"Ah ini? ngga kenapa-napa kok."
Bohong. Aku tau dia bohong. Kata yang terucap dari mulutnya berbanding terbaik dengan sorot dari matanya.
"Ngga kenapa-napa?! luka kaya gitu kamu bilang ngga kenapa-napa?!"
"Udahlah Tha, aku ngga papa."
"Apa ini sebabnya kamu ngga masuk sekolah? karena luka ini?"
"Hahaha kamu tuh lucu banget tau ngga sih kalo lagi khawatir kaya gini."
Dia tertawa, bukan karena terhibur, tapi karena dia tidak ingin aku mengetahui lukanya. Ini tidak adil bukan, dia selalu mengobati luka dihatiku, membuatku kembali tersenyum, memastikan bahwa semuanya baik-baik saja, tapi dia tidak pernah mengizinkanku melakukan sebaliknya kepadanya.
"Kamu ngga perlu lakuin apapun, cukup selalu disampingku maka semua akan berjalan sempurna," itu yang selalu dia katakan padaku.
Semesta bagaimana mungkin ada ora seperti dirinya, kau ciptakan dia dari apa?
"Aku serius Lih!" dia terdiam, menyadari bahwa aku bukan orang yang tepat untuknya bohongi.
Tanpa banyak bicara aku menarik tangannya dan memintanya untuk duduk diam diatas tempat tidur, lalu aku mencari obat untuk lukanya itu.
"Kamu ngapain sih Tha?"
"Melakukan tugasku."
"Tugas apa?"
"Memastikan bahwa kekasih jelekku ini baik-baik ajah."
"Oh ceritanya sekarang jadi kekasih siaga nih?" godanya.
Aku hanya diam berjalan kearahnya dengan membawa kotak obat. Dengan hati-hati aku membersihkan dan mengobati luka diwajahnya.
"Aw pelan-pelan Tha."
"Sakit?"
"Ya sakit lah Tha."
"Makanya jadi anak itu jangan bandel!"
"Kamu marah sama aku karena aku ngga ngasih tau tentang luka ini?"
"Ngga, aku ngga marah," jawabku sambil tersenyum kearahnya.
Sungguh aku tidak marah padanya, aku tidak ingin memaksanya mengatakan apa yang tidak ingin dia katakan, biar dia sendiri yang akan mengatakannya suatu saat nanti.
***
Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya, Galih menjemputku untuk pergi ke sekolah bersamanya. Ya, hari ini dia sudah masuk sekolah lagi, katanya sih takut aku diculik cowo lain kalo dia ngga ada.
"Pagi tuan putri."
"Pagi."
"Nih helmnya," dia memberikan helm kepadaku tapi aku tidak langsung menerimanya.
"Pakein," ucapku manja.
"Ya udah sini aku pakein."
"Ekhem, masih pagi juga udah mesra-mesraan, tukang ojek ajah masih pada tidur," itu udah pasti kata abang laknatku, siapa lagi coba yang hobinya nyinyir kalau bukan dia?
"Biasa jomblo kurang belaian emang kaya gitu."
"Iya iya yang punya pacar mah selalu menang, gue jomblo bisa apa?"
"Udah ah ngomong sama Abang mah ngga ada ujungnya, ayo berangkat Lih."
"Dih ya udah sono pergi hus hus," ucapnya sambil mengibaskan tangannya.
"Berangkat dulu Bang," kata Galih.
Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai di sekolah.
"Ayo Tha," Galih menggandeng tanganku lanyaknya seorang anak kecil yang ingin menyeberang jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu & Pilu (End)
Teen FictionIni kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir dengan pilu. Cerita cinta yang kita kira akan berujung sempurna, kini hanya luka dan kecewa yang ter...