Bab 6

217 12 0
                                    

"Cinta itu anugrah Tha, kamu tidak bisa meminta untuk siapa kamu menjatuhkan hatimu itu, yang perlu kamu lakukan cukup menerimanya, sudah hanya itu. Kamu tidak boleh protes jika kisahnya tidak sama seperti yang kamu harapkan. Lagi pula Tuhan mengirimkannya untukmu pasti sudah dengan pertimbangan yang matang, dia tidak akan memberimu sesuatu yang salah, kalaupun salah itu berarti Tuhan ingin memberimu sebuah pelajaran hidup"

Untuk sesaat aku hanya terdiam memahami kata demi kata yang dia ucapkan.

"Apa dia mencintaiku Za, sama seperti aku mencintainya?"

"Iya Tha, dia mencintaimu sama seperti kamu mencintainya"

Kamu dengar Ga, Reza bilang kamu mencintaiku sama seperti aku mencintaimu. Seharusnya aku senang mendengarnya bukan, tapi mengapa justru aku sulit menemukan perasaan senang itu di dalam hatiku? apa karena Reza yang mengatakannya dan bukan kamu?

Andai kamu yang mengatakan semua itu Ga, mungkin sekarang aku adalah perempuan paling bahagia di dunia ini.

"Tapi Za, bagaimana mungkin kamu tau kalau dia mencintaiku, kamu bahkan belum pernah bertemu dengannya?"

"Saya tau Tha, saya tau karena saya percaya siapapun seseorang yang kamu cintai itu, dia adalah orang yang baik, dia tidak akan dengan sengaja membuatmu menderita"

"Bahkan sekarangpun aku sedang merasakan apa yang kamu sebut dengan menderita itu Za"

"Aletha, bukan cinta namanya tanpa derita. Dalam sebuah kisah cinta tidak hanya ada bahagia saja, namun juga harus ada derita dan bila keduanya saling melengkapi maka sempurna sudah cinta itu"

"Begitu ya Za?"

"Iya Tha"

Aku menghela nafas sejenak dan mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa yang Reza katakan itu benar.

"Oh iya Za, kamu belum pernah cerita sama aku tentang perempuan yang membuatmu jatuh cinta itu"

Dia justru hanya tersenyum mendengar pertanyaanku. Tentu saja senyumannya itu masih sama seperti pertama kali aku melihatnya, sangat manis.

Kalau boleh aku kasih saran, jika suatu saat nanti kalian bertemu dengannya, aku mohon tolong jaga hati kalian baik-baik karena yang aku takutkan kalian akan jatuh hati saat melihatnya. Bukan apa-apa, aku hanya takut hati kalian akan sakit karena jatuh.

"Apa yang kamu ingin tau tentangnya Tha?"

"Semua, kamu harus cerita sama aku semua tentang dia"

"Baiklah. Dia adalah seorang perempuan dengan senyuman paling indah di muka bumi ini, dia merupakan perwujudan dari seribu bidadari, hatinya melambangkan ketulusan sejati dan matanya itu merupakan cerminan dari sebuah kebenaran. Kamu tau Tha, sejak kali pertama saya menatap matanya, untuk pertama kalinya hati ini merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang belum pernah ada, sesuatu yang bahkan sangat sulit saya gambarkan setelahnya. Lalu kemudian saya menyadari sebuah kejutan tak terduga, bahwa perempuan itu telah mengambil bagian terpenting dalam hidup saya, yaitu hati saya"

Sejak awal dia bercerita, aku terus memandanginya dengan kagum.

Tatapannya memandang lurus menghiraukan apapun yang kini ada di hadapannya, seolah yang dia lihat hanya sebuah kekosongan. Tapi, aku dapat melihat jelas ada ketulusan di matanya saat dia bercerita.

"Pasti perempuan itu sangat menakjubkan ya Za, sampai-sampai dia bisa membuatmu sejatuh cinta ini?"

"Dia itu lebih dari sekedar menakjubkan Aletha" katanya dengan masih menatap lurus ke arah depan.

"Apa kamu sangat mencintainya?"

