18 • Dug Dug

182K 8.5K 117
                                    

"Woi!"

Brisia kaget, jantungnya berdebar puluhan kali lebih kencang. Begitu pula dengan Bu Riska.

Jika ini sedang di sekolah, Sudah pasti Bu Riska akan memarahi Devano habis-habisan karena telah berani berani nya mengagetkan dirinya. Jika ini di sekolah bahkan Bu Riska tak segan untuk menghukum murid itu dengan alasan Devano hampir saja menghilangkan nyawanya dengan cara membuatnya hampir serangan jantung.

Melihat ekspresi dua orang di depannya langsung membuat Devano terbahak bahak. Ekspresi keduanya begitu lucu, terutama Brisia. Gadis itu sangat menggemaskan dengan ekspresi kaget nya itu.

Di tengah jantungnya yang masih berdebar, dan perasaan kesalnya pada Devano yang telah secara tiba-tiba datang dan mengagetkan. Ada satu hal yang membuat Devano terasa aneh di mata Brisia.

Cowok itu mengenakan seragam putih abunya di sertai sweater warna merah, tapi bukan itu main point nya. Yang terlihat menonjol dari cowok itu adalah, kacamata yang Devano pakai. Kacamata itu memberi kesan aneh pada diri Devano, entah kenapa. Mungkin saja karena ini baru pertama kalinya Brisia melihat Devano dengan kacamata itu.

"Ngeliatin gue nya bisa biasa aja nggak mbak?" Ucap Devano lengkap dengan smirk smile nya.

Brisia gelagapan. Malu juga, ternyata aksinya memandangi Devano tertangkap basah.

"Kepedean!"

"Halah, ngeles mulu sih. Terpesona ya sama gue?" Devano tersenyum sambil menaikturunkan kedua alisnya.

Brisia langsung membuang muka. Dia sendiri heran terhadap dirinya sendiri, kenapa dia merasa ada yang bergejolak dalam hatinya ketika mendapat treat seperti itu dari Devano.

"Devano! Udah jangan gituin Brisia terus. Kasihan itu pipinya sampe merah."

Brisia membelalakkan matanya mendengar ucapan dari Bu Riska barusan. Jadi pipinya ini memerah? Itu benar terjadi atau cuma omongan ngelantur dari Bu Riska sih?

Di sisi lainnya, ada Devano yang penasaran dengan apa yang diucapkan Bu Riska. Cowok itu langsung saja berusaha membuat gadis itu memandangnya. Namum itu percuma, hasilnya nihil. Brisia seakan sudah dapat menebak apa yang akan dilakukannya.

Brisia menepis tangan Devano yang akan membalikkan badannya supaya menghadap ke cowok itu. Kemudian ia memilih pergi setelah mengatakan ia akan melakukan registrasi karena olimpiade akan di laksanakan kurang dari sepuluh menit lagi.

Kalimat itu bukan seratus persen alasan agar Brisia dapat menghindar dari Devano, ia mengatakannya karena memang olimpiade itu akan segera di laksanakan.

Devano mengejar Brisia yang sudah beberapa langkah di depan dirinya. Cowok itu mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Brisia yang berjalan dengan pandangan lurus kedepan itu.

Sebuah senyum mengembang di wajah Devano tatkala ia dapat melihat dengan jelas apa yang di katakan oleh Bu Riska tadi, yaitu soal pipi Brisia yang memerah.

"Beneran merah ternyata," Ucap Devano yang disusul oleh kekehan pelan setelahnya.

"Lo ini, kesini mau olimpiade apa mau tebar pesona? Gegayaan pake kaca mata segala." Brisia mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Mata lo masih normal?"

Brisia melirik Devano sekilas lalu kemudian mengangguk sebagai jawaban.

"Nih coba pake,"

Devano memakaikan Brisia kacamata dengan frame hitam yang sebelumnya ia pakai. Kesan pertama yang di rasakan gadis itu adalah pusing, dan juga pandangannya justru menjadi tidak jelas.

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang