27 • Kemarahan Brian

150K 7.7K 30
                                    

Setelah selesai membersihkan diri dengan mandi di bawah pancuran shower yang membuat tubuhnya terasa segar sekali saat ini, Brisia merebahkan tubuhnya di ranjang kamar tidurnya.

Hari ini terasa begitu panjang dan melelahkan. Sudahlah tadi harus di permalukan di depan umum karena tidak memiliki cukup uang untuk membayar, eh ditambah lagi dengan fakta yang membuat kepalanya pening saat ini.

Fakta mengenai mamanya yang akan segera menikah kembali, jujur Brisia belum bisa mempercayai itu. Apakah itu sungguhan?

Jika iya, dengan siapa mamanya akan menikah? Apakah dengan orang yang dulu? Lelaki yang telah secara tega mengambil mamanya dan membuat keluarganya berantakan seperti sekarang ini? Memangnya mereka masih bersama?

Brisia menarik selimutnya, ia berniat untuk tidur. Besok lagi saja memikirkan mengenai mamanya yang kabarnya akan menikah itu.

Belum seberapa lama Brisia memejamkan mata, bahkan belum sempat gadis itu terjatuh ke alam mimpi suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Suara ketukan pintu itu di iringi suara Mbak Asih yang memanggil namanya. Brisia mendengus, lalu dengan langkah yang malas gadis itu membuka pintu kamarnya.

"Non, itu di depan ada tamu." Ucap nya ketika pintu kamar baru di buka dan menampakkan wajah ngantuk Brisia.

"Siapa?"

"Bapak-bapak gitu non."

"Ah, temen Papa kali. Papa mana? Udah pulang?"

"Papa nya non kan nginep di rumah orang tuannya Bu Dian. Keperluan bapak itu sama non deh kayanya, orang tadi yang di tanyain pertama kali Non Brisia." Ucapan Mbak Asih membuat Brisia mengerenyitkan dahinya, siapa juga bapak-bapak malam malam gini mencarinya? Dan ada urusan apa?

Brisia mengambil cardigan navy yang ia gantung di belakang pintu kamarnya untuk ia pakai supaya menutupi dirinya yang hanya tertutupi oleh kaos putih polos. Kemudian gadis itu menuju ke teras rumahnya untuk menemui si bapak-bapak itu.

Deg.

Brisia kaget bukan main ketika tahu ternyata bapak-bapak yang Mbak Asih maksud adalah bapak bapak yang mendatanginya dirinya dan juga Alan minggu lalu di gerbang sekolah.

Dari mana juga orang ini mengetahui rumahnya? Apa dia ini sempat mengikuti Brisia sampai pulang kerumah waktu itu? Tapi, masa iya. Kok rasanya kurang kerjaan sekali.

"Senang bertemu kembali, Brisia." Pria itu tersenyum ketika menangkap sosok Brisia berdiri dengan ekspresi kaget di hadapannya.

Sama sekali senyuman itu tak di balas oleh Brisia. Entah mengapa ia merasa bahwa orang di depannya ini memang tak pantas untuk di beri senyuman.

"Mau apa lagi anda kesini?"

"Soal percobaan perkosaan itu, apa kamu sudah memutuskan untuk melapor atau tidak?"

"Seharusnya anda sudah tahu apa jawabannya." Jawab Brisia dengan begitu dingin.

Dua minggu telah terlewati sejak kejadian tidak menyenangkan itu, dan sampai sekarang Brisia memang tidak pernah membuka masalah ini pada siapapun termasuk keluarganya sendiri.

Tidak ada sedikitpun niatan dalam dirinya untuk melaporkan pelecehan itu ke pihak berwajib walau sebenarnya ia bisa. Brisia tak ingin dirinya di cap macam-macam. Brisia tidak mau kehidupan remajanya harus di sibukkan dengan bolak-balik pengadilan untuk memberikan kesaksian sebagai korban. Dan yang paling Brisia tidak inginkan adalah kecemasan keluarganya.

Brisia tak ingin keluarganya jadi mencemaskan dirinya setelah kejadian itu. Mereka memiliki masalah mereka pribadi, Brisia tak ingin jika menambah beban mereka kembali. Apalagi papanya. Dulu pada saat perceraian kedua orang tuanya terjadi Papa Brisia sempat masuk rumah sakit karena terlalu banyak pikiran yang menyebabkannya serangan jantung. Brisia tak ingin hal serupa terulang kembali, oleh karenanya ia memilih bungkam saat ini.

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang