Bab 30 (#masalalu23)

118 6 0
                                    

Hari ini sepulang sekolah aku berniat untuk singgah sebentar di cafe tempat Mas Yogi bekerja, aku merindukan es krim buatannya.

Suara lonceng berbunyi ketika aku membuka pintu cafe tersebut, membuat beberapa pengunjung melihat kearahku.

"Siang, Mas," sapaku pada pekerja disana, lebih tepatnya pada Mas Yogi.

Dia menoleh kearahku ketika menyadari ada yang memanggilnya.

"Ini udah sore, Tha, bukan siang lagi," jawabnya sambil bergurau.

"Sama saja, mataharinya juga masih bersinar," kataku tak mau mengalah.

Mas Yogi hanya tersenyum mendengar jawabanku, karena dia memang sudah paham, bahwa takan pernah menang jika berdebat dengan gadis ini.

"Biasa, Tha?" aku mengalihkan pandanganku dari ponsel dan menatap kearahnya.

Aku menggelengkan kepalaku mengerti apa yang Mas Yogi tanyakan.

"Ngga deh, Mas, Aletha mau capucino ajah."

Kenapa? kalian bingung? kan tadi aku cuma bilang merindukan es krim buatannya, bukan berati aku ingin memakannya kan?

Sudahlah, kalian takan pernah mengerti wanita ini, karena aku sendiripun terkadang tidak mengerti apa yang aku inginkan.

"Loh tumben, biasanya kamu pesan es krim vanilla favoritmu itu?"

"Ingin mencoba sesuatu yang baru ajah, Mas. Bosen makan es krim vanilla terus," Mas Yogi hanya mengangguk lalu kembali untuk membuat pesananku.

Lama-kelamaan kita pasti akan berada disebuah titik dimana kita merasa bosan dengan sesuatu yang terus menerus kita rasakan.

Seperti aku, Ga. Mungkin lama-kelamaan aku akan merasa bosan menunggumu tanpa sebuah kepastian dan rasa bosan itu akan membawaku untuk beralih pada rasa yang baru dan dengan orang yang baru pula.

Kalau sudah begitu, siapa yang patut disalahkan? aku? dirimu? waktu? atau perasaanku?

Jawabannya, tidak ada. Karena memang tidak ada yang salah disini. Karena begitulah alam bekerja. Mencintai atau dicintai, menyakiti atau disakiti, melupakan atau dilupakan. Akan selalu ada yang bertolak belakang yang intinya sama-sama menyakitkan.

"Ini pesananya Nona manis," ucapan Mas Yogi barusan membuatku tersentak dari lamunan.

"Makasih, Mas."

"Ah iya, hampir saja lupa," Mas Yogi berlari entah kemana dengan aku yang diam dalam kebingungan. Tidak lama kemudian dia kembali.

"Ada titipan untukmu," kata Mas Yogi sambil memberiku kotak berwarna merah yang entah apa isinya.

"Untukku? dari siapa?"

"Dari Galen," jantungku terasa berhenti berdetak ketika nama itu disebut.

"Kemarin Galen kesini, dia menitipkan ini katanya untuk gadis kecilnya."

Bagaimana mungkin?

"Gae? dia disini?" tanyaku masih dengan sebuah kebingungan.

"Iya, kemarin siang dia kesini, dia pulang cuma buat ngasih hadiah itu untukmu, lalu sore harinya dia langsung balik lagi."

"Kenapa Gae ngga temuin aku?"

"Kamu tau, Tha, bukan aku yang tau jawaban atas pertanyaanmu itu."

Yang selanjutnya aku lakukan hanya diam memandangi kotak merah tersebut. Sedangkan Mas Yogi sudah pergi karena harus melayani pengunjung lain.

Perlahan aku membuka kotak tersebut, dan betapa terkejutnya aku melihat sebuah cincin yang terlihat begitu indah.

Cukup! Aku sudah tidak bisa lagi menahan air mataku untuk tidak keluar.

Rindu & Pilu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang