31. Kemunduran Sebelum Berperang

1.6K 96 4
                                    

Tolong sampaikan ini padanya, bahwa aku mundur sebelum berperang.

🌞🌞🌞

    "Papa?" Suara itu? Gilang langsung mengangkat kepalanya lalu terkejut melihat mata anaknya yang terbuka.

"Naya, kamu bangun sayang."

Dengan segera Gilang memencet tombol yang ada di samping ranjang. Tak butuh waktu lama, dokter dan beberapa perawat datang. Dokter Firdaus langsung memeriksa keadaan Naya yang sudah 4 hari tertidur lelap.

Gilang tak henti-hentinya tersenyum dan mengucap syukur atas sadarnya Naya. Gilang benar-benar bahagia.

"Pak Gilang, keadaan Naya cukup membaik dari sebelumnya. Saya akan memanggil Dokter spesialis lain untuk membantu pemulihan Naya. Semoga itu membantu."

Gilang mengangguk setuju. Apapun itu asal untuk kebaikan anaknya Gilang akan setuju. "Terima kasih, Dok."

"Ya. Biarkan Naya seperti ini dulu, Pak. Lebih baik agar dia terbiasa dulu." Setelahnya, Dokter Firdaus melenggang keluar bersama beberapa perawat tadi.

Gilang mendekati Naya lalu tanpa aba-aba lagi Gilang langsung memeluk anak satu-satunya itu.

"Jihan, anak kita memang kuat. Dia gadis yang kuat, sangat kuat."

🌞🌞🌞

   Naya duduk di ranjang dengan pandangan ke arah TV di depannya. Di sampingnya ada Gilang yang berusaha menyuapi Naya, namun Naya tetap bergeming. Jangankan membuka mulutnya, melirik ke bubur itu saja enggan.

Gilang meletakan bubur itu ke meja nakas, lalu duduk di depan Naya. "Sayang, kamu nggak mau makan?"

Naya menggeleng.

"Emangnya mau makan apa?"

Naya terdiam. Tapi tiba-tiba saja Naya menatap dalam bola mata sang Papa. Detik berikutnya Naya sudah memeluk Papanya itu sambil menangis.

Gilang mengusap kepala Naya, dia tidak bertanya apa yang terjadi pada Naya, karena ia tahu apa yang di pikirkan anaknya itu. Gilang juga tahu, Naya sudah mengingat semuanya. Semua tentang kecelakaan itu dan mungkin dia merasa sedih karena kehilangan Mama dan Kakaknya. Dua orang yang dulu ia kira meninggal karena sakit.

"Selam--"

David terdiam di daun pintu ketika melihat anak dan papa berpelukan. David merasa canggung karena telah merusak moment kekeluargaan ini.

"Ngapain stop... ups!" Adam juga ikut merasa canggung. "Maaf, Om."

Gilang tersenyum lalu melepaskan pelukan Naya dan mengusap air mata anaknya itu. "Nggak pa-pa, ayo masuk."

"Yang lain kemana?" Tanya Gilang.

"Nanti nyusul, Om."

Gilang hanya mengangguk dan mulai kembali mengangkat mangkok berisi bubur tadi. "Nah, sekarang Naya makan ya?"

Naya tetap menggeleng. Gilang mengehala napas pasrah. Naya masih belum mau makan lalu bagaimana dia akan minum obat nantinya.

ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang