar lagi akan masuk SMP, aku sedang berpikir mencari sekolah untuknya kelak yang tidak banyak mengeluarkan biaya banyak....", Yanti langsung memotong pembicaraan.
"Tapi aku juga sedang berpikir tentang kehamilanku lagi yang belum ada tanda - tanda, tapi jika hanya diberikan hanya anak satu saja, tidak masalaj bagiku...", Yanti berkata lembut.
Pada saat yang bersamaan Eka baru saja, tiba dirumah dan mendengarkan pembicaraan mereka, dia terpaku berdiri diambang pintu.
"Jika aku tidak punya adik, aku tidak masalah, walau aku ingin punya adik.....", Eka berkata demikian mengejutkan keluarganya.
"Eka, jangan berkata begitu sayang...", Yanti berkata lembut dan mengikuti dirinya, masuk ke dalam kamarnya.
Anak laki - laki itu nampak tidak biasanya memang, ceria yah memang dia pintar menyembunyikan kesedihan dari teman - temannya, bahkan menutupi apa yang di rasakan sebenarnya juga dibalik kisah hidupnya sendiri.
"Bu, aku tahu pembicaraan kalian juga, mengenai nanti aku bisa sekolah SMP atau tidak karena kondisi keluarga kita...", dia berkata sambil menunduk.
"Eka, kamu baru sebelas tahun tapi kamu sudah dewasa sekali, kamu pasti bisa sekolah kaaa..", Yanti membujuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EKA Proses Penerbitan
RomanceEka adalah seri, dari kumpulan puisi surat untuk sahabat, dan adalah seri dari ceritanya, namanya Eka Dwi Angga, dia terlahir sebagai sosok laki - laki yang berhati malaikat, Yanti dan Nano sangat mensyukuri adanya kelahiran Eka dirumah mereka, mesk...