15 • Unlucky Day [FD]

195K 9.7K 111
                                    

Kesialan benar-benar menghantui Devano sejak kemarin. Kemarin dirinya sudah lelah dikejar kejar abang tukang ojek, bahkan rasanya hampir babak belur jika saja tidak segera sampai ke rumahnya.

Dan hari ini, kalian tahu apa yang terjadi? Devano bangun kesiangan akibat kelelahan. Dan sekalinya mau berniat berangkat sekolah pada pukul tujuh tepat, ia baru teringat akan sesuatu. Motornya tertinggal di rumah tantenya.

Alhasil ia berangkat kesekolah menggunakan angkutan umum, bis kota. Itupun dengan uang hasil pinjam pada asisten rumah tangganya. Orang tuanya telah tak ada di rumah sejak pagi pagi sekali, entah kemana perginya. Jadi selain Bi Darmi, tak ada lagi yang bisa ia mintai uang. Ya, beruntungnya Bi Darmi berbaik hati meminjam kan nya uang lima puluh ribu.

Menaiki bis kota adalah hal yang tak menyenangkan, apalagi bagi Devano yang tak terbiasa. Ia harus berdesak desakan dengan penumpang lainnya, ia juga harus mencium bau ketek bapak-bapak yang entah kenapa masih pagi kok sudah bau minta ampun. Belum lagi ketika si supir dengan seenaknya mengerem mendadak, Devano yang tidak siap pun tadi harus terjatuh sampai membuat dengkulnya sakit.

Penderitaannya kian lengkap ketika ia telah sampai di sekolah. Seperti hal yang umum dilakukan guru BK di sekolah sekolah lain pada murid yang terlambat seperti dirinya. Guru BK itu menyidangnya dan lalu menghukumnya untuk membersihkan halaman sekolah.

Devano tak membantah sedikitpun. Berdasar pengalaman yang sudah sudah, membantah hanya akan memperburuk keadaan. Membantah hanya akan membuat hukumannya tambah berat. Jadi, ya sudah. Ikhlas gak ikhlas di lakukan saja.

Setelah dipikir lagi, membersihkan halaman nampaknya juga bukan suatu hal yang buruk. Ia malah bersyukur, karena terlambat dan di hukum ia jadi tak perlu repot repot membolos dari pelajaran Pak Yudi hari ini.

Baru saja Devano selesai bersyukur atas hukumannya, ia melihat Pak Yudi dengan perut buncitnya itu berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya. Sepertinya guru itu melihatnya, terbukti ia langsung berhenti dan memandangi dirinya.

"Devano! Sedang apa kamu disitu? Masuk kelas sana!"

Devano mengangkat sapu beserta serokan yang ada di kedua belah tangannya sambil tersenyum menatap Pak Yudi.

"Lagi nyapu pak, biasa di hukum sama Pak Bowo."

Pak Yudi menggelengkan kepalanya beberapa kali, mungkin guru itu heran. Mengapa ada murid yang terlihat sesenang itu saat mendapat hukuman. Aneh.

"Yasudah, cepat selesaikan dan masuk ke kelas!"

"Siap pak!"

Jangan pernah berharap Devano akan menyelesaikannya dengan segera. Meski ia mampu, ia tak akan mau segera menyelesaikan aksi sapu menyapunya. Bagaimanapun caranya ia harus menikmati hukumannya ini selama mungkin, apalagi alasannya kalau bukan hanya supaya tak masuk kelas seni?

Devano kembali melaksanakan hukumannya dengan penuh suka cita. Tak terasa bel pelajaran telah terdengar kembali di telinganya. Devano segera saja membuang semua sampah yang telah ia kumpulkan tadi kedalam tempat sampah berwarna hijau.

Pada saat ia berbalik dan berniat berjalan ke kelasnya. Ia kaget melihat siapa ternyata yang ada di hadapannya saat ini. Itu Brisia. Ya, itu Brisia. Gadis itu berdiri di hadapannya dengan sebotol minuman dingin di genggamannya.

Tentu saja Devano langsung tersenyum menatap Brisia. Senyumannya tapi tidak di balas oleh gadis itu, tapi bodo amat. Devano tidak peduli, Brisia datang menghampirinya saja sudah lebih dari cukup rasanya.

"Nih minum, lo pasti haus."

"Makasih Bri, lo baik deh." Ucap Devano setelah menerima Botol minuman tersebut dan meminumnya

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang