31 • Situ Bences?

145K 7.1K 191
                                    

"Lo punya tissue?"

"Ada," Brisia mengambilkan sehelai tissue dari dalam sling bag miliknya. Benda putih itu selalu menemani kemanapun Brisia pergi. Benda putih itu adalah barang wajib yang harus Brisia bawa setiap bepergian.

"Maaf," Tomi mengarahkan tissue itu ke salah satu sudut bibir Brisia.

Berada dalam jarak sedekat ini membuat Brisia bisa secara jelas memperhatikan wajah lelaki itu. Entah kenapa Brisia tegang saat ini, sampai sampai sepertinya ia lupa caranya untuk bernapas. Selebay itu.

"Wah wah wah! Apa apaan nih, jauhin wajahnya!"

Suara itu membuat mereka menjauhkan wajah satu sama lain dan kompak menatap wajah si pembicara barusan. Tomi mengerenyit, sedangkan Brisia sedikit kaget melihat Devano berada di sini saat ini.

Jadi, cowok itu benar-benar menyusulnya? Se kurang kerjaan itu ternyata seorang Devano Hardian Kusuma ini.

"Bri kok mau maunya sih lo di modusin sama ini bapak bapak?" Devano berujar sambil menunjuk ke arah lelaki yang duduk di sebelah Brisia.

Tunggu, jika di perhatikan dengan saksama rasanya Devano sudah pernah bertemu dengannya. Apa mungkin dia itu pemilik kedai es krim waktu itu? Tapi jika iya, apa hubungan lelaki itu dengan Brisia?

"Eh, bukanya bapak ini...."

"Pemilik TIC cafe, dan tolong jangan panggil gue dengan sebutan bapak. Gue bukan bapak lo dan lagi pula gue gak setua itu!" Ucap Tomi setengah emosi. Tadi di panggil om, eh sekarang malah naik tingkat menjadi bapak. Memang seboros itukah wajahnya ini?

Brisia menahan dirinya supaya tidak tertawa. Wajah Tomi berubah menjadi sedikit memerah jika sedang menahan kesal, dan itu benar benar terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Brisia jadi ingin ngarungin dan bawa pulang.

"Waktu itu lo gak protes gue panggil bapak."

Tomi mendengus, anak ingusan di depannya ini kenapa begitu menyebalkan sih?

"Gue pulang Bri, udah sore juga." Tomi berdiri dari bangku tempatnya duduk, baru ia berjalan satu langkah menjauh bahunya di tahan oleh anak ingusan tadi. Tomi berbalik arah dan menepis tangan itu secara kasar.

"Apa?" Tanya Tomi dengan wajah sangar.

"Urusan kita belum selesai. Bri, coba jelasin hubungan macam apa yang lo miliki sama bapak bapak ini."

"Udah gue bilang jangan panggil gue bapak!"

Devano tersenyum sinis sambil menatap wajah lelaki itu lekat lekat. "Terus apa? Ibu gitu? Aduh  memangnya situ bences? Mangkal di mana tiap malam?" Ucap Devano dengan begitu tengil nya yang membuat Tomi sekali lagi mendengus kesal.

"Bri, lo ajak ngomong dah nih kutil kuda satu. Gak level gue ngomong sama dia! Dah ya gue mau pulang, see you!"

Devano mau mengejar laki-laki yang sudah secara kurang ajar menjulukinya dengan kutil kuda barusan. Beruntung Brisia menahannya, kalau tidak mungkin lelaki itu sudah berakhir di rumah sakit hari ini. Atau di dalam tanah untuk kemungkinan terburuk nya.

"Kesel gue sama itu bapak-bapak!" Devano berseru menahan emosi.

"Sabar, orang sabar kan di sayang tuhan." Ujar Brisia mengelus pundak Devano sambil terkekeh.

BRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang