Berulang kali Devano melirik jam yang terpatri di ponselnya, sudah hampir setengah jam semenjak bel pulang sekolah di bunyikan namun yang ia tunggu belum datang juga.
Apa dia tidak akan datang? Apa ini hanya bentuk permainannya saja? Jika tidak ingin bertemu, untuk apa harus memintanya untuk menunggu di sini?
Semuanya menjadi rumit, bertambah rumit ketika Devano belum punya kesempatan menjelaskan segalanya.
Suara derap langkah samar-samar terdengar di telinganya. Semakin ia berusaha mendengar semakin pula suara itu bertambah besar. Ada jeda selama beberapa saat sebelum sosok itu muncul dari arah tangga.
Senyum terbit di wajah Devano ketika melihat sosok itu, seorang gadis yang telah membuatnya jatuh cinta se cinta cinta nya.
"Gue kira lo gak akan datang,"
Brisia melirik sekilas kearah Devano, kemudian ia duduk di sebelah Devano dengan memberi jarak sedikit diantara mereka.
"Gue bukan tipikal orang yang suka ingkar janji."
Menepati janji adalah salah satu hal yang sangat Brisia junjung tinggi. Jadi sekalinya ia di kecewakan akibat ada seseorang yang tak menepati janjinya. Sudah pasti Brisia akan sulit untuk memaafkan nya. Terlanjur sakit karena kecewa bukanlah luka yang mudah untuk di obati.
"Kemarin gue lihat Gionino keluar dari rumah lo."
Brisia terdiam, ia memilih terus mendengarkan apa yang akan di ucapkan Devano selanjutnya. Sejujurnya, ia juga sedikit was was. Ia takut Devano akan berpikiran macam-macam mengenai hubungannya dengan Gionino.
"Dia bisa ada di sana sampai malam, sedangkan gue mau ketemu lo barang sedetik aja lo gak mau." Ada guratan kecewa yang tergambar di wajah Devano yang kini justru sedang tersenyum, miris.
Sesak rasanya ketika pasangan mu lebih memilih untuk bersama orang lain daripada bersama diri kita.
Kali ini Brisia menoleh menatap Devano yang sedang senyum kearah depan. Ia tak pernah menyangka bahwa Devano menunggunya sampai malam. Ia pikir ketika mbak Asih berkata Devano sudah pergi maka cowok itu memang benar-benar sudah pergi. Namun ia salah.
Brisia jadi bertanya kepada dirinya sendiri, apakah ia sudah terlalu jahat karena berlaku seperti itu pada Devano?
Devano menoleh kearah Brisia, mata mereka bertemu. Untuk beberapa saat pandangan mereka terkunci. Debaran jantung yang cepat masih Brisia rasakan, namun jauh dari pada itu ada perasaan kecewa, ada perasaan marah, ada perasaan sedih yang ia rasakan.
"Lo sama Gionino ada hubungan apa sih Bri?"
Brisia cukup kaget dengan pertanyaan itu. Apa maksudnya ini? Devano curiga bahwa ia dan Gionino ada sesuatu yang lebih?
"Gue sama dia cuma temen." Ucap Brisia dengan tegas. "Harusnya pertanyaan itu lo balikin ke diri lo sendiri van, lo sama Erlitta ada apa?"
"Gue dan dia hanya temen."
Brisia berdecih, apa? Teman katanya? Teman macam apa yang bermesraan berduaan? Teman tapi mesra?
"Kalau lo bosen sama gue bilang Van, kita bisa selesain ini sekarang."
Devano menggeleng, "Gak ada yang selesai! Lo masih pacar gue, selamanya begitu. You're mine Brisia!"
"Jangan egois Van, lo gak bisa memiliki dua hati sekaligus."
Devano mengusap wajahnya frustasi. Ia tak tahu apa yang sudah di katakan Ghea sampai sampai Brisia menjadi seperti ini padanya. Apapun itu, Devano yakin semuanya pasti sudah di lebih lebih kan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIDE
Teen Fiction"Mimpi kali Lo! Gue gak akan pernah mau jadi pacar playboy kaya Lo! " -Brisia Adelina Wijaya- "Mungkin sekarang lo bisa bilang gak suka sama gue. Tapi gue punya seribu satu cara untuk bikin lo jatuh cinta sama gue." -Devano Hardian Kusuma- Siapakah...