Disinilah Devano kini berada, dipinggir trotoar dengan lalu lintas yang lumayan senggang. Jika sadar sejak awal bahwa tasnya yang berisi dompet, ponsel dan lain-lain tertinggal di rumah Brian. Seharusnya ia mengiyakan saja ajakan Brian dan Alan tadi supaya pulang bersama mereka.
Kedua orang tersebut tadi memang berhenti selama beberapa saat, mereka menawarkan tumpangan pada Devano. Tapi ya begitulah, gengsi Devano terlalu besar. Ia menolak tawaran itu dan justru keras kepala ingin berjalan sampai rumah. Padahal jarak dari rumah Brian ke rumahnya hampir 15 kilometer jauhnya.
Sesekali Devano menendang batu batu kecil dibawah, dirinya hanya berusaha melampiaskan kemarahannya terhadap beberapa abang tukang ojek tadi.
Beberapa kali memang Devano menemukan pangkalan ojek yang masih ramai. Pada saat Devano tiba di pangkalan ojek itu, semua abang tukang ojek tersenyum kegirangan. Mereka satu persatu meminta Devano untuk menaiki ojeknya saja. Pada saat itu Devano senang bukan main, pada akhirnya ia bisa pulang dengan nyaman tanpa perlu khawatir betisnya bengkak karena berjalan belasan kilometer.
Semua berubah ketika si abang tukang ojek meminta dirinya untuk bayar dulu sebelum di antar. Aneh bukan? Di mana mana antar dulu baru bayar. Lah ini kok malah terbalik. Devano tak melanjutkan negosiasinya dengan abang tukang ojek itu, ia justru memilih berlalu begitu saja melanjutkan perjalanannya yang sudah hampir tiga per empat jalan itu.
Dalam jarak beberapa meter lagi Devano melihat sekumpulan tukang ojek sedang asyik menonton acara dangdut melalui televisi kecil di pangkalannya. Devano berjalan mendekat, dalam hatinya menaruh harap semoga yang kali ini mau mengantarnya sampai rumah tanpa perlu dp terlebih dahulu.
"Permisi bang, ojek dong."
Kelima tukang ojek yang awalnya sedang serius menyaksikan penampilan salah satu penyanyi dangdut menyanyikan lagu andalan miliknya mendadak menoleh. Dari ke lima nya tampak tak ada yang bersemangat saat melihat Devano seperti di pangkalan pangkalan sebelumnya.
Apa mereka telah membaca bahwa dirinya ini sedang tidak pegang uang?
"Bang, anterin ke Villa Asri dong."
"Lo aja ndri,"
"Kagak mau. Lo aja lah to."
"Via vallen lagi nyanyi ini. Ogah gue. Lo aja deh."
"Lo aja,"
Devano memijat pelipisnya. Abang tukang ojek di depannya ini kenapa malah berdebat sih? Aneh sekali. Biasanya kan kalau ada pelanggan langsung antusias, lah ini kok malah saling lempar melempar seperti itu.
"Bang, ini gak ada yang mau anter saya? Beneran?" Tanya Devano meyakinkan.
"G-A-K GAK!" Ucap ke lima nya secara kompak.
Devano dibuat melongo oleh jawaban mereka. Dirinya sudah ditolak tukang ojek untuk yang kesekian kalinya hari ini. Yaampun, sebenarnya apa salahnya sih? Okelah, jika sebelumnya ia ditolak karena memang abang ojek sebelumnya punya alasan yang cukup jelas. Dirinya tak bawa uang. Nah kalau yang ini? Mereka menolaknya hanya karena ingin menonton acara dangdut yang tidak jelas? Keterlaluan.
"Eh bang, kalian ini aneh ya. Pelanggan dateng kok malah di tolak!"
"Lah bodo amat. Orang kita ini, lagian nonton Via Vallen jauh lebih asyik dari pada nganter situ yang bayarannya gak seberapa." Ujar abang tukang ojek yang tadi di panggil dengan sebutan Ndri oleh teman se profesi nya.
"Dasar, lagian Via Vallen siapa lagi? Penyanyi gak terkenal aja di tonton." Ucap Devano dengan gaya tengil nya. Ia tak sadar bahwa abang abang di hadapannya ini jadi naik pitam akibat penyanyi favorit mereka di hina oleh seorang anak bau kencur.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIDE
Teen Fiction"Mimpi kali Lo! Gue gak akan pernah mau jadi pacar playboy kaya Lo! " -Brisia Adelina Wijaya- "Mungkin sekarang lo bisa bilang gak suka sama gue. Tapi gue punya seribu satu cara untuk bikin lo jatuh cinta sama gue." -Devano Hardian Kusuma- Siapakah...