Part 35 Lomba Cerpen Dan Puisi

9 0 0
                                    

Malam dirumah Eka, kala itu sedang hujan dia tengah membaca novel sambil menyandarkan kepalanya di bantal dan duduk di tempat tidur, tiba - tiba saja terdengar gemuruh dari langit, Eka menaruh sejenak novelnya diatas serpray kemudian menutup jendela, ingatannya tiba - tiba teringat kepada janjinya kepada Icha, namun diluar sedang hujan, maka Eka menunggunya sampai reda baru dia bisa keluar rumah, Eka nampak hari ini mengenakan kemeja warna kuning serta celana biru, dan berjalan keluar kamar.

     "Mau kemana nak....", ? Yanti bertanya.

     "Aku ingin kerumah Icha, sejenak memang jauh dari sini, tapi aku sudah janji padanya", Eka menjawab sambil mencium tangannya untuk pamit keluar rumah, dan pada saat yang bersamaan dirumahnya nampak Icha sudah siap untuk menunggunya.

    Dia terlihat berjalan mondar - mandir dj depan teras rumahnya, namun ada kegelisahan juga yang lain menerpa hatinya.

Dan tidak lama kemudian, Eka nampak sudah berdiri di depan pagar, Icha berlari kecil untuk membukakan pintunya.

        "Eka, aku sudah menunggu kamu dari tadi...", Icha berkata dengan mata berbinar.

        "Dan..., besok aku mau menghadap Bu Wita, untuk persetujuan menyebarkan lembaran kapan acara itu dimulai...", Icha menambahkan kalimatnya.

       "Yah, kalau begitu nanti kamu bisa kabari aku setelah itu....", Eka menyahut.

       "Oh yah, silahkan duduk...", Icha dengan semangat mempersilahkan Eka duduk di terasnya kemudian berjalan ke dalam rumah sejenak, untuk masuk ke dalam kamarnya.

     Dia mengambil satu buah novel, dari dalam rak bukunya, dan membawanya keluar untuk di perlihatkan kepada Eka, dan diapun dengan mata berbinar menatap sampulnya.

        "Terima kasih...", Eka mengangguk sopan, Ichapun menjadi tersipu malu.

        "Eka, jujur kadang aku merasa bersalah, jika kadang seperti ingin menyinggung hal yang memang berat untuk kamu ucapkan...", Icha menunduk, dan Eka menatap matanya.

         "Tidak apa - apa, hanya saja aku merasa benci mengingatnya tapi ada kalanya aku akan mengatakannya kepadamu", Eka berkata dengan bijak.

          "Tapi sebenarnya apa yang kamu rasakan padaku....", ? Pertanyaan tersebut, membuat Icha wajahnya berubah menjadi gusar.

          "Jujur, kamu ini manusia atau jelmaan malaikat yang turun ke bumi....", Icha menatap matanya dan Eka membalasnya.

         "Aku hanya manusia biasa, yang hanya ingin berbuat kebaikan kepada siapapun...", Eka menanggapinya dengan nada suara wibawa.

Keesokan harinya...

Icha di sekolah, baru saja menghadap ke ruangan Bu Wita, dia sudah mendapat persetujuan, untuk menyebarkan informasi lembaran lomba tersebut, dan jika ada yang berminat boleh mendaftar kepada anggota Osis, dan lomba tersebut diadakan pada minggu depannya, dan itu adalah pertarungan karya antar sekolah.

        Eka yang duduk di sebelah Icha, bersedekap menatap adik - adik kelasnya yang sedang berjuang mengharumkan nama sekolah.

          "Mudah - mudahan sekolah kita pemenangnya....", dia berbisik kepada Icha.

         "Setidaknya, kamu tidak sia - sia juga atas jabatanmu sebagai ketua Mading, yang sudah melatih mereka semua...", Icha menyahut kepadanya.

Pada akhir penampilan mereka, seluruh sekolah bertepuk tangan, dan tibalah pada saat pengumuman itu tiba, entah bagaimana, Icha yang merasa tegang, dia memegang pergelangan tangan Eka, lalu menoleh kearahnya yang nampak wajahnya sedang bahagia hari ini.

        "Tuhan, apakah ini benar - benar cinta, rasanya aku tidak bisa mencintai sembarangan orang jika hanya untuk mempermainkannya...", Icha berpikir dalam hatinya sendiri.

Setelah selesaj acara di sekolah, Eka kembali ke tempat kerjanya, di toko tersebut, sedikit demi sedikit akhirnya dia bisa mengumpulkan uang untuk membeli telepon rumah juga, dan membayar tagihannya nanti.

        "Tumben, kamu pulang cepat...", Rangga rekan kerjanya menegur dirinya.

       "Iyah hari ini, hanya ada acara sekolah saja....", Eka menyahut dengan bijak.

       "Nampaknya kamu sedang jatuh cinta....", Rangga menatap wajah Eka yang sedang berseri - seri, dan entah bagaimana dari sinipun akhirnya Eka berpikir, dari perasaan yang selama ini hanyalah ketulusan biasa saja, namun ada satu hal yang tidak biasa.

     Ada orang yang sebenarnya salah satunya istimewa, namun hal itu tidak di sadari oleh dirinya, Eka hanya berpikir sambil meneruskan pekerjannya.

       "Hal biasa, jika remaja merasakan cinta pertama...", Rangga memberikan pendapatnya.

       "Sudahlah, mas Rangga, aku ingin meneruskan pekerjaan...", Eka berkilah, tapi Rangga melihat jika ada sesuatu yang di rasakan olehnya.

  Pada malam harinya.....

Eka menceritakan perasaannya tersebut kepada Yanti, pada saat mereka sedang menyantap makan malam bersama, dan Diki yang ikut mendengar seakan mencoba untuk memahaminya walau dia tidak tahu apa maksudnya.

  
        "Apakah mungkin aku sedang jatuh cinta, entahlah tapi aku merasakan dari mulai SMP, aku memang bersikap seperti ini kepada semua orang, tapi ada sesuatu yang lain yang tidak pernah sebelumnya aku rasakan....", Eka bercerita panjang lebar.

        "Tapi, terus terang aku memang juga sekarang sudah tujuh belas tahun....", Eka menambahkan kata - katanya.

          "Hanya Tuhan yang tahu jawabannya....", Yanti memberikan pendapatnya.

EKA Proses PenerbitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang