"Terimakasih, saya akan segera membawa ini pada pengadilan." Jongdae tersenyum dan mengambil alih berkas yang telah ditanda tangani oleh Chanyeol kemudian memasukkannya ke dalam tas kerjanya.
"Sama-sama." Chanyeol tersenyum tipis. Dia memerhatikan Jongdae dengan seksama kemudian membuka mulutnya untuk bertanya.
Jongdae yang menyadarai gelagat Chanyeol hanya tersenyum tipis.
"Katakan pada Baekhyun, Bibi Uhm mengkhawatirkannya dan mengharapkannya untuk segera pulang."
Jongdae mengangguk, "Akan saya sampaikan," katanya, "Apakah ada lagi yang ingin disampaijan pada nona Byun?"
Chanyeol diam, dia dengan ragu membuka mulutnya kemudian menutupnya kembali dan tersenyum, "Tidak ada, terimakasih."
Jongdar tersenyum, "bukan masalah." Kemudian dia berdiri dan pergi menuju pintu ruangan itu. "Ja, maaf telah mengganggu waktu anda." Jongdae membungkukkan badannya sekilas, "Saya permisi."
"Ya." Chanyeol langsung berdiri dan membungkukkan badannya sekilas ketika sadar bahwa pengacara Baekhyun itu akan pergi. Dia masih diam di tempatnya ketika Jongdae telah menutup pintunya.
Ada hal lain yang ingin dia katakan pada perempuan itu.
*
Jongdae menekan tanda panah kebawah ketika dia sudah sampai di depan lift, dia melirik jam tangannya sebentar kemudian menatap angka yang terus naik di atas pintu masuk lift.
"Jongdae-ssi."
Jongdae mengerjapkan matanya ketika dia mendengara suara Chanyeol yang memanggilnya kemudian menatap pada sunber suara.
Chanyeol memperlambat larinya ketika dia sudah dekat dengan pengacara calon mantan istrinya itu.
"Ya? Apakah ada yang anda lupakan Tuan Park?"
Chanyeol mengatur nafasnya ketika Jongdae bertanya padanya, dia kembali ragu.
"Kenapa?"
Jongdae mengerutkan dahinya ketika Chanyeol berkata seperti itu.
"Ya?"
"Kenapa kamu sekarang ingin bercerai setelah semua yang kamu lakukan dulu?" Jongdae meluruskan dahinya ketika dia mengerti dengan perkataan Chanyeol, "Apa yang sebenarnya kamu inginkan?"
Setelah Chanyeol mengatakan itu, pintu lift terbuka dan Jongdae meliriknya kemudian menatap Chanyeol kembali.
"Apakah hanya itu tuan Park?"
Chanyeol dengan ragu mengangguk.
"Kalau begitu saya permisi."
Jongdae memasuki lift kemudian menekan lantai 1, "Sebenarnya, semua itu cukup jelas tuan Park." Jongdae tersenyum tipis, "Jawaban pertanyaan terakhir anda adalah hasil yang anda harapkan sejak dulu." Jongdae membungkukkan badannya ketika pintu lift tertutup kemudian menegakkan tubuhnya kembali ketika lift telah berjalan menuju lantai 1.
"Bukankah begitu Byun?" Bisiknya pada diri sendiri.
*
Chanyeol tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Jongdae. Dia memutar tubuhnya lalu melangkah menuju ruanganya.
"Yang aku harapkan?"
Chanyeol masih ingat dengan hal itu.
Dia menginginkan perempuan itu untuk mati dan menghilang dari kehidupannya.
Tapi, kenapa?
Kenapa perempuan itu ingin mati?
Apakah hanya itu?
Lalu kenapa dia memaksanya untuk menikah?
*
"Min-ah."
Xiumin langsung mengangkat kepalanya ketika mendengar suara sang suami memanggil namanya. Dia langsung mengusap pipinya yang basah dan tersenyum dengan getir.
"A-aku tak tahu." Katanya dengan suara seraknya.
Jongdae tersenyum tipis dan memeluk istrinya, "tidak apa, tidak apa." Katanya menenangkan. "Mungkin, memang ini sudah batasnya." Dia mengusap punggung istrinya dengan perlahan, lalu menatap ruang ICU.
Tempat Baekhyun berada.
*
Setelah selama hampir 9 jam, mereka akhirnya kembali ke kamar biasa.
Xiumin sedang membasuh lengang Baekhyun dengan handuk setengah kering ketika Jongdae membuka pintu kamar itu.
"Makanlah dahulu," Katanya sambil meletakkan makanan cepat saji yang dia beli di atas meja dekat sofa yang ada di ruangan itu. "Kamu pasti lelah setelah menunggunya."
Xiumin hanya tersenyum tipis, "Nanti akan ku makan."
Jongdae menghela nafasnya, dia melepaskan jas kerja yang masih dipakainya kemudian menyampaikkannya pada lengan sofa. "Xiumin." Panggilnya dengan tegas, "Ini sudah jam 3 pagi."
Xiumin dengan enggan beranjak dari kursinya dan menghampiri Jongdae yang telah duduk ketika melihat perempuan itu berdiri.
"Disini." Jongdae menepuk tempat kosong disampingnya, menyuruh Xiumin untuk duduk disana. "Makanlah, kamu pasti lelah telah menjaganya seharian kemarin." Dia menyodorkan sekotak makanan pada istrinya itu.
"Terimakasih." Xiumin mengambil kotak itu dan meletakkannya pada pangkuannya. Dia tidak berselera makan.
"Apapun alasannya, aku ingin kamu makan, jangan sampai kamu juga sakit." Jongdae membuka kotak makannya dan mengambil sumpit, kemudian mulai memakannya.
Xiumin melirik Jongdae kemudian menatap kotak makannya. "Dae-ya -" Panggilnya. Jongdae tak menjawab ataupun meresponsnya, dia terus memakan makanannya dan Xiumin yang tak melihat itu melanjutkan perkataannya. "Dia mengatakannya padaku."
"Baekhyun?" Xiumin mengangguk. Jongdae tak melihat apa yang dilakukan oleh istrinya itu, tapi dia bertanya kembali, "apa yang dia katakan?"
"Alasan kenapa dia menikahi suaminya dan hanya diam dengan semuanya," Xiumin memegang kedua sisi kotak makanannya dengan erat. Jongdae berhenti menyuapkan makanan pada mulutnya ketika mendengar kalimat itu. Dia menyimpan sumpit beserta kotaknya diatas meja. "Itu benar?" Xiumin mengangkat kepalanya dan menatap Jongdae dengan perasaan tak yakin. Dia tak yakin dengan apa yang di dengarnya.
"Apa?"
"Dia melakukannya agar dapat dilihat oleh keluarganya? Meskipun tidak secara langsung, dia menceritakannya sambil tertawa seakan semuanya baik-baik saja."
Jongdae tersenyum tipis kemudian memandang Xiumin dengan sendu, "dia mengatakannya padamu?" Dia mengulurkan tangannya dan mengusap kepala istrinya dengan lembut. "Jah, mohon bantuannya."
Xiumin mengerjapkan matanya tak mengerti.
"Mungkin, selanjutnya dia akan mengatakan sesuatu yang tak kamu mengerti dan jahat," Jongdae mendekatkan wajahnya pada Xiumin lalu tertawa kecil, "Jadi, mohon bantuannya ya?" Dia mengecup dahi istrinya itu, "Karena saat itu, artinya dia sangat membutuhkan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love
FanfictionMungkin itu adalah yang diinginkannya, namun Chanyeol tak pernah tak seyakin itu dalam hidupnya. Baekhyun pikir semuanya akan sama sesuai dengan pemikirannya.