Keesokan harinya ketika aku sampai di rumah sakit aku langsung mencari seseorang.
Lama. Aku telah mencarinya kemana-mana namun tak juga ku temukan dia, sampai aku melihat punggung seseorang yang tengan berjalan membelakangiku.
"Reza," teriakku.
Kini dia berbalik dan menghadapku, tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya.
"Astaga, Aletha," ucapnya terkejut karena aku peluk tiba-tiba, untung saja dia bisa menahan keseimbangan kalau tidak maka kami berdua akan jatuh ke lantai.
"Maaf," ucapku sambil mengeratkan pelukanku.
"Maaf? Untuk apa?"
"Karena sikap aku kemarin, ngga seharusnya aku marah sama kamu."
"Ngga papa, lagipula saya juga yang salah, ngga seharusnya saya bilang cinta sama kamu."
Aku melepas pelukanku kemudian menatapnya.
"Ngga, pokoknya aku yang salah, titik!"
"Haha, oke oke, kamu yang salah, kamu puas?" ucapnya sambil tertawa dan aku hanya mengangguk.
Sungguh, apa aku pernah bilang bahwa senyumannya adalah bagian favoritku?
"Jadi sekarang saya boleh mencintai kamu?"
"Why not? mencintai seseorang tidak melanggar hukum, bukan?"
Setelah itu kami tertawa bersama.
***
"Za, aku boleh tanya ngga?"
Sekarang adalah jam istirahat, aku dan Reza memutuskan untuk duduk di bangku taman.
"Apa sih yang ngga boleh buat kamu," ucapnya.
"Ish, apaan sih," kataku sambil memukul lengannya.
"Hahaha, iya maaf, jadi kamu mau tanya apa?"
"Menurut kamu, suatu hubungan itu apa?"
"Hubungan? Kenapa tiba-tiba kamu tanya kaya gitu?"
"Udah jawab ajah."
Itulah Reza, ketika dia ditanya bukannya menjawab, dia justru akan berbalik tanya.
"Entahlah, saya ngga pernah memikirkan hal itu sebelumnya, tapi saya ingin menjalani hubungan dimana saya merasa hari saya yang melelahkan hilang hanya dengan memeluknya, meskipun dia tidak membuat jantung saya berdegub setiap saat."
Aku dibuat terdiam akan ucapannya.
"Kenapa? Apa ada yang salah dari ucapan saya?"
"Nothing, aku hanya baru tau kalau kamu itu puitis."
"Maka dari itu, mulai sekarang kamu harus lebih bisa memahami saya, karena ada banyak kejutan dalam diri saya yang tidak kamu tau."
"Tuh kan, lagi-lagi kamu ngomongnya ngalor-ngidul ngga jelas," ucapku sambil bergurau.
Dan lagi-lagi kami tertawa bersama. Aku menjadi penasaran, kapan terakhir kali aku tertawa seperti ini?
Setelah kepergiannya, rasa-rasanya untuk menarik bibirku saja terasa berat, sebegitu berpengaruhkah dia dalam hidupku?
Ah, membicarakannya aku jadi teringat kembali pada tokoh utama dalam cerita ini.
Apa kabar Gae? Aku jadi bertanya-tanya bagaimana rupanya sekarang ini? Apa dia tidak ada sedikitpun waktu untuk menghubungiku? Sesibuk apa dia sampai melupakan aku? Atau jangan-jangan aku tidak pernah benar-benar ada dalam pikirannya? Sampai kapan aku harus menunggu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu & Pilu (End)
Teen FictionIni kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir dengan pilu. Cerita cinta yang kita kira akan berujung sempurna, kini hanya luka dan kecewa yang ter...