Brisia merebahkan badannya di kasur empuk yang berada di tengah kamarnya yang bernuansa monokrom. Tubuhnya kini sudah jauh lebih segar daripada sebelumnya yang lengket dan beraroma strawberry.
Gadis itu memandang langit-langit kamarnya. Ia menghembuskan napasnya kasar. Tak menyangka, bahwa ia akan bertemu kembali dengan Fenni setelah cukup lama mereka tidak bertemu.
Mereka bertemu lagi lagi karena urusan laki-laki. Namun keadaannya kini berbanding terbalik. Jika dulu Fenni adalah tersangkanya namun kini berbalik, dirinya lah yang dianggap tersangka oleh gadis itu.
Brisia merasa sedikit puas hari ini. Ia bisa melihat bagaimana Fenni merasakan berada di posisinya dahulu ketika ia diselingkuhi oleh Rangga, meski itu terjadi hanya karena kesalahpahaman belaka. Tapi, setidaknya karma berlaku untuk gadis itu.
Suara ketukan pintu terdengar, Brisia langsung mempersilahkan orang yang berada di balik pintu untuk masuk ke kamarnya. Paling-paling itu Bi Asih, asisten rumah tangganya yang sudah bekerja lima tahun belakangan ini.
Ketika pintu terbuka, Brisia kaget dengan siapa yang ternyata datang ke kamarnya. Itu mama nya. Brisia segera bangkit dan memeluk sekaligus menumpahkan rasa rindu pada orang yang telah melahirkan dirinya tersebut.
Brisia memeluk mamanya itu dengan begitu erat. Mereka telah hampir dua bulan tidak bertemu. Mamanya tak berkunjung ke rumah, dan begitu juga Brisia yang tak berkunjung ke rumah mamanya. Mereka hanya berkomunikasi melalui pesan singkat atau hanya sekedar telepon sebentar.
Brisia kini tinggal bersama Papa-nya. Orang tua Brisia telah bercerai sejak hampir lima tahun yang lalu, tepatnya sejak Brisia masih duduk di kelas satu SMP. Mungkin kebanyakan orang memiliki pemikiran bahwa seharusnya Brisia yang masih di bawah umur tinggal bersama mamanya. Namun, karena dalam kasus perceraian orang tuanya mamanya yang bersalah jadi pengadilan memutuskan hak asuh jatuh ke papa nya.
"Gimana sekolah kamu Bri?" Tanya Billa, mama Brisia ketika mereka telah melonggarkan pelukan satu sama lain.
"Baik-baik aja ma,"
"Kita makan yuk? Mama tadi beli soto kesukaan kamu."
Brisia mengangguk sambil tersenyum, kemudian ia bersama mamanya menuju ruang makan untuk makan bersama.
Perkiraan Brisia tentang makan hanya berdua ternyata meleset. Di ruang makan ternyata telah ada Beni Papanya dan juga Dian--istri Papanya yang baru dinikahi setahun yang lalu dan kini telah mengandung anak pertama mereka.
Awalnya Brisia pikir memiliki ibu tiri merupakan mimpi buruk baginya. Namun ternyata ia salah, ibu tiri tidak seburuk di sinetron sinetron yang pernah ia tonton ternyata. Dian adalah ibu yang menurut Brisia cukup baik. Dian sangat sabar, bahkan seingat Brisia dirinya belum pernah sama sekali dimarahi. Apapun kesalahannya sebesar apapun kesalahannya Dian tak pernah marah, ia hanya akan menasehati Brisia dengan tutur kata yang benar-benar lembut. Dian juga sudah sering sekali menyelamatkan dirinya dari kemarahan Beni papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIDE
Teen Fiction"Mimpi kali Lo! Gue gak akan pernah mau jadi pacar playboy kaya Lo! " -Brisia Adelina Wijaya- "Mungkin sekarang lo bisa bilang gak suka sama gue. Tapi gue punya seribu satu cara untuk bikin lo jatuh cinta sama gue." -Devano Hardian Kusuma- Siapakah...