"Lih," panggilku pada sosok laki-laki yang tengah asik dalam dunianya sendiri.
"Galih!" panggilku lagi, karena sedari tadi laki-laki tersebut tak acuh pada panggilanku.
Namun meskipun sudah dua kali aku panggil, dia masih tidak bergeming.
"Mungkin kamu lagi mau sendiri, kalo gitu aku pergi dulu," kataku dengan kecewa dan siap berjalan meninggalkannya, tapi...
"Ini semua salah gue," itulah kata yang terucap dari mulutnya.
Aku mengurungkan niat untuk pergi dan menghampirinya.
"Ini semua bukan salah kamu, Lih."
Dia kembali diam, sambil menatap kosong ke depan hingga hanya ada kesunyian diantara kami, tidak lama setelahnya ponsel milik Galih berdering.
"Halo," ucapnya menjawab panggilan.
"Hah? ngga mungkin, jangan bercanda deh!"
Aku mengerutkan kening bingung, entah apa yang seseorang di telefon itu katakan hingga membuat Galih terlihat panik.
"Kenapa, Lih?"
"Dara, Tha."
"Andara, kenapa?"
"Dia kecelakaan."
Jantungku terasa berhenti ketika mendengar kabar tersebut.
"Kok bisa, terus sekarang keadaan dia gimana?"
"Gue juga ngga tau, tadi katanya Andara dibawa ke rumah sakit," katanya sambil beranjak dan mengambil jaket miliknya.
"Kamu mau ke mana?"
"Gue mau ke rumah sakit."
"Aku ikut."
***
Sudah tiga hari Andara tidak masuk sekolah setelah kejadian itu, dan sekarang kami dikejutkan dengan kabar bahwa Andara kecelakaan.
Hal tersebut membuat kami sangat panik, terutama, Galih. Dia terlihat sangat syok dan terus menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpa Andara.
"Tha, gimana keadaan Andara?" tanya ibu.
"Dia udah sadar kok, Bu, cuma dia belum bisa jalan karena kakinya patah."
"Emangnya separah itu?"
"Aletha juga ngga tau, Bu."
Beberapa minggu setelahnya, Andara sudah boleh pulang, dan selama itu juga Galih terus menjaganya. Seperti sekarang ini, aku melihat Galih membantu Andara keluar dari mobilnya karena dia belum bisa jalan dan harus dibantu dengan tongkat.
"Dar, mau aku bantu?" tanyaku pada Andara.
Kalian pasti bingung ya? jadi, setelah kecelakaan tersebut, Andara, meminta maaf padaku karena kesalahannya, sudah pasti aku memaafkannya meskipun masih ada rasa kecewa di dalam hatiku.
"Ngga usah, Tha, biar gue ajah," jawab Galih lalu mereka pergi dengan Galih yang menuntun Andara.
Jujur saja, ada rasa yang mengganjal dalam hatiku, entahlah aku pun tak tau apa itu.
***
Sepulang sekolah aku kembali melihat Galih berdiri di depan pintu kelasku.
"Lih, aku boleh nebeng ngga?" tanyaku.
"Duh, sorry, Tha, tapi gue mau nganterin, Andara, buat kontrol."
"Oh gitu ya, ya udah deh ngga papa," jujur saja aku kecewa dengan jawabannya, meskipun dia menolak dengan cara yang halus, tetap saja hati ini terasa sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu & Pilu (End)
Teen FictionIni kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir dengan pilu. Cerita cinta yang kita kira akan berujung sempurna, kini hanya luka dan kecewa yang ter...