Egi POV
Semenjak gua memutuskan selangkah lebih dekat sama Januar. Banyak perubahan yang gua rasakan selama empat hari ini. Pulang kerja gua ga naik angkutan lagi. Bye ojek dan taksi online. Karena ada Januar yang menggantikan mereka. Jahat ya gua anggap pacar sendiri ojek. Tapi memang itu fungsi dari punya pasangan. Dua malam ini kita makan malam bareng, pastinya ajak Kayla juga. Paham gua kenapa kalau nikah sama Duda atau Janda dilabeli buy one get one free. Baru deket begini aja udah kerasa kok get one free nya.
Biasanya malam minggu gua jalan sendirin, kali ini tidak. Ada Januar yang ngajakin gua jalan. Bukan date ala ABG karena kita ajakin Kayla. Sebenernya Januar berniat ninggalin Kayla sama Ibu. Tapi gua maksa harus ajak Kayla. Gua ga pengen Kayla ngerasa tersaingi karena kehadiran gua. Selain itu, gua pengen Januar sadar diri. Dia bukan ABG, dia udah jadi bapak. Ga cocok date ala ala buat dia. Passion Januar buat date ala remaja masih tinggi. Mungkin dia pengen menyesuaikan sama gua yang belum pernah menikah. Padahal gua ga suka date ala ala dan sadar diri kalau pacaran sama Januar ga melulu soal aku - kamu tapi kamu - aku - anakmu.
"Lah kok dateng sendiri?" Tanya gua pas liat dia udah nongkrong depan kos.
"Kayla ga mau ikut." Jawabnya.
Gua mendelik curiga. "Bukan kamu yang larang kan? Atau kamu iming - imigin sesuatu biar dia ga mau ikut?" Tanya gua lagi.
"Selgiana Febrianti suudzan banget sih. Ngga kok aku ga gitu. Ga tau kalau Ibu." Jawabnya.
"Ibu udah tau soal kita ?" Tanya gua.
"Belum, makanya Ibu nyuruh aku ajak kamu pergi berdua. Katanya biar Ibu tenang kalau aku udah bisa gaet kamu." Jawab Januar.
"Ibu ada - ada aja. Mau kemana kita sekarang? Kalau ga sama Kay, ngapain kita ke Pingoo, dia yang pengen liat penguinnya juga." Kata gua.
"Nonton aja ya Gi. Katanya kan pengen nonton before sunrise lagi. Gimana?" Tanya Januar.
"Boleh deh. Macet ga ke Dharmawangsa nya? Lumayan jauh kan dari sini. Tau nya sampe sana tutup." Jawab gua.
"Emang mau nonton di Subtitle? Nonton di rumah aku aja." Kata Januar.
"Ga enak sama Ibu kalau aku main kesana terus."
"Bukan di rumah yang di Kelapa Gading Gi, ini di rumah yang aku tinggalin pas kecil. Daerah Pasar Minggu. Nantinya Dani sama Nina yang bakal tinggal disana." Ujar Januar.
Kalau cewek matre pasti udah bahagia. Keluarga Januar di Ibukota aja punya rumah dua. Artinya keluarga lebih dari mampu. Harga properti di Jakarta kan fantastis. Rumah seiprit aja ratusan juta. Makanya manusia kaya gua cukup ngekost aja udah syukur alhamdulillah.
"Udah dibagi - bagi ya regionalnya." Ujar gua.
"Ya begitulah Gi, semenjak Ayah meninggal Ibu langsung ploting wilayah. Katanya takut rebutan kalau Ibu ga ada. Nyatanya aku, Dani, sama Rere ga begitu mempersoalkan itu. Toh buat kehidupan sehari - hari gua sama Dani udah kerja. Rere masih nyari."
"Iyasih Jan, soal harta orang tua aku sama Nino juga ga tertarik. Cukup mereka sekolahin sampai ilmu aku banyak dan aku mampu menghidupi diri sendiri karena itu. Udah penginggalan yang berharga banget." Kata gua.
"Gi, kamu harus dilestarikan, langka loh cewek yang berpikiran kaya kamu. Biasanya kan cewek suka tertarik sama materi." Ujar Januar.
"Ya aku sih realistis aja Jan. Aku butuh materi, tapi bukan berarti aku mendewakannya. Segala sesuatu kan harus pas. Lebih atau kurang ga baik." Kata gua.
Januar mengangguk - angguk. Pembicaraan gua sama dia selalu hal real. Bukan angan - angan manis. Bukan pula pekerjaan. Kita lebih banyak mengemukakan pendapat masing - masing. Gua rasa ini awal yang baik. Kita bisa tahu dan memahami karakter masing - masing lebih cepat
KAMU SEDANG MEMBACA
Pisang Jodoh ✔
ChickLitSelgiana perempuan cerdas dan mandiri. ia selalu berpikir rasional, sebelum ia terjebak dalam ketidakrasionalan pisang jodoh. book #1 from #PQRSTUproject Cover by bounjavenue #101 on chicklit (280318)