"Melebihi kata sangat malah, bagi saya dia adalah seorang malaikat kecil yang Tuhan ciptakan dengan begitu sempurna"

Kalau boleh jujur aku sangat iri pada perempuan itu. Dia sungguh beruntung karena ada seseorang yang sangat mencintainya. Tapi lihatlah aku, aku bahkan tidak tau apakah laki-laki yang aku cintai juga mencintaiku atau tidak.

"Tapi sayangnya Tuhan tidak menciptakannya untuk saya" katanya sambil tersenyum.

Tadinya aku kira kisah cintanya begitu sempurna, tapi ternyata semesta lebih senang melihat seseorang menderita.

"Loh kok gitu?"

"Iya Tha, Tuhan mempertemukan saya dengannya hanya untuk sekedar dipertemukan, tidak untuk dipersatukan" katanya sambil tersenyum.

Yang membuatku heran, dia terus bercerita dengan senyuman yang masih terlukis indah di bibirnya. Aku tau senyuman itu palsu, dia hanya sedang menyembunyikan sebuah luka dibalik senyumnya itu. Tapi, ada satu hal yang dia tidak pahami disini, bahwa sepasang sorot mata tidak akan pernah bisa untuk dibohongi.

"Bagaimana kamu tau kalau Tuhan tidak akan mempersatukan kalian?"

"Karena Tuhan telah menciptakan laki-laki lain yang lebih baik untuknya. Dan saya tidak akan pernah bisa sebanding dengan laki-laki itu"

"Kenapa ngga bisa?"

"Karena laki-laki itu terlalu menakjubkan untuk bisa sebanding dengan saya"

"Emang siapa si perempuan itu, semenakjubkan apa dia, sampai semesta memberinya kisah yang teramat sempurna?"

"Kamu akan terkejut mengetahuinya Tha" katanya sambil menoleh kepadaku.

"Gimana aku bisa terkejut, kamu bahkan belum bilang siapa dia"

Reza terlihat menghela nafasnya sesaat, lalu kemudian dia menatapku dengan serius.

"Perempuan yang kamu ingin tau itu, sekarang dia ada dihadapan saya"

Pernyataannya itu terdengar seperti suara petir di tengah siang bolong yang membuat tubuhku membeku dan membuat lidahku terasa kilu.

"Za.."

"Iya Tha, saya mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu waktu itu, sejak saat itu saya selalu memikirkan semua tentangmu. Hingga sekarangpun saya masih selalu memikirkanmu"

"Tapi Za.."

"Saya tau Tha, kamu hanya mencintainya dan kamu tidak akan pernah bisa mencintai saya, tapi.."

"Kalau kamu tau, kenapa kamu masih tetep milih cinta sama aku?! Ngga Za, ngga boleh, kamu ngga boleh cinta sama aku. Yang kamu lakukan sekarang ini cuma bakal bikin kamu sakit, dan bukan cuma kamu ajah yang sakit, aku juga!"

Setelah mengatakan semua itu aku lari meninggalkannya.

Entah mengapa aku menjadi marah setelah mendengar semua yang dia katakan. Apa yang salah dari ucapannya? kenapa aku jadi semarah ini? Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku ini?

"Tha, Aletha"

Aku terus berlari menghiraukan panggilan Reza. Saat aku berlari hujan turun mengguyur seluruh tubuhku.

"Tidak. Jangan lagi, aku mohon semesta jangan biarkan dia terjebak dalam kisah menyedihkanku ini, dia tidak boleh menderita sama seperti aku"

Tak terasa air mataku menetes di pipiku dan menyatu dengan air hujan, aku juga tidak tau apa yang sebenarnya sedang aku tangisi kini.

Namun bagian yang selalu aku suka saat sedang menangis adalah hujan. Setiap kali aku menangis hujan pasti turun. Aku juga tidak tau mengapa begitu, tapi seseorang pernah bilang kepadaku bahwa jika aku menangis maka alampun akan ikut menangis. Percaya atau tidak, tapi itu yang selalu terjadi.

"Aletha"

Aku mendengar samar-samar Reza memanggil namaku, tapi baru aku ingin berlari kembali, kepalaku terasa berdenyut nyeri, lalu kemudian pandanganku menjadi buram.

Rindu & Pilu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang