Suara kegaduhan terdengar dari luar sana, namun baik Devano maupun Brisia memilih untuk menghiraukannya. Mi instan di hadapan mereka jauh lebih menggoda daripada suara itu.
Malam ini mereka memutuskan berkencan di ruang keluarga milik Devano ditemani dengan mi instan, berbagai camilan dan juga film yang terputar di televisi.
"Woi anjir! Lo kemana aja bego, dua minggu ngilang kagak ada kabar tiba-tiba aja muncul lagi!" Sentakan keras itu mengagetkan mereka berdua, Brisia sampai tersedak dibuatnya.
"Minum Bri," Devano menyodorkan gelas air minum ke pada Brisia. Pandangannya lalu beralih kepada orang yang membuat Brisia menjadi tersedak seperti ini, "Brisia sampe kenapa kenapa gue habisin lo!" Ancam Devano dingin.
"Bodo amat Van, bodo. Kesel gue sama lo. Lagian itu kenapa lo ngelarang gue masuk kesini hah?!"
"Maaf mas, saya terpaksa biarin mas ini masuk. Soalnya dia ngancam mau bakar diri." Ucap Bi Inah yang tiba-tiba datang dengan nafas terengah-engah.
Devano sontak menatap sahabatnya itu, ia berdecak. Benar-benar Ancaman yang kelewat drama. Lagipula Devano tidak yakin cowok itu akan benar-benar bakar diri hanya karena tidak diizinkan masuk.
"Nge drama banget lo." Cibir Devano.
"Gak peduli ya, sekarang jelasin kemana aja lo selama ini?"
"Gimana ceritanya lo bisa sampai disini?" Bukannya memberi penjelasan yang Alan minta, Devano justru balik mempertanyakan bagaimana caranya Alan hadir di tengah tengah mereka.
"Gue yang nyuruh dia kesini," Ucap Brisia.
Brisia dan Alan memang telah memiliki perjanjian jika menemukan info tentang Devano maka mereka akan langsung menghubungi satu sama lain.
"Tega banget bikin gue bingung, tega banget lo bikin Brisia sedih, khawatir, nungguin lo di depan sana kaya orang bego tiap hari. Sumpah, pengen gue tonjok tau gak muka lo itu." Alan sudah mengangkat tangan kanannya yang terkepal, ia gemas sekali ingin menonjok Devano namun entah kenapa ia urungkan niatnya itu.
"Iya, lo belum jelasin apapun ke gue soal ini." Tambah Brisia.
Devano menghela napasnya berat, ia kelihatan gugup. Tangannya berubah menjadi dingin. Ia bimbang ingin mengungkapkan semuanya atau tidak. Namun, jika tidak ia terlalu takut kalau sampai semua ini menyebabkan kesalah pahaman kembali.
Brisia memegang bahu Devano dengan lembut, tatapannya menyaratkan bahwa gadis itu menginginkan penjelasan.
Sungguh, Devano tidak bisa berada di posisi yang seperti ini lebih lama lagi. Semuanya terasa begitu menghimpit dirinya, menghimpit dadanya. Devano menghela napas beratnya sekali lagi, kemudian cowok itu berdiri.
"Van, lo mau kemana?"
"Kalian berdua ikut gue." Ucap Devano tanpa menoleh sama sekali.
Baik Brisia maupun Alan saling menatap dengan penuh tanda tanya. Ada banyak rahasia mengenai alasan menghilangnya Devano selama ini yang sama sekali belum mereka ketahui. Mereka berdua kemudian mengikuti langkah Devano, sampai pada akhirnya berakhir di taman belakang rumah Devano.
Cowok itu memilih gazebo yang terletak di ujung kanan untuknya duduk, lalu kemudian di susul oleh Brisia dan juga Alan.
Sampai di gazebo pun Devano tidak langsung mengatakan segalanya, ia begitu kesulitan untuk merangkai kata. Semuanya terasa begitu sulit untuk di ungkapkan. Brisia dan Alan juga ikut diam seribu bahasa, meski begitu mereka berdua tentu menanti penjelasan dar Devano.
Devano bingung, ia telah berjanji untuk menyimpan semuanya rapat-rapat. Ia berjanji pada Papa dan juga Mamanya, dan sekarang ia harus apa? Ia ingin mengungkapkan segalanya, namun dilain sisi jika ia berbicara maka itu berarti ia melanggar janjinya kepada ke dua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIDE
Teen Fiction"Mimpi kali Lo! Gue gak akan pernah mau jadi pacar playboy kaya Lo! " -Brisia Adelina Wijaya- "Mungkin sekarang lo bisa bilang gak suka sama gue. Tapi gue punya seribu satu cara untuk bikin lo jatuh cinta sama gue." -Devano Hardian Kusuma- Siapakah...