19 • Ferdi Bgst

158K 9K 70
                                    

Devano yang sedari tadi menyandarkan tubuhnya di sebuah tiang penyangga mendadak celingukan. Ia mencari keberadaan Brisia, tadi katanya gadis itu hanya ingin mencuci muka sebentar di kamar mandi. Tapi sampai sekarang, ketika sepuluh menit telah berlalu gadis itu tak kunjung kembali.

Sepuluh menit memang bukan waktu yang lama, tapi bukankah itu terlalu lama jika hanya digunakan untuk cuci muka?

Dilangkahkan kakinya menuju arah toilet wanita yang tadi digunakan oleh Brisia, kebetulan sekali pada saat Devano tiba di sana ada seorang petugas kebersihan keluar dari sana.

Segera Devano hampiri petugas kebersihan itu. Ia menanyakan tentang kemungkinan orang yang dicarinya di dalam. Namun jawabannya cukup mengecewakan. Katanya tiada siapapun di dalam, bahkan ke lima pintu toilet yang ada terbuka semua.

Devano menghela napasnya, sebenarnya Brisia ini kemana? Kok mendadak hilang tidak jelas?

Dikeluarkannya benda pipih alat telekomunikasi dari dalam saku celana abunya, ia mengetik nama Brisia di pencarian kontaknya. Setelah itu ia menelepon Brisia, telepon sempat berdering beberapa saat sebelum akhirnya ada jawaban dari seberang sana?

"van, tolongin gue please."

Devano membulatkan matanya seketika saat mendengar suara Brisia yang begitu gemetar dan sepertinya tengah ketakutan.

"Kasih tahu gue, lo dimana?"

"Gue ada di bag------aaaaa"

Ponsel Brisia sepertinya terjatuh kelantai bersamaan dengan teriakan gadis itu. Devano tak tahu apa yang terjadi dengan Brisia, namun apapun itu Devano yakin itu pasti bukan hal baik.

Beruntungnya meski ponsel itu terjatuh, sepertinya ponsel itu tidak mati. Devano masih dapat mendengar percakapan seseorang di seberang sana. Selain suara Brisia ada suara seorang laki-laki yang rasanya tidak asing sama sekali di telinganya. Meskipun tak asing, Devano belum tahu siapa pemiliknya. Ia terlalu khawatir untuk mengingat.

Yang Devano pikir saat ini adalah, Brisia yang sedang dalam bahaya. Dan ia harus cepat menemukan Brisia sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Tadi Brisia bilang ada dimana? Ah bodoh sekali, bagaimana bisa Devano dengan secepat ini lupa. Lalu sekarang dimana gadis itu berada? Bagaimana cara agar bisa menemukannya? Devano bukanlah anjing herder milik polisi yang bisa mengendus keberadaan korban.

Tiba-tiba saja terlintas nama Alan di benaknya. Tempo hari ia berkata bahwa ia membuat satu penemuan, yaitu aplikasi untuk melacak keberadaan ponsel seseorang. Entah bagaimana mekanismenya, namun kata Alan meski aplikasi itu belum sempurna ia sudah pernah berhasil menggunakannya.

Lagi lagi Devano meruntuki dirinya sendiri yang terlalu bodoh. Kemarin ia dengan begitu angkuh mengatakan ia tak membutuhkan aplikasi yang belum sempurna itu saat Alan ingin membaginya. Namun nampaknya ia harus menjilat ulang kata katanya kemarin.

Suara telepon berdering jauh lebih lama dibanding saat menelepon Brisia tadi. Devano berdecak kesal dengan jantung yang berpacu tak karuan. Alan ini kemana sih? Mengapa tidak mengangkat teleponnya?

"Halo, ngapain lo nelpon? Udah sele---"

"Aplikasi itu masih ada?" Sergah Devano.

"Aplikasi apaan? Banyak kali."

"Yang kata lo bisa lacak keberadaan handphone."

"Ada, kenapa?"

"Tolong lacak Brisia,"

"Weits, posesive amat lo. Belum jadi pacar juga."

"Buruan Alan! Ini lagi genting! Brisia dalam bahaya!"

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang