"Abang mau kemana?" tanyaku pada Abang ketika melihat dia turun dari tangga.
"Mau ke rumah Aka."
"Aletha ikut ya Bang, anterin ke rumah Dara, kan rumah Dara sama Bang Aka satu arah."
Kebetulan hari ini aku sudah janji pada Dara akan ke rumahnya untuk mengembalikan buku miliknya.
"Ya udah ayo," ajak Abangku.
"Bentar, Aletha ambil tas dulu," kataku sambil berlari ke kamar mengambil tas.
Setelah mengambil tas dan buku milik Dara, aku cepat-cepat menyusul Abang yang sudah berada di dalam mobil.
"Cus Bang," ucapku ketika sudah duduk di dalam mobil sembari memakai sabuk pengaman.
Jarak antara rumahku dan rumah Dara tidak terlalu jauh. Setelah beberapa menit kami sampai di depan rumah Dara.
"Makasih ya Bang, ya udah sana katanya Abang mau ke rumah Bang Aka."
"Dih udah dianterin juga malah ngusir," gerutu Bang Al.
"Terus lo pulangnya gimana?" tanyanya padaku.
"Nanti Aletha naik ojek online ajah."
"Ya udah, hati-hati yah."
"Iya Abang jelek," setelah itu aku langsung berjalan menuju rumah Dara tanpa memperdulikan Abangku yang tengah menggerutu di belakangku.
Tidak lama setelah aku menekan bel, seorang pembantu rumah tangga membukakan pintu.
"Daranya ada Mba?" tanyaku padanya.
"Ada Non, silahkan masuk."
Aku masuk ke dalam rumah Dara, seperti biasa rumah ini terlihat sepi karena kedua orang tuanya sibuk bekerja.
"Non Daranya ada di kamar, Non."
Aku hanya mengangguk lalu berjalan naik menuju kamar Dara. Satu kali aku mengetuk pintu kamarnya tapi tidak ada jawaban, sampai tiga kali aku mengetuknya pun masih tidak ada jawaban, karena khawatir aku langsung membuka pintu kamar itu, dan yang ku lihat di dalam sana membuatku terkejut. Jantungku terasa berhenti berdetak saat itu juga dan tanpa sadar aku mengepalkan tanganku erat.
Di dalam sana seorang perempuan tengah berciuman dengan seorang laki-laki, yang membuat hatiku sesak, kenapa harus mereka, sahabatku dan seseorang yang aku cintai. Tanpa aku sebut namanya pun kalian pasti sudah tau bukan siapa mereka?
"Tuhan apa lagi ini, kenapa begitu banyak kejutan yang kau berikan padaku, dan kenapa itu selalu menyakitkan?" ucapku dalam hati.
Perlahan butiran air mataku mulai menetes. Sungguh aku tidak pernah membayangkan sebelumnya akan melihat kejadian menyakitkan seperti ini.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata dari mulutku, aku langsung berbalik dan berlari keluar rumah.
"Tha, Aletha," Dara berteriak memanggil-manggil namaku, tapi aku tidak menghiraukannya, aku tetap berlari sekuat tenaga meskipun sebenarnya tubuhku sudah lemas sejak melihat kejadian menyakitkan itu.
Di luar sana Abang tengah berdiri di depan mobilnya, aku kira dia sudah pergi, tapi ternyata belum. Dengan cepat aku menghapus air mataku dan mencoba menenangkan diri, aku tidak ingin Abang tau bahwa aku menangis.
"Tha," dia berjalan ke arahku lalu memegang pundakku.
"Lo nangis?"
"A..Abang kok..be..belum pergi?" tanyaku dengan masih sesenggukan.
"Lo kenapa?"
"Aku ngga papa kok Bang," jawabku sambil menunduk.
"Dek jujur sama Abang."
"Aletha," tiba-tiba seseorang memanggilku dari belakang, saat aku berbalik aku melihat Dara dan Galih sedang berdiri di depan pintu, cepat-cepat aku menarik tangan Abangku untuk masuk ke dalam mobil.
"Ayo Bang kita pergi dari sini."
Terlihat Abang kebingungan melihat tingkah lakuku, tapi dia tetap masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya tanpa banyak bertanya.
Setelah beberapa lama, Abangku menepikan mobilnya itu di pinggir jalan.
"Jadi, kenapa lo nangis?"
Aku hanya diam mendengar pertanyaannya.
"Tha, gue Abang lo, lo boleh cerita sama gue tentang masalah lo."
Aku langsung menghambur ke dalam pelukannya dan menumpahkan air mataku, dia mengusap lembut rambutku. Setelah merasa cukup tenang aku mulai menceritakan kepedihanku padanya.
"Sebenernya Aletha sama Galih udah putus beberapa minggu yang lalu, Aletha ngga tau kenapa Galih putusin Aletha."
"Terus tadi waktu Aletha masuk ke kamar Dara, Aletha liat Dara sama Galih ciuman, Aletha..Aletha," aku sudah tidak sanggup lagi bercerita, mengingat kejadian itu membuat hatiku sesak, rasanya lebih sakit dibanding saat melihat Galih mengacuhkanku.
Melihatku menangis lagi, Abang menarikku kembali ke dalam dekapannya sambil mengumpat.
"Brengsek! gue udah duga dari awal pasti ada yang ngga beres, waktu gue liat ada motor Galih di sana."
Aku melepas dekapannya, menghapus air mataku kemudian menatap ke arah Abang.
"Bang, Abang harus janji sama Aletha kalo Abang ngga bakal ngapa-ngapain Galih," kataku sambil menggenggam tangan Abangku.
"Gue ngga bisa janji Tha, gue ngga bisa diem ajah liat lo di sakitin kaya gini."
"Demi Aletha Bang, Aletha mohon."
Terlihat dia menghembuskan nafas dengan kasar.
"Oke demi lo," aku kembali memeluknya.
***
Keesokan harinya perasaanku sudah mulai membaik, seperti biasa aku berangkat ke sekolah dan bertemu dengan teman-temanku meskipun aku tau akan ada ke canggungan antara aku dan Dara.
"Lo berdua kenapa si dari tadi diem-dieman ajah?" tanya Airin dengan tatapan menginterogasi.
"Ngga kok, ngga kenapa-napa," jawabku bohong.
"Bohong, yang gue liat lo berdua tuh kaya lagi kenapa-napa," ucap Airin tidak percaya.
"Perasaan kamu ajah kali, ya kan Dar?" tanyaku pada Dara yang dari tadi hanya diam.
"I..iya." jawabnya sambil menunduk.
Sungguh aku tidak menyukai situasi seperti ini, tapi kejadian kemarin benar-benar melukai hatiku hingga rasanya sulit untukku memaafkan mereka.
Memaafkan mereka? kenapa mereka harus minta maaf padaku, toh aku dan Galih juga sudah tidak ada hubungan apapun, jadi dia bebas melakukan apa saja yang dia inginkan.
Kemudian mulai timbul pertanyaan dalam hatiku.
"Apa mungkin Galih mengakhiri hubungan ini karena Dara, apa mungkin Galih mencintai Dara? ah seharusnya aku sadar sejak awal, mereka adalah teman sejak kecil dan tidak ada yang namanya pertemanan antara laki-laki dan perempuan, karena pasti diantara mereka akan ada sebuah perasaan yang timbul, bodoh kamu Aletha, selama ini kamu hanya menjadi benalu dalam hubungan mereka!"
"Tha," ya aku melamun dan baru sadar saat seseorang memanggilku.
Aku melihat ke sekitar, ternyata teman-temanku sudah berhamburan keluar menuju kantin. Kini hanya tinggal aku dan Dara yang berada di dalam kelas.
"Aletha gue minta maaf atas kejadian kemarin, gue berani sumpah kalo yang lo liat itu cuma salah paham, gue ngga tau kenapa Galih nyium gue, gue juga kaget waktu itu, plis Tha maafin gue," Dara menggenggam kedua tanganku sembari menangis di hadapanku.
Entahlah aku juga tidak tau mana yang benar, pengelihatanku atau
ucapannya."Udah lah Dar ngga papa, lagian aku sama Galih kan udah ngga ada apa-apa jadi terserah dia mau ngelakuin apa ajah."
Sungguh ucapanku tidak benar-benar sama dengan kata hatiku, aku kecewa sangat, rasanya menyakitkan melihat orang yang aku cintai mencium perempuan lain di hadapanku.
Bayangkan saja jika kalian berada di posisiku, apa kalian akan biasa saja melihat orang yang kalian cintai mencium orang lain, apa kalian tidak terluka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu & Pilu (End)
Teen FictionIni kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir dengan pilu. Cerita cinta yang kita kira akan berujung sempurna, kini hanya luka dan kecewa yang ter...