tujuh belas: cukup tahu

319 57 17
                                    

Mobil van besar berwarna hitam itu kembali terparkir di basement gedung SN. Para penumpang di dalamnya satu per satu turun seperti semut yang keluar dari lubang. Mereka melompat-lompat riang layaknya bocah kecil sehabis hujan. Bermain dengan genangan air saja membuat hati mereka senang.

"Aku tidak melihat mobil milik Bomi." ucap Baekhyun ketika ia turun dari van.

Hayoung yang turun setelahnya ikut melihat sekeliling. "Naeun akan mendapat masalah jika aku datang tanpanya." gumam Hayoung.

Baekhyun melingkarkan tangannya di lengan Hayoung dengan ceria. "Kau bisa menunggunya di lantai atas." ajaknya.

"Kau benar-benar memiliki kebiasaan buruk." Suho yang entah datang darimana langsung menarik Hayoung sehingga melepaskan gandengan Baekhyun.

Baekhyun menggerutu kesal melihat kejadian itu. Tingkah Suho kepada Hayoung nyaris sama dengan tingkah Chanyeol terhadap Naeun tadi. Baekhyun menoleh ke arah lain dan mendapati Sehun berdiri tak jauh darinya. Maka lelaki itu menjadi sasaran empuk selanjutnya.

"Sehun-ah!" Baekhyun melompat sebelum mencekik leher Sehun dengan lengannya.

Sehun menepuk-nepuk lengan Baekhyun sebelum memutarnya hingga terlepas. "Maaf hyung, aku tidak mau jadi pelarian." Lelaki itu menepuk bahu Baekhyun lalu berjalan masuk mendahului teman-temannya yang lain.

Lelaki itu tersenyum ketika tiba di dalam lift. Namun siapapun yang melihatnya akan tahu ada sorot sedih di dalam mata Sehun. Ia teringat kata-katanya sendiri tadi. Ia tidak ingin jadi pelarian dan itu adalah fakta. Tapi apa yang ia lakukan sekarang? Bertahan pada seseorang yang hanya menjadikannya pelarian. Walaupun gadis itu tidak bermaksud begitu, tapi mereka berdua dapat merasakannya tanpa harus dijelaskan dengan kata-kata.

Lift tiba di lantai tiga dan lelaki bermata tajam itu pun keluar. Sorot matanya berubah menjadi teduh ketika melihat orang yang ia cari sedang duduk di depan mesin minuman otomatis dengan sekaleng kopi di tangannya. Tangan gadis itu yang lainnya sibuk membulak-balik kertas di pangkuannya. Pekerja keras. Dari dulu gadis itu selalu begitu.

"Simpan dulu pekerjaanmu jika sedang istirahat." Sehun mengambil lembaran kertas dari tangan Namjoo.

Namjoo mendongak lalu tersenyum melihat lelaki itu. "Kau baru kembali?" tanya gadis itu lalu bergeser sedikit untuk memberi ruang agar Sehun dapat duduk.

Sehun mengangguk sebagai jawaban lalu duduk di sebelah gadis itu. "Kau harus berhenti minum kopi." komentarnya.

Namjoo menatap kopi di tangannya lalu tersenyum. "Ini sangat membantu ketika aku lelah." jawabnya.

"Jika kau lelah kau harus tidur." Sehun sangat tahu bahwa gadis itu tidak pernah cukup tidur jika sedang mengerjakan sesuatu. Ia terlalu tergila-gila dengan pekerjaannya.

Namjoo menoleh ke arah lawan bicaranya. "Bisakah aku tidur disini?"

"Bisa." Sehun menaruh kepala gadis itu di bahunya yang bidang. "Tidurlah sebentar sebelum kau kembali bekerja." ucapnya.

"Lima menit. Hanya lima menit." Namjoo memejamkan matanya. Bahu yang sangat ia kenali itu terasa nyaman, namun menyedihkan. "Apa tidak apa-apa terus begini?" tanya Namjoo tanpa membuka mata. Ia tidak ingin melihat wajah Sehun ketika menjawab pertanyaannya.

Sehun melirik gadis yang bersandar di bahunya. "Aku yang memintamu untuk tidak menjauh. Maka tidak apa-apa bagiku asal kau disini." Sehun berbohong.

Namjoo menghembuskan nafas yang sejak tadi tertahan. "Kau tahu, ini bukan hanya soal Naeun." Ia membuka mata dan mengangkat kepalanya, kembali berhadapan muka dengan Sehun.

ReplayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang