21 • Berbeda

168K 8K 32
                                    

Brisia ketar ketir sendiri menatap Brian yang kini berada di lorong rumah sakit tengah berjalan kearahnya. Muka cowok itu tak terlihat bersahabat sama sekali, di wajahnya terpampang ekspresi kekesalan.

Entah bagaimana ceritanya Brian bisa sampai menyusul kesini, sedari tadi ia terlalu sibuk mengkhawatirkan Devano sampai sampai ia lupa mengabari Brian tentang hal yang menimpa dirinya.

Kalau perkiraannya tidak salah, paling paling Alan yang telah mengubungi Brian. Siapa lagi, Devano sama sekali tidak mungkin. Alan teman dari Brian, dan yang mengetahui masalah ini hanya cowok itu sejauh ini.

"Lo kenapa gak hubungin gue? Ngerasa hebat banget lo bisa ngehadepin ini sendirian?" Brian yang baru tiba tepat di depan muka Brisia langsung saja berujar dengan begitu ketus.

"Maaf,"

Tidak ada kata kata lagi yang dapat di ucap Brisia selain maaf. Ia memang bersalah karena sama sekali tidak memberi kabar pada kembarannya itu.

"Lo tahu gak sih betapa khawatirnya gue nunggu lo sampe malam gini belum pulang? Ini bukan jaman purba Bri, seharusnya lo telepon gue!" Brian masih berbicara dengan nada ketusnya.

"Handphone gue tadi di silent."

"Lo diapain sama Ferdi tadi?"

Brisia tersentak mendengar pertanyaan itu. Rasanya tak mungkin ia menceritakan kejadian yang sebenarnya. Sudah barang pasti kalau ia memberi tahu segalanya Brian pasti tak akan bisa terima. Dan hal terparah yang tak Brisia inginkan adalah kemarahan Brian.

Brian jika sudah emosi terkadang suka bertindak brutal. Brisia jadi ingat bagaimana dulu sewaktu di SMP cowok itu sampai hampir dikeluarkan dari sekolah hanya karena memukuli seorang siswa yang telah mengganggu dirinya. Brisia tak ingin hal serupa terulang kembali.

"Gak kok, dia... Dia.. Dia cuma kurung gue di gudang tadi. Iya gitu," Brisia mencoba berbohong.

Brian memicingkan matanya, ia merasa ada yang tidak beres dengan gelagat Brisia pada saat berbicara, "Lo gak lagi coba bohongin gue kan?"

"Hah? Nggak kok."

"Yaudah," Brian menyadari benar bahwa Brisia tengah tidak jujur saat ini.

Mereka telah bersama sepanjang hidup, bahkan sejak awal mereka terlahir di dunia ini. Brian tahu mana Brisia yang tengah jujur, dan juga mana Brisia yang tengah berbohong. Kali ini Brian tak menginginkan perdebatan hanya karena ia ingin meminta Brisia jujur kepada dirinya.

Percayalah, cepat atau lambat Brian pasti akan mengetahui kebenarannya dengan caranya sendiri.

〰〰〰

Sedari pagi tadi Brisia hanya terus terdiam di bangkunya. Ia diam bukan karena ia ingin, namun keadaan yang memaksanya.

Entah apa sebabnya Ghea hari ini sangat berbeda dari biasanya. Ghea yang biasanya banyak bicara mendadak seperti mogok bicara. Ketika Brisia mulai mencoba untuk membuka percakapan, gadis itu hanya akan menjawab seadanya lalu kemudian kembali diam.

Brisia pusing sendiri memikirkan kesalahan apa yang dibuatnya sampai sampai Ghea berubah seperti itu pada dirinya.

Terakhir pertemuannya dengan gadis itu adalah dua hari yang lalu. Bahkan pada saat malam sebelum olimpiade di mulai, mereka masih sempat berbicara lewat sambungan telepon. Dan semuanya baik baik saja, seperti biasa mereka bergosip dan banyak bercanda malam itu.

Keanehan memang baru terjadi pada saat hari H olimpiade. Ghea yang awalnya mengkonfirmasi bahwa ia akan datang mendadak hilang tanpa kabar. Bahkan disaat Brisia mencoba mengirim pesan untuk menanyakan alasan Ghea batal hadir, gadis itu tak sama sekali membalas pesannya.

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang