dua puluh tiga: kebenaran

296 59 17
                                    

Naeun melangkah mundur setelah mendengar semua penjelasan dari wanita yang selama ini ia panggil ibu. Bagaimana mungkin wanita lain yang baru pernah ia temui sebanyak dua kali juga merupakan ibunya? Ia tentu tidak lahir dari dua rahim yang berbeda. Ia juga tidak memiliki ingatan bahwa wanita yang merupakan penyanyi terkenal itu adalah ibunya.

"Naeun-ah, ibu berencana segera memberitahukan ini padamu. Tapi bukan seperti ini rencana ibu memberitahumu." Woohee maju selangkah dan meraih lengan gadis itu.

Naeun menghentakan tangannya agar terlepas dari sentuhan Woohee. "Aku tidak mengerti." Ia tidak bisa melihat wajah ibunya untuk saat ini. Matanya terasa panas. Hatinya tersayat setiap kali mendengar penjelasan yang tidak bisa ia pahami.

"Son Na Eun." kini Janmi yang memanggil namanya.

Mendengar suara wanita itu malah membuat Naeun semakin naik darah. "Jangan pernah memanggilku seperti itu." Naeun berbalik dan melangkah pergi dari sana.

Chanyeol juga berdiri disana. Tidak cukup jauh hingga ia masih bisa mendengar semuanya. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan. Terlebih lagi hatinya tidak dapat berhenti khawatir pada gadis yang berdiri di depannya. Ia langsung menarik tangan gadis itu sebelum pergi lebih jauh dan kembali membawanya masuk ke dalam mobil.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Chanyeol setelah dirinya kembali duduk di belakang kemudi.

"Bawa aku pergi dari sini."

Mata Naeun terus menerawang sepanjang perjalanan. Gadis itu tidak berbicara sama sekali, bahkan nafasnya hampir tidak terdengar. Lelaki yang duduk di sebelahnya pun ragu apa sebaiknya ia bertanya atau tidak. Ia takut malah menyakiti perasaan gadis di sampingnya.

"Kau baik-baik saja?" Chanyeol mengatakannya dengan hati-hati.

Tangan Naeun bergetar. Tatapannya melayu. Ia menghembuskan nafas perlahan untuk menenangkan sarafnya. "Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Apa ibuku sudah sangat muak padaku hingga mengatakan bahwa aku bukanlah anaknya?" suara gadis itu bergetar.

"Naeun-ah.." Chanyeol menggenggam tangan gadis itu yang sangat dingin.

Naeun kini mendongak menatap Chanyeol. "Katakan padaku Yeol-ah, aku bukanlah anak penyanyi itu." Air mata membendung di mata gadis itu.

Chanyeol menggenggam tangan gadis itu lebih erat dan menariknya ke dalam pelukan. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku ada disini." Ia mengusap rambut gadis itu dengan lembut.

Air mata Naeun tak lagi membendung namun mengalir turun ke pipi. Ia terisak di bahu Chanyeol. Semuanya terlalu cepat dan tidak terduga. Ia belum bisa menerima ini semua. Bagaimana mungkin ia bukanlah anak dari ibunya? Bagaimana bisa ia menjadi anak seorang penyanyi? Bagaimana bisa ia tidak tahu itu semua selama ia hidup? Apa selama ini ia hidup dalam kepalsuan?

"Aku harus bicara dengan ibuku." ucap Naeun ketika air mata sudah berhenti keluar dari matanya.

Chanyeol melepaskan pelukannya dan menatap wajah gadis itu. "Kau harus tenangkan dirimu lebih dulu." ucap lelaki itu lalu mengusap sisa air mata di pipi Naeun.

Naeun menarik tangan Chanyeol dari pipinya. "Aku seharusnya tidak pergi dan mendengarkan seluruh ceritanya." lanjut gadis itu.

"Kau tidak perlu mendengarkannya jika kau tidak ingin." jawab Chanyeol. Ia hanya tidak ingin Naeun lebih sakit lagi dari pada ini.

Namun Naeun menggeleng. "Aku harus mencaritahu kebenarannya. Aku harus tahu siapa aku."

"Tetap disini sampai hatimu lebih tenang." pinta Chanyeol.

"Aku harus kembali ke rumah sekarang." putus Naeun.

"Tidak."

"Jika kau tidak akan mengantarku, aku akan pergi sendiri." Gadis itu keluar dari mobil tanpa sempat Chanyeol tahan.

ReplayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang