05 • Bad Acting

225K 13K 107
                                    

"Jadi, kalian kembar?" Ucap ketiganya secara bersamaan.

Brian hanya mengangkat kedua alisnya secara bersamaan sebagai jawaban. Namun di saat yang bersamaan ia baru menyadari sesuatu, ia baru sadar bahwa kini ia telah melanggar perjanjian dengan kembaran nya itu. Perjanjian untuk tidak membongkar hubungan mereka berdua. Bisa habis kena omelan dia kalau sampai Brisia tahu semua ini.

"Tapi please, Jangan kasih tahu orang lain tentang hal ini. Cukup kalian yang tahu."

"Kenapa? Privasi banget emang?" Tanya Alan.

"Pokoknya jangan sampai orang lain tahu. Awas aja kalau sampai ada orang lain tahu!" Ucap Brian dengan cukup tegas.

"Gue sih bisa aja janji. Tapi sebelah lu noh." Ucap Devano sambil melirik kearah Galang yang duduk di sebelah Brian.

Devano menepuk dahinya, ia melupakan sosok sahabatnya yang satu itu. Galang, cowok itu kan ember sekali. Mulutnya bahkan setipe sama emak-emak komplek yang suka gosip.

Bodoh sekali, tak akan ada gunanya juga nampaknya memperingatkan Galang. Ujung-ujungnya pasti cowok yang satu itu pasti akan keceplosan, dan menggosipkan dirinya dengan orang lain.

"Gal, masa iya temen sendiri mau lu jadiin bahan gosip?" Tanya Brian dengan nada lesu.

"Kaga, udah tenang aja." Ucap Galang dengan sangat meyakinkan.

Brian hanya mengangguk, ia terlihat seperti mempercayai apa yang Galang katakan. Padahal sejujurnya, didalam lubuk hatinya yang paling dalam ia sedang mempersiapkan mentalnya untuk mendapat serangan omelan dari Brisia jika saatnya sudah tiba.

〰〰〰

Apa yang ia harapkan kini menjadi kenyataan. Brisia terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju ruang pembinaan olimpiade. Setelah istirahat jam kedua tadi Brisia di beri tahu untuk mengikuti pembinaan perdana di Ruang pembinaan olimpiade sepulang sekolah.

Ini adalah tahun keduanya mewakili sekolah dalam bidang yang sama. Ia jadi penasaran siapa yang menjadi rekan satu timnya nanti. Namun siapapun itu Brisia berharap orang itu adalah pribadi yang menyenangkan, dan yang terpenting dapat bekerja dengan baik dengannya.

Ruang pembinaan Olimpiade telah di depan mata, pintunya pun terbuka itu menandakan bahwa di dalam telah ada seseorang.

Mata Brisia seketika membulat ketika ia menyadari siapa yang ada di dalam. Ia melihat Devano di sana, sedang melambaikan tangan kearahnya sambil memamerkan senyum menawan yang bagi Brisia justru merupakan senyum yang cukup mengerikan.

Apa mungkin Devano yang akan jadi rekannya? Tidak, rasanya itu sangat tidak masuk akal sama sekali.

Brisia berjalan menuju meja yang ditempati oleh Bu Riska selaku guru pembina, Brisia menyapa sekaligus mencium tangan guru berhijab yang masih tetap terlihat cantik di usianya yang sudah memasuki kepala tiga tersebut.

"Bu, itu Devano ngapain disini?" Tanya Brisia pada gurunya tersebut.

"Gue rekan satu tim lo, Bri. Bahkan, kalo lo mau jadiin gue rekan hidup pun gue iyain." Devano yang tidak diajak berbicara mendadak menyahut.

Brisia hampir muntah mendengar kalimat gombalan yang keluar dari mulut cowok itu, sedangkan Bu Riska hanya tersenyum simpul. Mungkin bagi guru itu ucapan Devano lucu, entahlah.

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang