Part 10 Seorang Adik Untuk Eka.

14 0 0
                                    

Eka tersenyum melihat Yanti, yang sedang mengelus perutnya, dan Nano yang baru saja akan berangkat kerja ikut tersenyum, dan sambil berpamitan untuk pergi kerja, Nano mencium perut Yanti dulu.

    "Akhirnya aku akan punya adik", Eka berguman sambil bernafas lega

Sambil memakai sepatunya, kemudian melambaikan tangan kepada Yanti dengan semangat, tanpa terasa dari gerakan cara berjalannyapun sudah terlihat dia seperti anak remaja, bukan seperti anak kecil lagi, Eka berjalan menelusuri sawah, dengan sepatu hitamnya di pagi yang masih buta, dan pada saat itu ada seseorang sedang mencangkul di sawah menegur dirinya.

       Dia adalah Parno, nampak dengan terlihat lusuh, mengayunkan cangkulnya, dan wajahnya terlihat sudah semakin tua.

         "Mas Eka....",  dia menegur dirinya dengan sebutan mas, dan Eka mengeryitkan keningnya namun dia sudah paham sebenarnya apa maksudnya.

         "Eyang kakung, memanggilku begitu, karena aku akan punya adik...", gaya bicaranya masih seperti yang dulu meskipun dia sudah remaja, yaitu polos, tapi perubahan terhadap suaranya tidak bisa diingkari lagi, jika sudah semakin membesar.

      "Inggih ndok, yo kamu juga kan sudah besar, sudah remaja sekarang, mau berangkat sekolah....". ? Dia berkata tetapi juga bertanya.

       "Inggih berangkat dulu yahhhh....,, salam untuk mbah putri",  dengan ceria dia melambaikan tangannya, sifat cerianya memang belum luput dari dulu hingga kinj, dan pada saat yang bersamaan, teman Parno yang ikut mencangkul juga berbisik kepadanya.
   
       "Lihat cucumu itu, sudah pintar, dia juga cerdas, dan sifatnya benar - benar anak yang baik...", Samin nama orang itu berujar.
 
      "Dia memang begitu dan hobi sekali membaca buku, sejak dulu SD, Yanti diberikan anugrah oleh Tuhan anak yang istimewa....", Parno memuji cucunya sambil bercerita.

        "Dan dengar - dengar katanya, pada saat lulus SD, dia menjadi lulusan terbaik", Samin semakin menimpali dengan nada suara semangat.

      "Betul itu...", Parno mengangguk setuju.

Di tempat yang berbeda, Eka mulai berjalan kearah trotoar jalanan, dan disana banyak sekali kendaraan yang berlalu - lalang, waktu mulai menunjukkan pukul enam pagi, sebenarnya Eka hendak mencari kendaraan yang mau mengantarnya, namun sepertinya ramai dan penuh.

    Dia melihat adanya, seorang sedang duduk di motornya, dan dia adalah seorang tukang ijek, barangkali meskipun dia hanya memiliki ung sedikit dia bisa naik ojek tersebut, laki - laki tersebut sedang duduk bersandar di bawah pohon.

      "Mas, boleh saya minta tolong, anterke sambil sekolah SMP neng kono yo...", Eka berkata sambil menunjuk kearah depan.

      "Saya lagi enteni penumpang dek, maaf yo...", dia berkata dan tidak lama memang seorang penumpang naik ke atas boncengan motor, diapun meninggalkan Eka disana, namun masalah itu tidak menyulutkan semangatnya untuk pergi sekolah.

     Jarak sekolahnya, memang masih agak jauh dari tempat saat ini Eka sedang berdiri, namun   Eka seorang anak yang tidak kenal putus asa.

    Dia tidak pernah menyerang, dengan apa yang tengah sedang di perjuangkannya saat ini, Eka duduk sejenak dibawah pohon, sambil mengamati jalan, dan tiba - tiba dia meliihat truk yang berjalan perlahan, dengan sekejap, Eka langsung mengejar truk tersebut, lalu memegang pinggir baknya lalu meloncat masuk ke dalam.

   Si supir dengan terkejut, dia menoleh ke belakang, dan temannya yang duduk disampingnya menoleh ke belakang sambil berteriak.

      "Ehhhhhh dekkkkk, koe mau apa disituuuuu", !!!! Dia berteriak keras, wajahnya terlihat marah tetapi juga khawatir.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang