Devano baru saja menghentikan motornya di depan gerbang rumah Brisia, cowok itu tak mengerti kenapa Brisia terlihat panik sejak menerima telepon itu.
Sudah berulang kali ia bertanya apa alasan gadis itu sebegitu panik nya, namun tak ada kata-kata dari mulut Brisia yang bisa menjawab pertanyaannya itu. Gadis itu hanya berkata ngebut, buruan, dan fokus berkendara.
Brisia langsung meloncat dari motor ketika mereka telah berhenti dan berlarian memasuki area rumah, ia tak berbicara sepatah katapun dan ini membuat Devano mengerenyit bingung. Haruskah ia menunggu, atau haruskah ia pergi sekarang?
Tak lama setelah gadis itu tak terlihat, gadis itu keluar lagi dan membuka pagarnya lebar lebar.
"Masukin motor lo! Kita pergi naik mobil!" Ucap Brisia dengan nada yang masih saja panik.
Naik mobil? Mau kemana?
Belum lagi pertanyaan itu mencuat dari mulut Devano, gadis itu telah menghilang masuk kedalam rumah lagi. Devano cukup bingung sebenarnya, namun ia menurut saja. Ia memasukkan motornya ke dalam area rumah Brisia.
Devano berjalan menuju teras ketika motornya telah terparkir rapi di halaman rumah Brisia. Sayup-sayup dari dalam terdengar seperti ada seseorang mengerang kesakitan. Devano mengerenyitkan dahinya. Otak nya tak berhenti menerka tentang apa yang sebenarnya terjadi saat ini.
Devano mengintip kedalam melalui pintu yang terbuka lebar-lebar, tak ada yang bisa ia lihat dari sudut itu. Ruang tamu itu benar-benar sepi, sedetik kemudian Devano melihat Brisia setengah berlari menuju ke arahnya.
"Lo keluarin mobil yang ada di garasi, ini kuncinya. Buruan!" Brisia menyerahkan sebuah kunci mobil.
Setelah itu gadis itu berbalik arah berniat masuk ke dalam rumah kembali, namun dengan cekatan Devano menahan lengan Brisia supaya lajunya terhenti. Devano sudah jengah dalam keadaan bingung tak mengerti apa yang terjadi seperti saat ini.
"Ada apa sih Bri? Kenapa lo panik banget?"
"NYOKAP GUE MAU LAHIRAN!"
Devano membulatkan matanya, ia meneguk ludahnya sendiri. Bersamaan dengan itu genggaman tangannya juga terlepas. Jadi ini alasannya dia ada di sini saat ini? Untuk membantu mengantarkan seseorang yang akan melahirkan?
Bayangan bayangan buruk mendadak melintas di kepalanya. Bagaimana jika nanti mama nya Brisia melahirkan di mobil sebelum mereka sampai di rumah sakit? Bagaimana jika nanti terdapat banyak darah dilihatnya? Devano bukan seseorang yang phobia dengan darah sebenarnya. Hanya saja jika darah itu terlalu banyak, ia akan jijik dan pada ujungnya mual lalu muntah.
Ingatannya menerawang pada kejadian yang terjadi kurang lebih setahun yang lalu. Waktu itu sepulang sekolah ia melihat sebuah kecelakaan, dan disana terdapat banyak sekali darah di jalanan. Kala itu, Devano mual sepanjang jalan dan karena ia tak kuat menahannya ia akhirnya muntah di pinggir jalan. Di trotoar tepatnya. Barang tentu ia menjadi objek tontonan orang orang yang melintas.
Dan dari kejadian itu Devano baru tahu bahwa sebenarnya ia ini tak kuat jika harus melihat banyak darah.
"Sakit!!"
"Iya ma, sabar."
Suara itu membuat Devano yang telah siap di bangku kemudi menoleh kebelakang. Ia melihat ada tiga orang perempuan duduk di belakang, Brisia di pinggir kiri, Mamanya yang akan melahirkan duduk di tengah, sedangkan di belakangnya duduk Mbak Asih yang Devano ketahui sebagai asisten rumah tangga keluarga ini.
"Devano! Ngapain ngeliatin sih? Buruan jalan! Keburu brojol di sini nanti!" Brisia berseru kesal ketika Devano hanya memandangi ke belakang, dan tak segera melajukan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIDE
Teen Fiction"Mimpi kali Lo! Gue gak akan pernah mau jadi pacar playboy kaya Lo! " -Brisia Adelina Wijaya- "Mungkin sekarang lo bisa bilang gak suka sama gue. Tapi gue punya seribu satu cara untuk bikin lo jatuh cinta sama gue." -Devano Hardian Kusuma- Siapakah...