"Andara!" panggilku pada Andara yang sedang duduk di bangkunya sambil membaca sebuah novel.
Dia menoleh ke arahku dengan tatapan bertanya-tanya.
"Ini maksudnya apa?!" aku menunjukkan padanya amplop yang kemarin aku baca.
"Oh lo udah tau, bagus deh jadi gue ngga usah repot-repot sembunyiin itu dari lo."
Hatiku terasa sakit ketika mendengar dengan mudahnya dia menjawab pertanyaanku, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, seolah dia memang sengaja menyembunyikannya dariku.
"Jadi selama satu tahun kamu sembunyiin surat ini dari aku?!"
"Iya."
"Kenapa?"
"Karena gue BENCI sama lo!" bagaikan petir yang menyambar di siang hari, kata-katanya sungguh membuatku terkejut.
"Aku salah apa sama kamu, sampai kamu sebenci itu sama aku?"
"Salah lo, karena lo udah ngerebut orang yang gue cinta!"
Aku mengerutkan dahi bingung dengan ucapannya, orang yang dia cinta, siapa? rasa-rasanya aku tidak pernah merebut orang yang dia cintai.
"Maksud kamu siapa?"
"Lo itu bego tau pura-pura bego si? Asal lo tau, dari dulu gue itu cinta sama Galih, tapi Galih justru lebih milih bitch kaya lo yang bisanya cuma selingkuh!" katanya sambil mendorong bahuku cukup keras.
"Eh udah dong, kalian itu kenapa si?" Sabil mencoba untuk melerai perdebatan kami.
Tapi tidak, tadi dia bilang aku selingkuh? sekarang aku ingin bertanya pada kalian, bagian mana yang menunjukan bahwa aku selingkuh, adakah?
"Aku? selingkuh? bukannya kamu ya yang selingkuh sama Galih? aku liat kok dengan kedua mata aku, kalian berdua ciuman, jadi bukan aku yang bitch, tapi kamu!"
Plak
Aku memejamkan mata merasakan nyeri di pipi kiriku.
"ANDARA!" dan saat bersamaan aku mendengar seseorang berteriak.
Dia mendekatiku lalu merangkul pundakku.
"Tha lo ngga papa?" tanya Galih sambil mencoba melihat bekas tamparan di pipiku.
"Lo apa-apaan si Dar, kenapa lo nampar Aletha!" bentak Galih.
"Kenapa? lo ngga terima MANTAN PACAR lo gue tampar? segitu cintanya lo sama dia?" tanya Andara dengan menunjuk ke arahku.
"Kadang gue suka mikir, apa pernah lo khawatirin gue kaya gue yang selalu khawatirin lo, apa pernah lo sayang sama gue sama kaya gue sayang sama lo, apa pernah lo cinta sama gue sama kaya gue cinta sama lo, apa pernah ada gue di hati lo kaya lo yang selalu di hati gue, apa pernah lo ngerasain sakitnya gue yang selalu lo jadiin pelampiasan saat lo lagi sedih dan lo buang gue saat lo lagi bahagia, APA PERNAH LO MIKIRIN GUE SEDIKIT AJAH?! pernah?... jawabnnya ngga. Karena yang lo pikirin itu cuma ALETHA ALETHA dan ALETHA!!" aku hanya bisa diam mendengar semua ucapan Andara, baru kali ini aku melihat dia sebegitu marah dan kecewa.
"Lo salah Dar, selama ini gue selalu mikirin lo sebagai sahabat gue," Galih mencoba untuk mendekati Andara, tapi yang mengejutkan, Andara justru melangkah mundur menghindari Galih.
"Sahabat?" Ucap Andara sambil tertawa meremehkan.
"Gue ngga butuh orang munafik berkedok sahabat!"
"Terus mau lo apa?" kini giliran Galih yang bertanya.
"Mau gue, lo jadi milik gue."
"Lo tau Dar, gue ngga bisa."
"Kenapa? karena lo cinta sama Aletha? kenapa Lih, kenapa bukan gue yang lo cintai, padahal gue lebih dulu kenal sama lo dibanding Aletha."
"Cinta ngga mandang siapa yang kenal lebih dulu Dar."
"Jadi gitu? sekarang gue sadar, ternyata gue udah sia-siain hidup dan waktu gue buat nungguin lo yang ngga pernah nganggep gue ada."
"Bukan gitu Dar, tapi.."
"Makasih buat semua kenangan yang lo kasih ke gue, sekarang gue nyerah, gue ngga akan pernah ngerepin lo yang ngga pernah ngarepin gue," kata Andara sambil tersenyum sebelum dia benar-benar pergi.
"Dar, Andara!" aku dan teman temanku berusaha memanggil dan mengejarnya, namun sia-sia. Andara sudah pergi entah kemana.
Sungguh aku tidak pernah menyangka persahabatan kami akan berakhir seperti ini.
***
"Tha, lo ngga papa?" tanya Galih yang sedang duduk di sampingku sambil mengompres pipiku yang memar.
Sekarang ini kami sedang di rooftop sekolah sambil menikmati semilir angin.
"Aku ngga papa kok," jawabku sambil menatap kosong gedung-gedung di hadapanku.
Kejadian beberapa waktu lalu sungguh membuat kami terpukul. Sampai sekarang kami tidak menemukan Andara dimanapun.
"Maafin gue, Tha, ini semua salah gue. Coba ajah gue ngga pernah ada masalah sama Raka dan ikutan tinju, mungkin semuanya ngga akan kaya gini dan mungkin gue masih jadi bagian dari kisah lo," aku menoleh padanya setelah mendengar ucapannya itu.
"Itu yang mau aku tanya ke kamu, sekarang jelasin apa yang sebenarnya terjadi."
"Oke gue bakal jelasin," Galih diam sesaat untuk mengambil nafas, lalu kembali berbicara.
"Lo masih inget cowok yang dulu pernah ngobrol sama gue waktu di gerbang sekolah?"
Aku mencoba mengingat-ingat, lalu aku teringat laki-laki yang sedang berbicara dengan Galih di depan gerbang sekolah dan dia terus menarapku. (Yang lupa, baca bab 12)
Aku mengangguk setelah teringat dengan orang tersebut.
"Dia namanya Raka, dia itu lawan berat tinju gue. Waktu itu kita taruhan tinju, yang kalah bakalan nurutin kemauan yang menang. Tadinya gue mikir, kalo gue menang gue bakal minta damai sama dia, tapi sialnya gue kalah," Galih terdiam sejenak lalu membuang nafasnya dengan kasar.
"Dan tanpa gue sangka, dia minta gue putusin lo, kalo ngga dia bakal buat lo celaka. Disitu gue bingung, di satu sisi gue sayang sama lo, tapi di sisi lain gue juga ngga bisa egois dengan mempertaruhkan keselamatan lo. Jadi gue buat keputusan buat putusin lo. Asal lo tau, Tha, itu keputusan yang berat buat gue, setiap kali gue liat lo nangis karena kebodohan gue, gue rasanya pengen bunuh diri gue sendiri. Mungkin kedengarannya kaya bualan semata, tapi bagi gue buat lo nangis sama ajah nyakitin diri gue sendiri, karena gue udah terlanjur ngasih seluruh hati gue buat lo."
Tanpa sadar aku menangis mendengar semua penjelasannya. Rasanya aku seperti wanita bodoh yang selama ini menyalahkan laki-laki yang sudah berkorban untukku.
"Hey, jangan nangis. Gue buat lo sedih ya?" tanyanya sambil mengusap air mataku.
Aku hanya mampu menggelengkan kepala, karena bahkan rasanya bibir ini pun malu untuk mengatakan sesuatu.
Tuhan, kini aku kembali bertanya padamu pertanyaan yang sama 'kau ciptakan dia dari apa?'
Aku langsung memeluknya erat "maafin aku Lih."
"Ssttt, ini bukan salah lo Tha," dia membalas pelukanku.
"Gue ngga pernah nyesel akan keputusan gue itu, malah sekarang gue lega karena lo udah nemuin cowok yang pantas buat lo, dan sekarang tugas gue buat jagain lo udah selesai karena udah ada pangeran lain yang bisa jagain lo lebih baik daripada gue. Tapi lo harus inget satu hal, Tha, lo akan selalu jadi Tuan Putri bagi gue."
***
Hay hay semua, apa kabar?
Baik dong pastinya? iya lah harus baikJangan lupa ya vote, comment, share and follow.
Salam babai
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu & Pilu (End)
Teen FictionIni kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir dengan pilu. Cerita cinta yang kita kira akan berujung sempurna, kini hanya luka dan kecewa yang ter...