"Tanggung jawab lo Van!" Itu kata pertama yang diucap Brisia sedetik setelah ia duduk di antara Devano dan Alan yang tengah makan di kantin.
"Santai Bri, santai. Jangan ngegas dulu. Lo udah pastiin kalau itu anaknya Devano?" Tanya Alan sambil memandang serius kearah Brisia yang ada di seberangnya.
"Alan!" Brisia menggebrak meja. Ia bertambah kesal karena Alan justru menuduhnya yang tidak tidak.
"Mulut lo dijaga ya." Devano menoyor pelipis Alan menggunakan jari telunjuknya.
Kesal saja dengan ucapan cowok itu. Sejelek-jeleknya perangai Devano, rasanya ia juga tidak akan pernah melakukan hal hina seperti itu lagi. Sudah cukup sekali saja dia khilaf dan menyesali perbuatannya.
Brisia adalah pacarnya, dan Devano cukup yakin bahwa ia memang se cinta itu dengan gadis itu. Yang namanya cinta itu saling menjaga, mengarahkan ke yang lebih baik, bukannya malah merusak dengan tindakan tak bermoral seperti itu.
"Gara-gara lo ya, duit gue jadi ludes buat bayar denda piket tadi pagi!" Brisia berseru kesal.
Masih lekat di ingatan nya bagaimana ia harus merelakan uang limapuluh ribu, uang terakhir di dompetnya kepada si bendahara kelas. Kelas Brisia memang tak main main dalam menerapkan denda besar bagi siapapun yang melanggar peraturan kelas, termaksud urusan tidak piket pun harus di bayar dengan mahal.
"Yaelah, miskin banget lo. Lagian palingan juga berapa sih dendanya?" Tanya Alan santai sambil memutar mutar sedotannya.
"Lima puluh ribu!"
Uhuk uhuk..
Alan yang sedang menyeruput es teh pun mendadak terbatuk batuk karena mendengar angka fantastis yang harus di bayarkan jika tidak piket. Tidak dapat di bayangkan jika kelasnya menerapkan regulasi serupa, berapa juta kira kira ia harus membayar hanya karena ia tidak pernah piket hampir sepanjang masa.
"Yaudah, pesen aja. Nanti gue yang bayar." Ucap Devano sambil memotong bakso berukuran jumbo yang ada di mangkoknya.
"Pesenin! Gak peka banget sih jadi pacar!"
Devano mendengus, apa sebenarnya yang terjadi pada Brisia sampai gadis itu mendadak jadi seganas itu. Apa Brisia salah minum obat? Atau... Ah yang ini lebih masuk akal, gadis itu pasti sedang PMS oleh karenanya ia jadi berlipat lipat lebih ganas dari biasanya.
"Sabar bro, ingat pada hukum alam bahwa cewek selalu benar." Alan berbisik kepada Devano.
"Gue denger ya Lan!" Brisia memberi pelototan kesalnya kepada Alan. Alan yang ada di seberang sana pun hanya nyengir tanpa dosa sambil menggaruk garuk belakang kepalanya.
"Yaudah, gue pesenin. Mau makan apa?" Devano bertanya dengan selembut mungkin.
Ada teori yang mengatakan bahwa ketika menghadapi pacar yang sedang PMS itu harus dengan kesabaran ekstra. Tidak boleh terpancing emosi.
"Gak usah, gue kenyang!" Brisia mengibaskan tangannya lalu ia berdiri dan meninggalkan kantin. Ketidak pekaan Devano membuat nafsu makan Brisia jadi hilang seketika.
Kepergian Brisia membuat Alan dan Devano melongo. Tidak habis pikir kenapa harus ada spesies ajaib yang dinamakan dengan wanita.
"Dengan adanya kejadian ini, gue jadi merasa bersyukur dengan status kejombloan gue."
〰〰〰
Kelas pada saat jam istirahat mulai hari ini tak akan se tenang dahulu kala. Disaat yang lain sedang berada di kantin untuk makan, Brisia benar-benar mengharapkan suasana yang tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIDE
Teen Fiction"Mimpi kali Lo! Gue gak akan pernah mau jadi pacar playboy kaya Lo! " -Brisia Adelina Wijaya- "Mungkin sekarang lo bisa bilang gak suka sama gue. Tapi gue punya seribu satu cara untuk bikin lo jatuh cinta sama gue." -Devano Hardian Kusuma- Siapakah...