"Gila, gila, gila!" Ucap Rahma, berulang kali.
"Apaan sih ma, berisik deh. Gw lagi listening al-jazerah tv nih, tugas inggris gw ribet" teriak Revika frustasi
Temannya Revi yang memang minim pengetahuan bahasa inggris, di berikan tugas merangkum salah satu berita pada acara berita di chanel Al-jazerah tv. Dan itu sungguh menyusakan
"Pak Abi Rev, Pak Abi!!" Jerit Rahma untuk yang kesekian kalinya. Entah untuk alasan apa, Revipun tidak mengerti.
Sekali lagi, suara menyebalkan temannya itu terus menggema di dalam rongga telinganya. Dengan kekesalan yang sudah memuncak, Revi menekan symbol off pada layar tabletnya dengan cukup kencang "Pak abi, Pak abi, Pak abi terus yang di ucapin. Kenapa sih sama si Abi?"
"Lo harus tau, dia kemaren..." Ucap Rahma tak tuntas, kemudian menarik nafasnya kasar
"Kemaren apasi? Cepet kek!"
"Kemaren, kemaren dia resmi jadi dosen gw Rev!! Dosen gw!!"
Revika memijat keningnya kesal, hanya itu? Oh tuhan, temannya ini memang benar-benar...
"Trus masalahnya dimana?. lo bisa tiap minggu ketemu sama dia, gausah cape-cape ngider kampus cuman buat nyari dia." jawab Revi memutar kedua bola matanya.
"Engga. gw gak bisa jadi murid pak abi, gw gak mau" tolak Rahma
"Emang kenapa, harusnya bagus dong?"
"Masalahnya Pak abi ga mau pacaran sama muridnya Rev!!!"
Rahma berjala mengitari seluruh kamar Revi yang di dominasi warna hijau itu, dengan kening yang mengkerut, memikirkan cara agar ia terbebas dari masalah ini. Menjadi murid Abi maksudnya.
Lagi, Revi memutar kedua bola matanya "Mata pelajaran apa emangnya?" Tanyanya acuh tak acuh
"Filsafat!" Jawab Rahma kelewat cepat
Dahinya berkerut "bukannya kemaren pertemuan terakhir? Kemaren lo bilang gitu kan?" Tanya Revi
Rahma tersentak kaget. Ia lupa.
Revi menggeleng dan kembali melanjutkan tugasnya, berharap Rahma akan tersadar Dari kegilaannya itu.
***
Banyak mobil memenuhi parkiran, begitu pula dengan banyaknya murid yang memenuhi koridor-koridor kampus
Cuaca hari ini cenderung panas. Apalagi teriknya matahari, membuat Rahma cepat-cepat berlari menuju gedung kampus.
"Ma, tadi di cariin Pak abi" ujar seseorang saat Rahma baru saja menginjakan kakinya pada keramik di dalam gedung kampus.
Rahma tersentak. Bahkan hampir tersedak air liurnya sendiri. Tarikan nafas yang di ambil Rahma cukup keras hinga membuat beberapa orang di sekitarnya lagi-lagi memandangnya aneh
"Dimana!!!" Jeritnya
"Di ruangannya. Please!, gw belom budeg" dengus temannya, yang entah, Rahmapun lupa siapa namanya.
Rahma terkekeh dan tanpa tetek bengek dan segala macamnya, segera bergegas menuju ruangan Abi.
Ada angin apa abi tiba-tiba memanggil, jangan-jangan mau ngajak makan siang bareng.
***
Setelah mengetuk pintu, Rahma mendengar suara berat Abi yang menyuruhya untuk masuk. Untuk sejenak, Rahma terdiam guna menetralkan detak jangtungnya akibat dari mendengar Suara Abi barusan.
Abi yang di dalam ruangan, mempersiapkan diri untuk kedatangan seseorang yang seharusnya tak ia temui.
Tapi apa boleh buat? Yang namanya bekerja harus profesional kan.
"Selamat siang Pak abi..." salam Rahma,
Abi berdeham dan menyuruhnya untuk duduk tepat di kursi tamunya.
"Rahma, ada yang perlu saya bicarakan mengenai nilai filsafat kamu" tanpa basa-basi
Senyum Rahma sirna setelah mendengar kata filsafat yang terlontar Dari mulut Abi "Ga usah di bahas bisa pak?"
Abi menaikan sebelah alisnya "tidak usah di bahas?" Tanya Abi tidak percaya
Rahma mengagguk, dengan sangat yakin.
"Nilai kamu tidak ada sama sekali, dan kamu minta saya untuk tidak membahasnya?" Tanya Abi lebih tegas
Rahma bergidik dan menjawab ragu "iya pak."
"Jangan gila kamu!!"
Rahma terlonjak kaget.
Benar, seperti dugaan Rahma kemarin. dosennya yang satu ini, sepertinya memang bertambah tingkat kesadisannya.
"Tapi kan kemarin pertemuan terakhir pak, di semester depan ga ada filsafat di jadwal saya"
"Kamu tau kenapa saya di tukar dengan Pak ahmad?" Tanyanya lagi
"Engga tau pak" jawab Rahma
"Karna kamu, nilai kamu! Tidak ada perubahan sama sekali. Gimana bisa tidak mengulang?" sentak Abi.
Sebenarnya Abi tak perduli dengan nilai Rahma, sama sekali bukan urusanya. sama halnya seperti mahasiswa lainnya. Hanya saja kemarin, Dekan menyuruhnya langsung.
Entah karena sebab apa Dekan benar-benar memohon untuk membantu mahasiswanya yang satu ini. Usut-punya usut kakek dari Rahma adalah kerabat dekat orang nomer satu di kampus ini.
"Tapi saya gak suka filsafat Pak" rengek Rahma
"Saya tidak perduli"
Rahma kesal bukan main. Ia sudah bersumpah tak mau menjadi murid Abi.
Sontak, fikiran Rahma melayang pada percakapan tempo hari lalu.
"mengapa sulit sekali membuat kamu mengerti? saya tidak mungkin berpacaran dengan mahasiswa saya sendiri. Lagi pula saya tidak mengenal kamu"
TIDAK MAU!!
"Mulai minggu depan, kamu ambil semester pendek dan, harus hadir di setiap kelas yang saya isi, tidak ada pengecualian!"
Lebih cepat lebih baik bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Trócaire
ChickLit(COMPLETED) "Pak, kita kayanya pacaran aja deh" . . . . "Tidak mungkin. Kamu itu mahasiswi saya"