dua puluh: tidak berarti

277 54 6
                                    

"Kau benar-benar tidak akan menawariku untuk masuk?"

Chanyeol bertanya untuk ketiga kalinya. Naeun kini sudah berdiri di luar pintu mobil sedangkan sang supir masih duduk di balik kemudi. Setelah pernyataan singkat lelaki itu, Naeun tidak berkata apa-apa lagi selain terima kasih karena sudah mengantarnya pulang.

Chanyeol kini turun dari mobil dan berjalan memutar untuk tiba di hadapan Naeun. "Ini bukan pertama kalinya aku mengantarmu pulang. Jadi tidak bisakah kau membiarkanku masuk sebentar?" tanya Chanyeol lagi, lebih tepatnya memaksa.

"Tidak." Naeun menggeleng. Ia tidak bisa membiarkan lelaki itu bertemu dengan ibunya. Jika Woohee tahu siapa itu Chanyeol, maka malam ini akan ada barang yang pecah.

"Sebenarnya.." Chanyeol mendekatkan bibirnya di telinga gadis itu. "Aku perlu ke toilet." bisiknya.

Naeun sedikit bergidik ketika hembusan nafas Chanyeol terasa di lehernya. Ia sempat terdiam sejenak untuk berpikir sebelum akhirnya kembali menggeleng. "Tidak. Kau harus menggunakan toilet lain selain di rumahku." tegas gadis itu.

Chanyeol memegangi perutnya dan merengut. "Apa begini caramu memperlakukan lelaki tampan yang sudah baik hati mengantarmu pulang?"

"Kurasa aku sudah memberitahu padamu bahwa ibuku tidak suka segala sesuatu tentang dunia hiburan. Menurutmu apa yang akan ia lakukan jika melihatku membawa pulang seorang artis?" Pada akhirnya Naeun mengatakan alasan yang sebenarnya. "Aku tidak akan pernah bisa melangkah keluar rumah lagi."

Chanyeol tampak berpikir sejenak. "Jika kau tidak keluar rumah maka aku akan datang ke rumahmu setiap hari. Tidak masalah." jawab lelaki itu lalu tersenyum lebar.

"Dasar bodoh." Naeun berdecak lalu berbalik untuk segera masuk ke dalam rumahnya.

Chanyeol menahan lengan gadis itu. "Sebentar saja. Aku benar-benar di ujung tanduk." Chanyeol membulatkan matanya, memohon.

Kali ini Naeun luluh. Ia tidak bisa berkata tidak pada mata bulat penuh cahaya itu. "Tetap diam dan langsung pergi setelah kau selesai." ancam Naeun.

Chanyeol hanya mengangguk patuh seperti anak anjing yang akan diberi makan.

Keduanya pun melangkah masuk tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Namun hal itu sangat sia-sia ketika pintu masuk dibuka, Woohee berdiri diam di baliknya. Wanita itu melipat kedua tangan di dada dengan mata menyelidik ke arah anaknya dan seorang pemuda di belakangnya.

"Ibu mau kemana? Salju sudah turun. Sebaiknya kau tetap di dalam." ucap Naeun melihat ibunya dengan mantel tebal, siap untuk pergi. Untuk sesaat, ia lupa lelaki di belakangnya.

"Kau rekan kerja Naeun?" Woohee tidak menanggapi ocehan Naeun dan terus menatap ke arah Chanyeol.

Naeun segera berdiri menghalangi Chanyeol. "Ini rekan kerjaku dan karena sudah malam maka ia mengantarku pulang. Ia hanya ingin mengg--"

"Aku hanya ingin menyapa sebelum pergi." Chanyeol bergeser sehingga Woohee dapat kembali melihat dirinya. "Aku Park Chan Yeol, senang bertemu dengan anda." Lelaki itu membungkuk sopan selagi memperkenalkan diri.

Naeun membulatkan mata sempurna melihat sikap lelaki itu. Kemana perginya toilet yang ia ributkan sejak tadi?

"Kalau kau rekan kerjanya, kau bisa memberitahuku di mana kalian bekerja?" tanya Woohee.

Jantung Naeun berdetak jauh lebih cepat daripada sebelumnya. Ia menggigit bibir bawahnya dengan keras. Ia belum memberi arahan apapun pada Chanyeol jika saja ibunya bertanya seperti itu.

Namun Chanyeol tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Kami bekerja di sebuah industri. Aku bekerja di bagian produksi sedangkan Naeun bekerja di bagian pemasaran." jawab Chanyeol.

ReplayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang