sembilan: karena dirimu

353 57 7
                                    

Suasana sarapan dipagi itu tampak hening dan penuh tanda tanya. Woohee yang biasanya selalu mengoceh tentang berbagai hal kini hanya diam sambil menyantap makanan pertamanya hari itu. Jaeil sudah pergi bekerja bahkan sebelum Naeun selesai mandi. Disini lah ia berakhir berdua dengan ibunya dengan keadaan canggung yang ia sendiri tak mengerti kenapa.

Naeun sedang berpikir apa yang harus ia tanyakan kepada ibunya perihal trauma yang ia miliki. Kemungkinan terbesar yang bisa ia duga adalah ibunya juga mengetahui tentang trauma itu.

"Apa tidak ada yang mau ibu katakan kepadaku?" Naeun membuka pembicaraan. Ia sendiri tak yakin kenapa ibunya ikut terdiam seperti dirinya.

Ketika Woohee mendongak, terlihat sorot amarah yang tak biasa dari matanya. "Bagaimana denganmu? Apa tidak ada yang mau kau katakan kepadaku?" Ia kembali bertanya, menambah keheranan Naeun.

"Ada apa sebenarnya? Aku yang seharusnya menuntut penjelasan." ucap Naeun enggan untuk mengalah.

Woohee mengambil sesuatu dari bawah meja makan dan menaruhnya di antara ia dan Naeun. "Kenapa kau ada disana?" tanya Woohee.

Naeun menelan ludah ketika melihat dirinya terpampang di halaman paling depan sebuah tabloid. "Apa yang ingin kau tahu? Kenapa aku ada di majalah itu atau kenapa aku ada di rumah sakit?" Naeun kembali menantang ibunya. Kini emosinya meluap. Bukan karena wanita di hadapannya, tetapi karena lelaki yang kemarin mengantarnya pulang.

"Di mana sebenarnya kau bekerja?" Woohee kembali bertanya.

Naeun menghembuskan nafas dengan berat. "Bisakah kita berhenti saling bertanya dan mulai menjawab?"

"Kau berbohong kepada ibu." ucap Woohee langsung berhasil menampar Naeun. Namun gadis itu masih tidak paham kenapa ibunya bisa semarah ini.

"Lalu bagaimana denganmu? Apa alasan selama ini kau memintaku menjauhi dunia hiburan? Bahkan kau tidak membolehkanku membaca majalah atau menonton acara musik. Tapi sekarang apa? Kau melemparkan majalah itu di depan wajahku." keluh Naeun. Nada sopan yang selau ia gunakan sudah hilang tak tersisa.

Tatapan mata Woohee meneduh. "Ada banyak hal yang tidak kau ketahui. Yang harus kau lakukan cukup percaya bahwa ibu dan ayah melakukan semua ini demi kebaikanmu." ucapnya lembut. Sudah lama sejak terakhir kali Woohee berbicara kepada Naeun tanpa meninggikan suara.

"Aku tidak dalam suasana hati yang baik untuk membicarakan ini." Naeun berdiri dari posisinya. "Dan aku harus bekerja." Ia meraih tas selempang yang menggantung di sandaran kursi lalu pergi meninggalkan rumah.

Suasana hatinya pagi ini benar-benar kacau. Ia bahkan belum mendapat jawaban tentang traumanya dan sekarang ia malah mendapat masalah baru. Benar-benar kacau. Bagaimana mungkin ia tidak memperhitungkan kejadian kemarin akan berdampak cukup besar? Ah, tentu saja ia tidak tahu. Ia tidak tahu bahwa lelaki itu sepopuler ini.

Naeun masih berada beberapa langkah dari pintu lobi utama gedung SN ketika seseorang menarik lengannya menuju tempat yang tertutup. Ia nyaris saja menjerit jika tidak melihat siapa orang yang menariknya.

"Kau dan Chanyeol ternyata berhasil membuat sebuah berita besar." ucap lelaki yang tangannya mengunci pergelangan tangan Naeun.

Naeun berhenti melangkah membuat lelaki di depannya ikut menghentikan langkah. "Apa aku akan mendapat masalah?" tanya Naeun mulai khawatir. Bahkan ia tidak sempat memikirkan fakta bahwa ia sedang berdua bersama Sehun.

Sehun melepas cengkraman tangannya. "Agensi akan menyelesaikannya. Tenang saja, asalkan mereka tidak tahu kau bekerja disini, berita seperti itu akan segera surut." jelas Sehun.

Suara lelaki itu berhasil membuat Naeun tenang untuk beberapa saat. "Lalu aku harus bagaimana?"

"Bagaimana? Kau harus kembali bekerja untuk sekarang." jawab Sehun.

ReplayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang