Kalian pasti bertanya-tanya bukan, kenapa disaat orang lain mati-matian mengubur masa lalunya aku justru menceritakan kembali masa laluku yang secara tidak langsung itu berarti membuat hatiku kembali membuka luka jahit yang telah lama kering atau mungkin lebih tepatnya tidak pernah mengering, karena masih terasa baru.
Iya Ga, luka ini masih terasa baru, seperti baru kemarin kau menggoreskan pisau di hatiku, padahal pada kenyataannya luka ini sudah bertahan selama 10 tahun, hebat bukan? sebegitu berharganya kau buatku sampai-sampai hadiah perpisahan berupa luka itu masih selalu aku kenang, ah bukan aku kenang tapi masih selalu aku rasakan, setiap detiknya.
Baiklah jika kalian ingin aku menjawab pertanyaan itu. Sebetulnya jawabannya mudah, itu karena aku tidak benar-benar menganggapnya sebagai masa lalu bagian dari sebuah kenangan yang telah berlalu. Aku selalu menganggapnya sebagai masa depan yang tertunda karena aku yakin kisah yang semua orang bilang itu adalah masa lalu akan menjadi sebuah kejutan di masa depan sama seperti yang selama ini aku impikan.
Baiklah mari kita lanjutkan kembali petualangan yang sempat tertunda kemarin..
***
Sepanjang malam yang dapat aku lakukan hanyalah menangis mengenang masa-masa saat aku masih bersama dengan dia, iya dengan Galih. 6 bulan kami menjalin hubungan yang orang-orang sebut itu sebagai pasangan kekasih, tadinya aku pikir hubungan kami itu sempurna sampai akhirnya sekarang aku sadar bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Terluka? itu sudah pasti, siapa yang tidak terluka bila berpisah dengan pasangannya? aku yakin bukan hanya aku saja yang terluka tapi Galih pun juga terluka, meskipun aku tidak yakin dia akan sangat terluka sama seperti aku, mengingat dengan begitu mudahnya dia mengatakan kata putus.
Apa aku membencinya? entahlah aku juga tidak tahu akan hal itu, tapi satu yang aku tahu bawa lawan dari cinta bukanlah kebencian, melainkan kepergian.
"Aletha," seperti biasa teriakan itu terdengar dari segerombolan siswi perempuan yang tengah berlari menghampiriku.
"Ya ampun Aletha mata lo kok bisa sampe bengkak begitu?" tanya Andara terkejut.
"Mana coba gue liat, astaga Aletha!" ucap Alisya sambil menutup mulutnya.
"Jangan bilang lo nangisin cowo brengsek itu semaleman?"
Aku hanya bisa diam mendengar pertanyaan itu, ya kalian benar aku tidak bisa mengelak karena aku memang menangisinya semalaman sampai tidak bisa tidur.
"Lo yang kuat ya Tha."
"Iya kalian tenang ajah aku kan sekuat macan," kataku sambil mengepalkan tangan keatas.
Setelah itu kami tertawa bersama, sampai tiba-tiba Galih berjalan melewati kami.
"Dih tuh orang ngeselin banget yah, minta maaf ke Aletha kek malah main nyelonong ajah," geram Airin.
"Pengin gue kasih pelajaran tuh orang," lanjutnya sambil melangkah ingin mengejar Galih.
"Udah Rin, jangan," cegahku sambil menahan tangannya.
"Tapi Tha."
"Udah lah ngga papa, mendingan kita ke kelas ajah."
"Eh iya Tha itu jaket siapa?" tanya Sabil melihat ke arah jaket di tanganku. Hari ini aku memang berniat untuk mengembalikan jaketnya sepulang sekolah.
"Ngga tau."
"Lah kok ngga tau? itu jaket nemu?"
"Bukan."
"Terus?"
"Kemaren ada orang aneh minjemin jaket ini waktu hujan."
"Orang aneh?"
"Iya, jadi kemaren itu..." kata-kataku terpotong karena tiba-tiba Pak Yoyo masuk ke dalam kelas.
"Pagi anak-anak."
"Pagi Pak."
***
Seperti kataku sebelumnya, sepulang sekolah aku akan mengembalikan jaket milik orang aneh itu.
"Beneran nih Tha ngga mau pulang bareng kita?"
"Iya, soalnya aku masih ada urusan bentar."
"Ooh ya udah kita duluan yah, bye."
"Bye."
Setelah turun dari metromini aku melangkah menuju taman tempat kemarin kami bertemu, lama aku menunggu tapi aku tidak melihat orang aneh itu disana, sampai akhirnya aku menyerah dan pulang.
***
Bahkan hingga satu minggu setelahnya pun aku tidak bertemu lagi dengannya.
"Apa dia menghilang, atau jangan-jangan dia ditelan bumi?" kataku dalam hati.
Seperti sekarang ini aku menunggu dia di halte berharap dia kan lewat dan aku bisa mengembalikan jaket miliknya, okeh sepertinya itu tidak mungkin.
Entahlah aku juga tidak tau kenapa aku begitu ingin bertemu dengannya, ya meskipun aku yakin itu bukan hanya karena ingin mengembalikan jaket miliknya.
"Aletha lo belum pulang?" aku terkejut melihat Glen sudah berdiri di depanku, sebenarnya itu adalah salah satu alasanku terkejut karena ada hal lain yang membuatku lebih terkejut lagi yaitu seorang Glen Adi Pratama bertanya padaku, d.i.a b.e.r.t.a.n.y.a p.a.d.a.k.u, seseorang yang bahkan sangat jarang menjawab pertanyaan orang lain dan sekarang dia bertanya padaku? itu adalah salah satu fenomena alam yang sangat amat langka terjadi. Okeh itu sedikit lebay.
"Eh em iya lagi nungguin angkot," kilahku.
Setelah mendengar jawabku tiba-tiba dia duduk di sampingku.
"Kamu ngapain?"
"Duduk."
"Maksud aku kamu ngapain duduk disini, ngga pulang?" kataku sambil melirik dia dan motornya bergantian.
"Nungguin lo sampe dapet angkot."
"Hah?"
"Gimana?" tanyanya tidak jelas
"Apanya?"
"Hati lo?"
"Hati aku, emang kenapa sama hati aku?"
"Hati lo udah sembuh?"
"Eh em.." aku tau kemana arah pembicaraan ini, pada saat itu aku hanya bisa menggenggam rok sekolahku kencang, antara gugup dan bingung harus menjawabnya bagaimana.
Menyadari aku hanya diam dia kembali mengatakan sesuatu yang membuatku lebih terkejut lagi.
"Lo cantik Tha, gue suka." katanya sambil menatapku tanpa ekspresi namun penuh arti.
"Hah? kamu ngomong apa?" tanyaku memastikan bahwa aku tidak salah dengar perkataannya.
"Kayanya dari tadi ngga ada angkot lewat, gimana kalo gue anterin?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Hah?"
"Nih helmnya, atau mau gue pakein?"
"Eh ngga usah aku bisa peke sendiri kok," setelah memakai helm aku naik ke atas motornya.
"Ini orang kesambet kali ya?" tanyaku dalam hati.
"Ini helmnya, eh iya makasih yah udah nganterin," ucapku saat sudah sampai di depan rumahku.
"Sama-sama, kalo gitu gue balik dulu."
"Okeh hati-hati."
Setelah itu dia menghilang di tikungan jalan.
***
Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini pun aku pergi ke taman dan kali ini aku sangat berharap bisa bertemu dengannya.
Dan benar, saat aku turun dari metromini aku melihat dia, di seberang jalan sana dia tengah menatapku sambil tersenyum dan tanpa aku sadari aku pun ikut tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu & Pilu (End)
Teen FictionIni kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir dengan pilu. Cerita cinta yang kita kira akan berujung sempurna, kini hanya luka dan kecewa yang ter...