prolog

227K 7.5K 72
                                    

"Pak makan ya sama saya.."

"Tidak"

"Kalo gitu minum dulu nih, saya bawa jus jeruk" pintanya

"Saya tidak suka jeruk"

"pacaran yuk pak"

Abi mendengus, kemudian memutar bola matanya malas. Dengan kaki panjangnya ia melangkah dengan cepat, meninggalkan seseorang di belakang

"Pak Abi! Jalannya pelan-pelan dong. Kaki saya sakit kalo cepet-cepet" rengek Rahma berusaha menyamai langkah cepat Abi.

Abi semakin mempercepat langkahnya menuju kantor dekan. Ia lelah dengan tingkah kekanakan rahma

"Pak! Stop dulu jalannya" pinta Rahma sembari menarik lengan Abi

Berhenti, lalu abi menoleh kepada Rahma "Rahma..." geramnya "Saya itu orang sibuk. jadi tolong berhenti bersikap seperti ini" perintahnya,

Rahma mengangguk "iya, tapi Bapak jadi pacar saya dulu. Saya janji ga bakalan kaya gini lagi"

Abi menghela nafas "mengapa sulit sekali membuat kamu mengerti? saya, tidak mungkin, "berhubungan" dengan mahasiswa saya sendiri. Lagi pula saya tidak mengenal kamu"

"Iya, saya tau. Maka dari itu kita pacaran dulu biar bisa saling kenal. Lagi pula pak, secara teknis Rahma bukan murid bapak... Kan bapak belum pernah mengajar di kelas Rahma... jadi kayanya kita.." Rahma mengangkat jri telunjuknya, lalu menunjuk Abi lalu bergantian ke arah dirinya sendiri,

"boleh pacaran deh..." lanjutnya berbisik

Abi mengatupkan rahangnya, bingung cara menghadapi mahasiswanya yang satu ini. Rasanya ingin kabur saja, menghilang tempat ke antah beranta, guna menghindari gadis ini.

Walaupun, Faktanya benar memang Abi tak pernah mengajar di kelas Rahma, tapi kan rahma tetap mahasiswi disini, kan?

Abi tak mau ambil resiko untuk itu.

Ia juga tak mungkin mengatakan secara gamblang, bahwa ia tidak menyukai Rahma, bukan? Sungguh menykitkan bila mendengar pernyataan seperti itu secara langsung, apalagi rahma itu perempuan.

Abi mengusap wajahnya kasar "berhenti mengikuti saya Rahma, saya mau ke ruang dekan. Kamu mau ikut memangnya?"

Rahma menggeleng "Gak mau, takut nanti di tanya macem-macem saya gak bisa jawab. Saya kan bukan anak pinter" tolak rahma

"Makanya berhenti! Kalu bisa Jangan bergerak sedikitpun!" Pinta abi geram.

Terkejut akan nada bicara Abi, Rahma terdian sesaat, menimbang-nimbang di dalam hatinya.

Pada situasi ini, apakah ia harus membalas ucapan Abi atau tidak?. kemudian pada akhirnya, yang ia lakukan hanya menganggukkan kepalanya ragu. Habis, di tatap dengan sedemikian intens, membuat jantung Rahma berdegup kencang hingga lupa caranya berfikir rasional

" o-oke pak,"

Abi mendesah frustasi, kemudian kembali melangkah meninggalkan Rahma menuju kantor Dekan, setelah sebelumnya mengusap rambut belakangnya lasar.

Kalau di hitung, kira-kira sudah hampir enam bulan Rahma berada di sekitar Abi, mengganggu Abi maksudnya. Dan entah mengapa Rahma begitu terobsesi untuk berpacaran dengan Abi.

Apakah tepat jika di katakan obsesi? Ya, terserah lah.

Abi sendiripun bingung, Kenal saja tidak, bagaimana ia bisa tiba-tiba muncul dan menuntut yang aneh-aneh.

Sebetulnya, bisa saja Abi langsung menolak Rahma dengan alasan, ia sudah beristri layaknya menolak mahasiswa lainnya.

Namun ia sangsi, mungkin karena sifat rahma yang terlalu mau tahu akan hidupnya. entah perasaan dari mana, Abi yakin kalau Rahma akan dengan cepat tahu kebenarannya.

Dan bagian terburuknya sudah pasti beritanya tersebar.

Dosen pembohong.

Abi menggelengkan kepalanya, menghilangkan bayang-bayang yang sempat hadir di benaknya. ia tak mau reputasinya sebagai dosen teladan tercoreng hanya karna satu alasan konyol.

Abi mengetuk pintu ruang Dekan, lalu medorongnya pelan. Suara deritan pintu, membuat sebagian orang yang berada di dalam menatap ke arahnya,

"Maaf...." Ucap abi tanpa suara.

Di dalam ruang Dekan cukup ramai, ada beberapa dosen lain yang ikut dalam pertemuan mendadak ini.

Kali ini Dekan membahas mengenai perpindahan jam mengajar.

permintaan maaf beberapa kali keluar, karna ia tanpa persetujuan dan konvirmasi dari pihak dosen, telah mengubah jadwal mengajar dengan sepihak. Dan setelah namanya usai di sebut, Abi mendesah lega.

Untung saja jam mengajar baru Abi, tidak mengganggu scedule mengajar di kampus lain, jadi ia tak perlu repot-repot berdebat akan hal itu. Berbeda dengan rekan-rekan kerja lainnya, yang harus adu mulut sedikit dengan sang Dekan.

Abi melirik jam di pergelangan tangannya, hampir dua jam ia berada di ruang dekan ini. Ternyata, rapat seperti ini saja cukup memakan waktu yang lama juga, bahkan hingga larut seperti ini.

Abi bergerak tak nyaman di atas kursinya. Ia sudah mulai tak nyaman, apalagi di tambah dengan pendingin ruangan yang membuat bulu halusnya sedikit meremang. Untung saja tak berselang lama dari itu, ucapan kata penutup dari Dekan segera terlontar. Dan dengan terburu-buru abi langsung melenggang keluar ruangan. Bukannya tidak sopan, tapi ia benar-benar harus pergi ke kamar kecil.

Abimanyu,

sang dosen yang kebanyakan orang mengatakan Little Einstein. Seperti yang bisa disipulkan dari namanya. Si jenius yang hari-harinya hanya diisi hanya dengan beberapa hal. Yaitu Makan, mandi, bekerja, Mengajar, lalu kembali kerumah untuk kembali belajar.

Begitu pula esoknya.

monoton dan terjadwal.

Ditambah dengan sikap angkuhnya. Abi benar- benar pantas di sebut pria pintar.

sangat membosankan.

TrócaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang