08 • Pelakor

213K 11.7K 90
                                    

Kesal. Satu kata yang dapat menggambarkan isi hati Devano saat ini. Niatnya untuk melakukan modus terselubung tadi gagal total.

Niatnya tadi mengajak Brisia nonton film horror kan supaya gadis itu memeluk dirinya karena ketakutan, dan itu sama sekali gak terjadi. Brisia tak memperhatikan sama sekali film yang terputar dihadapannya. Gadis itu terus saja bermain ponsel.

Devano yang kesal akhirnya menarik Brisia keluar dari bioskop sebelum film tersebut selesai di putar. Catat! Menarik! Dengan cengkraman kuat cowok itu membawa Brisia keluar dari bioskop tersebut. Jelas saja ini membuat Brisia mengaduh sekaligus mengomel. Tindakan Devano benar-benar kasar, dan Brisia jelas tidak terima.

"Lepas gak! Kasar banget sih lo!"

Devano melepaskan Brisia, lalu ia menghela napas berat. Kepalanya pening menghadapi gadis itu. Kenapa dia harus berbeda sih? Kenapa juga dia tidak sama saja dengan gadis gadis lainnya di luaran sana? Kenapa? Jika begitu kan, jelas akan membuat Devano lebih mudah menghadapinya.

"Gue beliin lo tiket mahal-mahal untuk nonton. Bukan buat main handphone."

Brisia memutar bola mata nya malas. Apanya yang salah dengan hal itu? Lagipula Brisia tak meminta kan Devano membelikan itu untuknya? Sekarang disini siapa yang salah?

"Lo denger gak sih gue ngomong?" Nada Devano semakin meninggi, tingkat kekesalannya bertambah parah karena Brisia diam saja seakan tak mendengar perkataannya.

Brisia berdecak, gadis itu masih dengan ekspresi wajah yang tidak bersahabat. Brisia heran, Devano ini kepribadiannya banyak ya? Cowok itu bisa jadi sosok yang berbeda beda dalam waktu yang berbeda. Dia bisa jadi cowok yang genit. Dia bisa jadi cowok yang menjengkelkan. Dia juga bisa baperan seperti tadi di sekolah. Dan sekarang dia mendadak menjadi orang yang temperamental. Salah gak sih kalau Brisia menjuluki cowok ini cowok ular?

"Iya gue denger," Jawab Brisia malas-malasan.

"Sini handphone Lo!" Tangan Devano mengatung meminta agar Brisia mau menyerahkan ponselnya.

"Buat apa?"

"Buruan!"

"Nih."

Dengan sangat berat hati Brisia menyerahkan ponselnya kepada Devano. Ia tidak tahu apa yang akan cowok itu lakukan pada ponselnya. Namun Brisia bersumpah, kalau cowok itu sampai berani menyakiti ponsel kesayangannya maka Brisia akan meminta ganti rugi ponsel baru yang harganya dua kali lipat. Lihat saja.

"Handphone Lo gue sita."

"Kenapa?" Tanya Brisia tak mengerti.

"Kalau lagi sama gue gak boleh mainin handphone. Ngerti?" Ucap Devano.

Brisia hanya mengangguk paham. Walau sebenarnya ia tidak terima, tapi dia berusaha untuk menerimanya. Mau bagaimana lagi? Mau menolak? Brisia tak berani saat ini. Ia takut Devano berubah jadi macan, ya secara sikapnya dia berubah ubah terus dan susah di tebak.

"Sekarang ayo cari makan!"

Devano tiba-tiba saja menggandeng tangan Brisia. Dengan lembut kini, tidak lagi kasar seperti tadi. Gerakan tiba tiba itu tentu membuat Brisia kaget. Sangking kaget nya Brisia bahkan hanya bisa diam dan terus mengikuti kemana Devano akan membawanya.

Brisia yang hanya diam dan tak melakukan protes tentu membuat Devano sedikit heran. Gadis itu kenapa? Ada yang salah ya dengan dirinya?

Devano mendadak tersenyum licik, kemungkinan yang paling besar adalah Brisia pasti gugup saat ini. Cewek-cewek kan biasanya seperti itu, kalau gugup pasti hanya bisa diam tak berkutik. Oke, ini berarti dirinya telah bisa memberi pengaruh pada diri Brisia. Devano satu langkah lebih maju kini.

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang