23. Kemarahan.

53.5K 3.2K 25
                                    

Oke sebelum lanjut baca.

Aku mau bilang makasih banyak untuk yang udah baca Mercy sampai sejauh ini. Terlebih untuk yang udah vote 😘

Sumpah aku seneng bgt hehehe

Pokonya tetep baca terus sampe tamat yaaaa

Love Y'all ❤️❤️

Oh iya, dibawah nanti udah masuk konflik yaa

***

Hening.

Hanya suara deru nafas dan mesin yang terdenar di telinga Rahma,

Jantungnya berdegup kencang,mungkin akan meledak sebentar lagi.

Tak berani untuk menatap Abi secara langsung Rahma hanya mampu untuj menundukan kepalanya.

namun dari sudut matanya ia dapat melihat dengan jelas wajah tegas Abi.

Kegugupannya begitu kentara, apalagi dengan keadaannya yang tengah di tatap intens oleh Abi di dalam mobil.

Ia tak mengerti mengapa Abi terlihat begitu marah kepadanya. sebelumnya Rahma sudah beberapa kali melihat Abi marah. Tapi kali ini rasanya berbeda, Rahma benar-benar merasa takut

Sengaja Abi tak menjalankan mobilnya, sengaja juga ia mengajak Rahma untuk segera masuk ke dalam mobilnya usai ia mencium kedua pipi Mom tadi.

Padahal sekarang ini mereka masih berada di dalam rumah Mom, tepatnya di garasi mobil

Maksudnya apa?

Mungkin Maksudnya supaya Mom berfikir Abi telah mengantar Rahma pulang, padahal kenyataannya berbanding terbalik.

Belum selsai Rahma mencerna situasi tadi, sekarang ia sudah harus kembali mencerna apa maksud yang sebenarnya ingin Abi lakukan

jari-jarinya, Rahma tautkan menjadi satu, lalu meremasnya perlahan, ia begitu gugup saat ini, entah untuk alasan apa

Sungguh Ia tak tahan dengan situasi ini!

Rasanya seperti di introgasi oleh polisi di dalam ruangan kosong berbentuk persegi, seperti pada film-film action yang Rahma sering tonton.

Dengusan nafas Abj jelas terdengar di telinga Rahma

"Maksud kamu apa datang ke rumah orang tua saya, bersama dengan Adik saya?" Tanyanya dengan menekan seluruh perkataannya, seakan sedang mempertegas suatu hal.

Rahma semakin menundukan kepalanya

" Saya gak tau Fajar adik Bapak" jawab Rahma, ikut memperjelas.

Jelas ia ingat, percakapan tempo hari lalu yang dengan jelas Abi katakan kalau Fajar adalah orang asing.

Jadi bagaimana caranya Rahma bisa tau, jika di awal pertemuan lalu saja Abi tak mau mengakui adiknya.

Benar-benar sikap yang tak patut di contoh.

Abi menggeram tertahan "kali ini Rahma, saya benar-benar marah!"

Rahma meringis, tak menyangka jika Abi akan besikap seperti itu. Padahal dimana letak kesalahan Rahma? Toh, ia hanya berkunjung. Berkunjung dengan maksud lain sih sebenarnya.

"Maaf pak.." jeda Rahma sesaat  "saya ga ada niatan- "

Abi memukul setir mobilnya seketika.

Rahma yang duduk tepat di kursi sebelahnya terlonjak kaget. Kemudian menatap Abi dengan mata membulat sempurna.

Jari-jarinya semakin erat ia tautkan, jantungnya benar-benar terasa seingin meledak

"Saya tanya sekali lagi Rahma, maksud kamu apa datang ke rumah orang tua saya?" Tanyanya kembali

Rahma menghembuskan nafas, niat awal yang ingin menyembunyikan fakta akan kedatangannya ke rumah Mom pupus sudah. Ia tak bisa berbohong terus, apalagi setelah melihat Abi yanh begitu marah

"Saya mau kenalan sama keluarga Pak abi. Itu aja kok..."

Abi mendelik tajam ke arah Rahma "untuk apa?"

"Supaya bisa mm.. lebih mengenal keluarga Pak abi" tekannya ragu

Abi menaikan sebelah alisnya tak mengerti maksud yang sedang berusaha Rahma sampaikan.

"Iya, untuk apa Rahma? Jangan berputar-putar" kesal Abi tak sabaran

Rahma kembali menunduk, takut jika ia kembali mendapat amukan Abi

"Supaya bisa ngambil hati keluarga bapak, soalnya dapetin hati bapak itu  susah banget" jelas Rahma begitu pelan sembari memilin jari-jarinya

Habis sudah kesabaran Abi. Mulutnya setengah menganga tak percaya, ia tak menyangka jika Rahma akan melangkah sejauh ini,

Apakah kurang jelas? Dengan semua perlakuannya, juga dengan semua penolakan halusnya.

Masih kurang jelas?

Sudah sangat jelas jika Abi tak mau mencintai anak bau kencur seperti Rahma, bahkan umur mereka terpaut begitu jauh.

Abi memijat pangkal hidungnya, sikutnya ia tumpu pada setir mobil, Kepalanya begitu pening saat ini.

Harus menggunakan cara apa lagi untuk membuat Rahma mengerti?

Ia tak bisa menolak Rahma dengan cara Halus lagi. Ini sudah benar-benar di ambang batas

"Keluar dari mobil saya Rahma" Pinta Abi dengan nada suara yang masih terkontrol

Tidak menjawab, Rahma lebih memilih untuk memakai sabuk pengamannya, benar-benar keras kepala.

"Saya bilang KELUAR RAHMA!" Bentak Abi

TrócaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang