Yang ada, Chanyeol hanya memutar bolpoinnya tetus menerus meskipun pekerjaannya agak menumpuk. Dia seharusnya membereskan semua berkas itu dan mengeceknya kembali nanti sore sesaat sebelum dia belum pulang kerja. Namun dia hanya bisa terdiam menatap tumpukan berkas itu.
Semuanya gara-gara Byun Baekhyun kembali.
Dia tak dapat berpikir dengan lancar karena perempuan itu.
Dan dia tidak menyukai alasan yang tak menguntungkannya itu.
"Direktur?"
Chanyeol mengerjapkan matanya dan meletakkan bolpoinnya diatas meja. Dia menatap sekertarisnya itu kemudian membetulkan posisi duduknya lalu membuka berkas yang sama sekali tidak disentuhnya tadi.
"Sebentar lagi meeting akan dimulai, apakah saya harus memundurkannya?"
Chanyeol menggeleng, dia membaca berkasnya dengan seksama lalu menjawab pertanyaan sekertarisnya itu, "tidak, aku akan sesuai jadwal, maaf telah merepotkanmu."
"Tidak masalah direktur, kalau begitu saya akan mempersiapkan semuanya."
Chanyeol hanya mengangguk dan sekertarisnya itu pergi kembali ke meja kerjanya. Kembali dia melamun dan saat dia sadar melakukan itu, dia menggelengkan kepalanya dan melebarkan matanya agar fokus mengerjakan tugasnya.
Dia harus fokus.
Tadi pagi semuanya seperti biasa dan Baekhyun kembali ke semula. Chanyeol berusaha melakukan hal yang perempuan itu minta, namun dia tetap tak bisa menahan untuk mencuri pandang pada perempuan itu.
Mata perempuan itu tidak bengkak ataupun sembab.
Tak ada kantung mata.
Chanyeol mengalihkan pandangannya dan dia mulai berpikir, mungkinkah dia hanya berhalusinasi saat itu?
Tak mungkin orang seperti Byun Baekhyun itu menangis.
Chanyeol tertawa dalam hati dan mulai memakan sarapannya dengan lahap.
Ya. Tidak mungkin.
Dan pikiran itu hanya sampai beberapa jam saja hingga dia sampai di kantornya.
"Sial!"
Perempuan itu memang menangis!
Tapi kenapa!? Kenapa!?
Tidak mungkin hanya karena dia melupakan janjinya pada perempuan itu-kan?
"Tidak mungkin." Karena sebelumnya dia juga pernah melakukan itu dan perempuan itu biasa saja. "Iya."
Chanyeol mencengkram bolpointnya dengan erat.
Tidak mungkinkan?
Atau, mungkinkah?
*
"Baek, mau sampai kapan kamu seperti ini?"
Baekhyun mengalihlan pandangannya pada sekeliling kafe buku yang menjadi tempat bertemu dirinya dengan Jongdae.
"Tolong jangan bahas ini." Katanya dengan tidak suka. "Kamu hanya perlu mengurus pembatalan itu."
Jongdae menghela napasnya lelah, dia tidak tahu harus melakukan apa lagi pada perempuan itu, "baiklah, akan aku urus secepatnya." Jongdae memasukkan kembali berkas-berkas yang di keluarkannya tentang perceraian Baekhyun.
"Thanks."
"Bukan masalah." Jongdae tersenyum kecil, "hitung-hitung ini balas budiku yang waktu dulu?"
Baekhyun tersenyum kecil. "Sudah ku bilang, lupakan itu semua." Dia menatap Jongdae yang telah membereskan barang-barangnya, "Setelah ini kembali ke kantor?"
Jongdae menggelengkan kepalanya, "Aku akan bertemu dengan Xiumin, kenapa?"
Baekhyun tersenyum tipis mendengarnya, "Tidak apa-apa, hati-hati kalau begitu, aku titip salam padanya."
"Siap." Jongdae tersenyum lebar, dia meraih tas kerjanya lalu berdiri dari kursinya. "Kalau begitu aku pergi duluan."
"Eum."
Baekhyun memandangi Jongdae yang berjalan keluar dari kafe tersebut, kemudian dia mengambil tasnya dan keluar dari kafe itu. Sesaat dia menghentikan langkahnya di depan kafe itu dan menatap punggung Jongdae yang telah menjauh mengikuti deretan gedung yang ada disamping kafe itu, kemudian ia menatap sebrang jalannya. Tangannya mengerat pada pegangan tasnya dan dia mulai melangkah untuk menyebrangi jalan itu menuju jalan di sebrangnya.
Jongdae menghentikan langkahnya ketika mendengar suara jeritan dan ban mobil yang berdecit dengan nyaring. Dia berdiri dengan kaku sesaat kemudian melirik ke sampingnya dan saat itu dia melihat mobil yang melaju dengan sangat kencang.
"Ada yang tertabrak!"
"Panggil ambulans!"
"Cepat hubungi ambulans!"
Orang-orang yang berada di sekitarnya langsung berlari menuju tempat kejadian dan membantu memberikan pertolongan pertama se-bisa mungkin.
Jongdae mengerjapkan matanya melihat itu dan dia langsung teringat dengan Baekhyun.
Dia berlari dengan cepat, menerobos kerumunan orang itu dengan susah payah dan dia terdiam ketika melihat siapa korban tabrak lari itu.
"Adakah yang kenal dengan orang ini!?"
Jongdae tak bisa berpikir dengan jernih dan dia melangkah kakinya ke depan.
"Anda kenal?" Seseorang bertanya padanya.
"Ambulans sudah datang! Semuanya tolong minggir!"
Jongdae ikut menjauh agar paramedis dapat melakukan tugasnya dengan cepat. Matanya mengikuti apa yang dilakukan paramedis itu dan dia hanya bisa teteap terdiam ketika melihat tubuh itu di angkat ke atas brangkar.
"Adakah yang kenal dengan korban!? Jika ada, mohon ikut kami segera!"
Orang-orang di sekitarnya langsung membantu mencari dan keramaian-pun tercipta.
"Jika tidak, kami akan pergi sekarang."
"Sa-saya."
*
Chanyeol mengerutkan dahinya ketika mendengar keributan di ruang kerjanya dan tak lama kemudian pintunya dibuka dengan keras dan Hwae Seo berdiri disana.
"Apakah perkataanku kemarin, belum jelas juga untukmu Hwae Seo-ssi?" Tanya Chanyeol dengan dingin. "Kita sudah berakhir, tidak ada hubungan lagi diantara kita."
Hwae Seo tersenyum miring, "Gue hanya ingin ngomong sesuatu." Chanyeol mengerutkan dahinya. "Gue udah ngelakuin itu, semuanya berjalan sesuai dengan harapan gue, Chanyeol-ah."
Chanyeol berdiri dari kursi kerjanya.
"Dia akan segera mati! Dia akan mati! Dan semuanya gara-gara lo!"
Hwae Seo tertawa dengan puas.
"Byun Baekhyun akan mati."
"Terimakasih atas bantuan lo selama ini Chanyeol-ah, karena obat yang lu kasih ke dia, dia takkan bertahan lama."
"Selamat tinggal Park Chanyeol."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love
FanficMungkin itu adalah yang diinginkannya, namun Chanyeol tak pernah tak seyakin itu dalam hidupnya. Baekhyun pikir semuanya akan sama sesuai dengan pemikirannya.