Bab 24 (#masalalu17)

116 8 3
                                    

Tidak terasa sudah satu tahun kisah ku terlewat begitu saja, padahal rasanya baru kemarin aku menangis karena patah hati. Apa karena aku terlalu terpaku pada rasa sakitku hingga tidak sadar bahwa waktu dengan cepat pergi berlalu meninggalkan masa lalu. Sedangkan aku masih saja diam di suatu tempat yang sama tanpa berniat untuk melangkah maju.

Sekarang aku dan teman-temanku sedang berada di cafe yang selalu menjadi tempat pelarianku satu tahun belakangan ini.

"Dar, aku pinjem novel kamu ya?" Tanyaku pada Andara yang sedang berkutat dengan ponselnya.

"Yaelah Tha, kalo mau pinjem, pinjem ajah kali, kaya sama siapa ajah," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.

"Thanks Dar."

"Sip," ucapnya sambil mengacungkan jempol.

"Eh pulang yuk, udah sore nih," ajak sabil.

"Ya udah ayo."

Teman-temanku sudah keluar terlebih dahulu dari cafe, sedangkan aku menuju ke kasir untuk membayar makanan kami.

"Mas Yogi, Aletha pulang yah," kataku pada Mas Yogi yang sedang membereskan salah satu meja.

"Iya, hati-hati."

Ketika aku masuk kedalam rumah, aku tidak melihat Ibu ataupun Abang. Mungkin mereka sedang pergi, entahlah.

Aku berjalan naik menuju kamarku, langsungku hempaskan badan ke atas kasur karena sangat lelah, sampai aku mulai merasa bosan hanya diam sambil memandang langit-langit atap.

Ah ya novel, lebih baik aku membaca novel untuk menghilangkan kebosananku. Dengan cepat aku duduk dan mengambil novel yang aku pinjam dari Andara.

Setelah beberapa lembar membaca, tiba-tiba ada sesuatu yang terjatuh dari novel tersebut, dan saat aku lihat ternyata sebuah amplop berwarna putih.

Tadinya aku berniat untuk menaruhnya lagi dilipatan novel, namun saat aku melihat dengan jalas tertulis to Gea Aletha, akhirnya karena penasaran aku membuka amplop tersebut, dan ada sebuah surat di dalamnya.

Surat kecil untuk gadis kecilku

Aku mengerutkan kening ketika membaca kalimat pertama dalam surat tersebut.

Hai apa kabar, Ge?

Tidak, ini salah, ini pasti bukan dia, tapi bukankah hanya dia yang memanggilku Gea. Tapi jika memang benar dia, bagaimanan mungkin surat ini ada di Andara, mereka tidak saling kenal bahkan teman-temanku tidak tau tentang Gae.

Aku kembali membaca surat tersebut, mengabaikan degub kencang dari dalam jantungku.

Jika kamu ingin tau kabarku, kabarku selalu baik setelah bertemu denganmu.

"Ga," ucapku lirih, bahkan sangat lihir karena takut-takut ada cicak atau nyamuk yang akan mendengarnya.

Ge, aku merindukanmu. Lucu memang, padahal baru beberapa hari kita tidak bertemu, tapi rasanya rindu ini tidak mau mengalah. Apa kamu juga merindukanku, Ge?

"Iya Ga, aku merindukanmu setiap saat, setiap detik, bahkan setiap hela hafasku, aku merindukanmu," tanpa sadar aku meneteskan air mata, entah lah kali ini aku tidak tau apakah itu air mata bahagia atau air mata kesedihan, tapi hati kecilku juga senang mengetahui bahwa dia merindukanku, bahwa ternyata aku tidak rindu sendiri.

Ge, sekarang lagi sedih ya, pasti aku penyebab sedihnya?
Aku membuatmu kecewa ya, Ge?
Maafkan aku, Ge, maaf karena aku membuatmu sedih, maaf karena aku tidak bisa menjaga senyuman itu tetap berada di bibirmu, maaf karena aku membuat mata indahmu itu harus meneteskan air mata.

"Iya, Ga, kamu penyebab mengapa aku sedih, kamu penyebab kekecewaanku, dan kamu juga penyebab aku menangis!" entah apa yang membuatku menjadi marah, rasanya aku hanya ingin meluapkan semua emosiku.

Dengan kasar aku menghapus air mataku dan kembali membaca suratnya.

Mungkin sekarang semesta sangat marah padaku karena telah membuat malaikat kecilnya menangis. Tak apa aku akan menerima kemarahannya, karena aku memang pantas mendapatkannya.

"Tidak, Ga, aku tidak akan membiarkan semesta memarahimu, aku akan bicara padanya supaya dia tidak marah padamu."

Kau tau, Ge, sebenarnya ada sedikit rahasia yang ingin ku bagi denganmu, ada banyak kisah yang ingin aku ceritakan padamu, dan ada banyak mimpi yang ingin aku wujudkan bersamamu. Seperti menjelajah samudra misalnya atau mungkin kita bisa pergi ke bulan dimana disana hanya ada kita berdua. Pasti senang bisa melakukan semua itu, apa lagi sama kamu.

Tanpa sadar aku tersenyum. Ya, pasti senang bisa melakukan semua itu bersama Gae, andai saja.

Tapi, ternyata semesta belum mengizinkanku mewujudkan mimpiku itu, ya mungkin memang belum waktunya saja, tapi aku yakin suatu hari nanti mimpi itu akan menjadi nyata.

Kamu masih ingat kata-kataku kan, Ge, 'bahwa semesta akan bahagia jika kamu bahagia dan dia juga akan sedih jika kamu sedih' jadi jangan sedih ya, Ge.

Maaf, Ga, tapi aku tidak bisa berjanji padamu tidak akan sedih lagi, karena kebahagiaanku telah pergi bersama kepergianmu.

Hari ini aku akan pergi, Ge, bukan, bukan untuk meninggalkanmu, tapi untuk aku dan kamu, untuk masa depan kita. Cuma sebentar kok, tidak akan lama. Tunggu ya, Ge, Gae pasti pulang, karena cerita ini tidak akan berakhir dengan aku meninggalkanmu.

Jakarta, 28 Juni

Gae-mu

Setelah membaca keseluruhan dari surat tersebut tangisanku langsung pecah, hatiku seperti tertimpa sebuah beton, rasanya aku seperti terjatuh dari luar angkasa dan berakhir dengan diriku hancur di bumi. Tidak masuk akal memang, tapi bukankah rasa sakit bisa menghilangkan akal pikiran?

"Tha," aku merasakan seseorang merangkul pundakku, dan aku tau bahwa itu Abang. Sepertinya dia diam-diam melihatku menangis.

"Bang," aku langsung memeluknya erat.

"Kenapa si Bang takdir jahat banget sama Aletha, kapan takdir membiarkan Aletha bahagia, Aletha capek Bang."

"Lo kan cewek yang kuat Tha."

"Tapi bukankah orang yang kuat juga hanya manusia biasa yang bisa ngerasa capek?"

"Kalo gitu sekarang lo istirahat bukan cuma tubuh lo ajah yang istirahat tapi hati lo juga harus istirahat biar ngga capek."

"Tapi gimana hati bisa istirahat, kalo hati aku disuruh istirahat entar aku mati gimana?"

"Kadang gue suka heran kenapa punya adek yang bego kaya lo."

"Iya deh, aku bego Abang pinter."

Setelah itu kami tertawa bersama, entah apa yang kami tertawakan, tapi yang pasti kami tertawa hanya untuk mengurangi kepenatan hati.

***

Jangan lupa ya vote, comment, share and follow.

Salam babai.

Rindu & Pilu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang