Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu tidak bisa menyembunyikan rasa gembiranya. Sejak keluar dari kamar tidurnya, ia tidak berhenti bersenandung dan melompat kesana kemari layaknya bocah kecil di taman bermain. Woohee bahkan tidak mengerti lagi apa yang terjadi pada anak semata wayangnya itu.
"Kau tahu, lebih baik tidak terlalu bahagia." ucap Woohee ketika mereka selesai sarapan.
Naeun yang sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas mendongak. "Kau tahu, ibu lainnya meminta anaknya agar terus bahagia." jawab gadis itu.
Woohee masih mengelap meja ketika melanjutkan, "Hal buruk sering terjadi jika kau terlalu bahagia."
Naeun menatap malas ibunya sebelum akhirnya menghela nafas. "Baiklah aku akan menjadi anak yang paling tidak bahagia di dunia." ucapnya lalu mulai melangkah menuju pintu.
Woohee mengikuti gadis itu hingga ke pintu rumah mereka. "Kau benar-benar tidak bisa berhenti?" tanya wanita itu.
"Tentu aku tidak bisa berhenti bahagia." Naeun memakai hak tingginya yang berwarna senada dengan tas yang ia kenakan.
"Maksudku dari pekerjaanmu."
Kini Naeun diam dan memberi perhatiannya kepada Woohee. "Ibu, aku senang dengan pekerjaanku sekarang. Lagipula aku tidak melakukan tindak kriminal. Kenapa kau terus mempermasalahkan itu?"
"Kau bahkan tidak memberitahuku dimana kau bekerja sampai detik ini." jawab Woohee.
"Karena kau tidak akan suka mendengarnya." jawab Naeun. "Kurasa itu cukup menjelaskan semuanya." Ia melanjutkan.
Woohee tidak memberikan respon yang diduga oleh Naeun. Wanita paruh baya itu tidak berteriak ataupun menyentak setelah mendengar perkataan Naeun. Ia hanya menghela nafas. "Mungkin memang sudah waktunya." gumam wanita itu lalu kembali masuk menuju dapur.
Naeun menatap punggung ibunya yang menjauh. Ia merasa bersalah kali ini. Berbicara seperti ini dengan Woohee tampaknya lebih parah daripada saling meneriaki satu sama lain. Namun ini pilihannya dan untuk saat ini ia hanya ingin mengikuti kata hatinya. Ia bukan boneka. Ia memiliki harapan untuk dirinya sendiri.
Setelah dua puluh menit perjalanan Naeun kembali tiba di gedung tempatnya bekerja. Ia memutuskan untuk menuju ke departemen pemasaran lebih dahulu untuk memberikan laporan sementara perkembangan proyeknya. Juga untuk menemui Hayoung yang rasanya sudah lama tidak ia temui.
"Naeun! Kau masih hidup!"
Hayoung menghambur ke pelukan Naeun begitu melihat gadis itu keluar dari ruang wakil manajer.
Naeun tertawa mendengar ungkapan rekan kerjanya itu. "Kenapa juga aku harus mati?" tanyanya.
"Aku yang hampir mati." Hayoung melepas pelukannya. "Promosi lagu pendatang baru jauh lebih rumit."
Naeun dapat melihat lingkaran hitam di mata gadis di hadapannya. "Kurasa kau selalu menatap komputer selagi aku meringkuk di balik selimut." ucapnya.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu? Tidak ada masalah 'kan?" Hayoung masih sempat memikirkan orang lain ketika pekerjaannya sendiri bisa lebih tinggi dari Namsan Tower.
"Semuanya berjalan baik sejauh ini. Kau tidak perlu khawatir dan fokus saja pada pekerjaanmu dulu." jawab Naeun.
Hayoung menghela nafas lega lalu meminta maaf karena ia harus kembali bekerja. Gadis itu harus rapat dengan seseorang yang Naeun tidak ingat siapa namanya. Akhirnya gadis itu pun kembali ke lantai tujuh dimana ia harus kembali bekerja juga.
"Selamat pagi." ucap Naeun ketika memasuki ruang rapat. Seperti biasa ruangan itu diisi oleh bocah-bocah lelaki yang terperangkap di dalam tubuh lelaki berusia dua puluhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Replay
FanfictionSon Na Eun, seorang gadis yang selalu jauh dari dunia hiburan kini harus bekerja di salah satu perusahaan agensi terbesar di Korea Selatan. Hari-harinya tidak mudah sejak hari pertama ia bekerja di perusahaan tersebut dan semakin buruk setelah dirin...