tiga puluh lima: dorm

244 48 4
                                    

Chanyeol mendobrak pintu dorm mereka begitu saja. Suara berisik itu berhasil membuat orang yang berada disana terkejut dan langsung melihat ke arah datangnya suara. Chanyeol berdiri disana, dengan dahi yang mengeluarkan keringat dan tatapan lega ketika melihat seorang gadis duduk di sofa ruang santai mereka.

Gadis itu meringkuk di atas sofa dengan tubuh tertutup selimut tipis. Digenggamnya secangkir teh hangat yang masih mengeluarkan uap hangat di atasnya. Pandangan matanya tertuju pada layar besar yang menempel di dinding. Sebuah layar yang menampilkan wajah seorang wanita yang mereka kenali.

"Aku sedang bersamanya ketika berita itu muncul." jelas Suho segera setelah menghampiri Chanyeol. "Gedung SN sudah dipenuhi wartawan ketika kami tiba, maka aku tidak tahu tempat lain yang bebas dari wartawan selain tempat ini." lanjut lelaki itu lalu kembali menatap Naeun dari tempatnya berdiri.

Chanyeol menghembuskan nafas lega melihat Naeun tampak baik-baik saja. Setidaknya gadis itu aman dalam jangkauan pandangannya.

Chanyeol segera menghampiri Naeun selagi Suho beranjak ke dapur untuk mengambil beberapa makanan. "Hei." sapa Chanyeol hati-hati.

Naeun yang seakan baru sadar akan kehadiran orang di sebelahnya menoleh lalu tersenyum. "Kau baru sampai?" tanya gadis itu dengan tenang, seakan tidak ada yang perlu ia khawatirkan.

Chanyeol mengangguk. "Kenapa kau tidak mengangkat panggilanku?"

"Ah," Naeun menoleh ke arah ponselnya yang tergeletak di atas meja bundar di sudut ruangan. "Aku tidak melihat ponselku sejak tadi." jawabnya polos.

"Aku ke rumahmu. Ibumu khawatir." jelas Chanyeol lagi.

Naeun tersenyum mendengarnya. "Padahal aku baru bertemu ibuku tadi. Tapi kurasa yang kau maksud ibuku yang lainnya." Gadis itu tertawa getir.

"Naeun-ah," Chanyeol mengambil cangkir teh di tangan Naeun dan menaruhnya di meja. Lelaki itu mengganti cangkir itu dengan genggamannya. "Apa kau akan baik-baik saja?" tanya Chanyeol.

Naeun mengangguk tanpa ragu. "Tentu saja. Lagipula semua berita itu benar." jawabnya. "Aku adalah anak Han Jan Mi yang hilang." lanjut gadis itu.

Chanyeol hanya diam. Yang ia khawatirkan adalah jika para wartawan itu mengejar-ngejar Naeun dan memicu trauma lama gadis itu. Membayangkannya saja membuat dada Chanyeol hampir meledak.

"Apa sebaiknya aku pindah tinggal bersamanya?" tanya Naeun, menuding sosok Han Jan Mi yang muncul di layar televisi. "Aku takut ada rumor lain yang muncul jika mereka tahu fakta lainnya." lanjut gadis itu.

"Apa yang membuatmu ragu?" tanya Chanyeol, ia dapat melihat keraguan nyata didiri Naeun.

Kini Naeun menoleh untuk menatap lawan bicaranya. "Ibu dan ayah." jawab gadis itu. "Aku tidak bisa meninggalkan mereka yang selama ini sudah merawatku." lanjutnya.

Chanyeol menghela nafas mendengarnya. Ternyata yang gadis itu pikirkan bukanlah mengenai dirinya sendiri, tetapi sepenuhnya karena orang lain. Ia bahkan tidak memikirkan di mana ia lebih nyaman untuk tinggal sebagai alasan.

"Ini sungguh membingungkan." gumam Naeun lagi.

"Pikirkanlah dirimu sendiri." ucap Chanyeol setelah sekian lama terdiam. "Kau berhak bahagia." lanjut lelaki itu.

Naeun tersenyum mendengarnya. Tapi pikirannya bertolak belakang dengan apa yang baru saja Chanyeol katakan. Ia tidak berhak untuk bahagia diatas  semua orang yang selama ini menderita karenanya. Ia harus membalas kebaikan mereka dengan mengutamakan kebahagiaan mereka.

"Hei Chanyeol, lepaskan tangan gadis itu. Kau pikir kalian akan menyeberang jalan?" ucap Suho ketus yang baru saja kembali bergabung dengan sepiring apel segar yang sudah dipotong-potong menjadi bagian kecil.

ReplayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang