Rahma telat bangun.
Semua karna sekolah kepribadian yang tengah ia ikuti. kemarin ia tak dibiarkan pulang, sebelum ia berhasil berjalan dengan benar- mengenakan sepatu tingginya, tentunya.
Bahkan hingga larut malam tiba, Rahma masih tetap berada di sana.
Dengan terburu-buru, Rahma berlari menyusuri koridor kampusnya, ia tidak boleh telat lagi di pelajaran filsafat. Bisa-bisa nilainya tidak keluar semester ini.
Membayangkan kembali megulang pelajaran ini di semester depan membuat Rahma seketika bergidik
Rahma benci filsafat
Tak boleh ada kata filsafat di semester-semester yang akan datang
peraturan pertama dalam pelajaran filsafat mahasiswa hanya boleh telat maksimal tiga kali
Dan sekarang atau lebih tepatnya 2 menit lagi, kalau Rahma belum menginjakan kakinya di ruang kelas. Ia wajib mendeklarasikan jika ia akan kembali mengulang filsafat di tahun depan
Kakinya semakin cepat melangkah. Wajahnua yang sudah tak karuan, tidak membuat ia memelankan langkah
Sedikit lagi ia sampai, pintu kelas sudah terlihat di ujung sana
Rahma melihat jam di pergelangan tangannya. Satu menit lagi rahma, kamu pasti bisa
Pak Ahmad, dosen filsafatnya sudah terlihat sekitar 30 meter dari pintu kelas. harus sampai lebih dulu agar tidak di katakan telat oleh Pak ahmad, Rahma kembali berlari. kemudian setelah sampai tepat di depan pintu kelas, segera saja ia menoleh kembali kebelakang.
Pak ahmad berjalan dengan santai menuju ke arahnya, Rahma tersenyum kemudian segera memasuki kelas dan meduduki sisa bangku yang kosong.
Moodnya benar-benar baik hari ini, pertemuan terakhir di filsafat dan juga ia tak telat, sungguh tiada hari menyenangkan selain hari ini,senyuman manis terus ia perlihatkan.
Pucuk kepala Pak ahmad terlihat pada kaca di tengah-tengah pintu kelas, tangannya sudah menyentuh gagang pintu dan hendak membukanya, namun urung. Ia kembali berjalan melewati kelas Rahma, entah menuju ke arah mana.
Sekarang kerutan di dahi Rahhma jelas terlihat, spontan ia kembali mengecek jadwal dan melihat jam di pergelangannya
Benar, tidak ada yang salah. Tapi mengpa Pak ahmad tidak memasuki kelasnya?
"Hafis, kita ga salah masuk kelas kan? Si Ahmad ko ga jadi masuk" tanya Rahma
"Bener ko, kelasnya emang di sini. Cuman dosennya aja yang ganti. Emang belom denger" jawab sekaligus tanya Hafis pada Rahma
Rahma menggeleng "ganti dosen? Lo tau dari mana?"
"Tadi dapet selebaran dari senat. Lo kemana aja sih? Makanya jangan telat mulu, berita penting kaya gini jadi ga tau kan lo" dengus Hafis
"Selaw dong ngomongnya, ngajak gelut lo?"
Hafis temannya yang memang agak sedikit feminin ini, hanya mendumal-dumal tidak jelas di sebelahnya. Juga dengan Rahma yang dengan sengaja memutar kedua bola matanya jengkel.
Tak berselang lama, pintu kelas kembali terbuka. memunculkan sesosok yang membuat sesuatu di dalam dada Rahma berdesir kencang. Sosok itu berjalan dengan Santai menuju podium tepat di hadapan mahasiswa yang sudah duduk rapih di bangkunya masing-masing.
Rahma mengkedip-kedipkan matanya, juga menggelengkan kepalanya beberapa Kali hingga kesadarannya benar-benar kembali. Rasanya ia sedan bermimpi saat ini, namun berkali-kalipun ia berkedip sosok yang ia lihat itu tak kunjung pergi Dari pengelihatannya.
Saat hendak mengucap salam pembuka, Abi tersentak akan suara melengking Dari salah satu mahasiswinya.
"Pak abi!" Jerit Rahma, tak percaya dengan apa yang di lihatnya saat ini.
Semua mahasiswa yang berada satu ruangan dengannya kemudian menatapnya risih akibat jeritannya tadi.
Ada yang mendendengus, menatap tak suka dan juga tak lupa dengan cibiran dari kaum sesamanya.Begitupun dengan Abi yang tengah berdiri di depan podium. Tak jauh beda dengan yang lainya, ia juga menatap Rahma dengan pandangan yang tak dapat di artikan. Entah itu pertanda baik atau justru pertanda buruk.
"Maaf saya telat..." Abi melirik jam di pergelangan tangannya " 70 detik...." Lanjutnya kemudian.
Rahma masih pada keterpukauannya melihat Abi, bahkan hingga Abi mulai menjelaskan alasan ia dipindah kemari. Jantung Rahma masih terus berdebar kencang seakan ia baru saja diberikan bongkahan berlian langka yang harganya mencapai langit-langit.
Dengan perlahan, Rahma menghembuskan nafas lega sembari tersenyum tersipu ke arah Abi, disematkan pula tangannya yang lentik untuk menopang dagu lancipnya.
Sungguh kebetulan yang menyenangkan bukan?
Rahma yang menyukai Abi, juga Abi yang sekarang mempunyai status dalam hidup Rahma.
Yaitu sebagai dosen...
Ya tentu saja rahma senang, setelah sekian lama menunggu, akhirnya ia mendapatkan status resmi sebagai muridnya. Eh!
Tunggu dulu...
Barusan aku bilang apa? Dosen?
HELL NO!!!
****
Hollaa guys, ketemu lagi sama Abi dan Rahma. Gimana suka? Boleh dong minta kritik dan sarannya..
Jangan lupa vote dan share ke temen-temen kalian yaaa...
Love ya all😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Trócaire
ChickLit(COMPLETED) "Pak, kita kayanya pacaran aja deh" . . . . "Tidak mungkin. Kamu itu mahasiswi saya"