Sekarang aku harus menerima bahwa aku tidak bisa melihat lagi, ternyata ini harga yang harus aku bayar untuk kembali ke dunia ini.
"Tha, makan ya? dari pagi kamu belum makan loh," ujar ibu yang berada di sampingku.
"Bu, Aletha buta, Aletha udah ngga bisa liat lagi sekarang," kataku dengan pandangan yang kosong, atau lebih tepatnya tidak ada yang bisa aku lihat saat ini, hanya warna hitam pekat.
"Aletha dengerin Ibu. Ibu akan selalu jadi mata kamu saat kamu butuhkan," jawabnya sambil menggenggam tanganku.
"Sekarang kamu makan dulu ya," aku hanya mengangguk kemudian memakan makanan dengan ibu yang menyuapiku.
Sambil mengunyah makananku, pikiranku bertanya-tanya 'kemana Gae?'.
Semenjak aku sadar aku tidak mendengar suara Gae disini.
"Bu, Gae dimana?"
"Ibu suruh dia pulang, kasihan dia semalam ngga tidur jagain kamu."
Aku hanya mengangguk dan melanjutkan makan.
Setidaknya hatiku lega mengetahui keadaannya.
"Assalamualaikum."
Terdengar suara berisik, lalu seseorang membuka pintu dan langkah kaki yang terdengar tidak sedikit.
"Aletha," tiba-tiba mereka memeluk ku erat.
Aku tau siapa mereka. Siapa lagi yang akan heboh jika bukan sahabat-sahabatku.
"Oh iya Tha, gue bawa bunga buat lo," kata Galih.
"Buat apa kamu bawa bunga Lih, percuma. Toh aku juga ngga bisa liat bunganya kan?"
Setelah itu keadaan menjadi hening.
"Ah iya Tha, kita temen-temen lo yang kece ini siap nemenin lo biar ngga mati kebosenan disini," kata Alisya. Aku tau dia mencoba untuk mencairkan kembali suasana yang tadi sempat sunyi.
"Hus kalo ngomong tuh dijaga, Lis," tegur Sabil
Meski tidak melihat tapi aku tau siapa pemilik suara-suara itu.
"Lo udah mendingan kan Tha?" kini suara Andara yang bertanya.
"Kaya yang kalian liat."
Jika dibilang baik-baik saja, nyatanya aku tidak baik-baik saja.
Seperti kata mereka, mereka menemani aku dari kebosanan yang semakin lama membunuhku ini.
***
"Eh Tha, kayanya kita udah kelamaan deh disini, entar yang ada kita didemo sama pasien lain gara-gara berisik, tau sendiri suara Alisya kan kaya toa."
"Loh kok jadi gue yang disalahin?" protes Alisya.
"Sssttt udah diem, ayo pulang sebelum kita didemo kaya kata Andara tadi," ujar Sabil.
"Yaudah kita pulang ya Tha, kita bakal sering-sering jenguk lo kok, tenang ajah."
Aku hanya tersenyum mendengar perbincangan mereka.
Setelah mereka pergi, aku merasa masih ada seseorang disini.
"Ga, itu kamu?" tanyaku.
"Iya, ini aku."
Aku tersenyum mendengarnya.
Tapi setelah itu tak ada lagi yang membuka suara, Gae hanya terdiam sambil menggengam tanganku begitu juga denganku, aku hanya diam sambil merasakan genggamannya.
"Kamu ngga papa kan Ga?"
"Harusnya aku yang tanya kaya gitu sama kamu. Kamu ngga papa kan Ge?"
"Aku ngga papa kok," jawabku dengan senyuman, sebisa mungkin aku harus terlihat baik-baik saja di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu & Pilu (End)
Teen FictionIni kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir dengan pilu. Cerita cinta yang kita kira akan berujung sempurna, kini hanya luka dan kecewa yang ter...