°•¤ Re:XXX • Chapter 63 ¤•°

1.7K 138 22
                                    

Secara tidak sengaja, Abrar menemukan sebuah warnet yang lokasinya berada di sebuah ruko dua lantai. Jaraknya hanya sekitar sepuluh menit, jika di tempuh hanya dengan berjalan kaki saja dari mes. Awalnya Abrar mengira kalau warnet tersebut masih baru. Tapi saat ia iseng bertanya pada dua orang cowok ABG yang stand by di meja kasir, ternyata warnet tersebut sudah beroperasi selama dua tahun lebih.

Kali ini sudah ke empat kalinya Abrar berkunjung ke warnet tersebut. Kunjungan pertama dan kedua, Abrar selalu datang setiap pulang kerja. Tetapi semenjak mengetahui kalau warnet tersebut beroperasi selama dua puluh empat jam non-stop, Abrar selalu datang setiap jam sepuluh atau jam sebelas malam. Dan entah kebetulan atau tidak, selama empat kali datang ke warnet itu, Abrar selalu mendapat bilik nomor satu. Letaknya tepat berada di depan meja kasir.

Kalau sudah begitu, apakah Abrar senang? Well, Abrar memang senang. Pertama, dia tidak perlu memilih-milih bilik lain. Kedua, semua bilik di warnet tersebut memiliki sekat yang tinggi. Juga memiliki pintu yang bisa di kunci dari dalam. Ketiga, cuma di semua bilik lantai dasar, yang bisa mendengar suara musik paling keras, yang dimainkan oleh petugas kasir. Sekalipun misalnya di bilik tersebut ada yang berteriak-teriak dari dalam, orang-orang di kanan kiri bilik lain, tidak akan mendengar dengan jelas. Lantaran petugas kasir sering kali memainkan musik dengan genre Rock and Roll atau R&B atau Hip Hop yang suara Bass-nya saja, bisa membuat dinding pemisah di tiap bilik bergetar.

Dikunjungan ketiga, Abrar berkenalan dengan seorang cowok yang mengaku sebagai seorang security di sebuah Bank swasta ternama. Cowok tersebut datang ke bilik warnet Abrar tersebut. Mereka sempat melakukan blow job bergantian. Meskipun cowok berprofesi sebagai security tersebut mendesah dan mengerang saat ejakulasi, orang-orang di bilik lain tidak mendengarnya. Terutama para penjaga kasir yang paling dekat sekalipun.

Setelah chat selama kurang lebih satu jam, Abrar berkenalan dengan seseorang. Orang tersebut mengaku masih beranjak 16 tahun. Sebenarnya Abrar tidak ingin bertemu dengan orang tersebut. Tapi selama lima belas menit chat dengan orang tersebut, akhirnya Abrar mau juga diajak bertemu. Dengan satu syarat, orang tersebut harus menghampirinya. Abrar beralasan dia tidak memiliki kendaraan.

Dalam ber-chatting-an dengan orang, Abrar selalu jujur mengatakan kalau dirinya bukanlah orang berduit. Dia selalu merendah, tapi bukan berarti ia mau direndahkan. Abrar akan langsung mengakhiri chatting jika ada yang lancang menghinanya.

Tetapi orang yang mengaku masih remaja di bawah umur tersebut, terus saja mendesak mengajak kopi darat, alias ketemuan.

Setelah sekitar 20 menit menunggu, Abrar mendengar suara ketukan di pintu biliknya. Tapi betapa terkejutnya Abrar saat melihat langsung cowok tersebut. Dia jauh lebih cute di bandingkan dengan foto yang ia kirimkan melalui e-mail.

Remaja tersebut adalah Edwin.

Iya! Edwin. Teman si binal Putra. Yang pernah menyesal telah menolak Kemal. Kalau di ingat lagi, sebenarnya Edwin bukan menolak. Tapi dia cuma berlagak jinak-jinak merpati. Sebetulnya hatinya mau, tetapi tampak malu-malu.

Setelah Edwin masuk ke dalam bilik. Dan duduk di sebelah Abrar. Justru Abrar yang mendadak grogi. Sikapnya sama seperti saat ia bertemu dengan Gio, yang jelmaannya Adam.

Abrar hanya bisa membisu. Sekali-kalinya mengeluarkan suara, hanya beberapa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang di berikan oleh Edwin.

Saking groginya, kedua telapak tangan Abrar sampai berkeringat. Meskipun AC dari luar terasa dingin sampai ke dalam bilik, keringat dingin terus mengucur deras di wajah dan punggung Abrar.

"Kakak kenapa?" Edwin bertanya cemas setelah melihat kemeja yang dipakai Abrar, perlahan-lahan basah. Sampai memperlihatkan kulit punggungnya.

Abrar hanya meringis dengan tangan menggaruk tengkuknya sendiri. "Maaf, Win... Terus terang saya... nervous."

°•¤ Re:XXX ¤•° [1st Seasons]Where stories live. Discover now