3. Tidak Mau

4.4K 216 9
                                    

    "Aduh!" Naya mengaduh kala tubuhnya bertubrukan dengan seseorang. Perempuan dengan wajah manis dan mungil. Keduanya terduduk di tanah.

Gadis itu menunduk tak berani melihat Naya. Ia merasakan tubuhnya terasa panas dan ia juga melihat baju seragamnya tersiram minuman coklat panas milik Naya.

Naya yang kesakitan pada pantat nya tersadar ketika melihat seragam gadis di depannya. Naya langsung berdiri membersihkan telapak tangannya, kotor karena tanah. Jelas, karena mereka sekarang berada di taman belakang sekolah.

"Kalo jalan tuh liat-liat." Naya kesal tapi juga membantu perempuan itu berdiri juga membersihkan rok perempuan itu.

Perempuan itu terdiam. Bukannya merasa takut ia malah tersenyum melihat Naya.

"Na-Naya?" Panggilnya. Sebenarnya dia tersentuh karena baru pertama kali ada orang yang begitu baik padanya. Bahkan orangtuanya pun tak pernah memperlakukannya semanis ini.

Naya mengangkat wajahnya menatap perempuan di hadapannya. Sekilas Naya melirik name tag yang tersampir di dada kanan, Giska Jiena. "Apa?"

"Makasih," ucap nya pelan, nyaris tak terdengar.

Naya mengernyit lalu ia tersenyum dan kembali membersihkan baju Giska meskipun tidak begitu bersih karena sisa coklat panas yang begitu membekas.

"Iya."

🌞🌞🌞

   Belakang sekolah cukup ramai pada jam istirahat seperti ini. Tempat favorit para kaum kelebihan kerjaan di sekolah SMA Garuda.

Adam dan ketiga temannya, Dimas, Kevin dan David duduk di tangga yang menghubungkan langsung dengan area taman. Mereka asik bermain game, kecuali David. Ia hanya terlalu malas sekarang.


Tiba-tiba Naya datang melewati mereka dan duduk cukup jauh di bawah pohon sambil membawa novelnya.

"Dia lagi!" keluh Adam ketika melihat Naya. Dendam masih membara antar keduanya, masih karena insiden depan ruang osis dan banyak lagi. Itu hanya salah satunya.

Tatapan David bingung ketika mendengar suara Adam. "Naya?"

"Iya. Di rumah, tuh anak nggak pernah cari masalah, eh, pas di sekolah riweh sama gue." Jawab Adam.

"Di rumah? Maksudnya?"

"Si Adam, kan tetanggan sama Naya." Dimas menyahut.


Setelahnya David hanya diam mendengar celotehan yang lain. Dirinya benar benar tidak tau dengan Naya, bahkan ia baru bertemu semalam.

"Tuh, cewek nyebelin banget tau gak, sih," Adam kembali bersuara  membuat David menolehkan wajahnya lagi, menyimak.

"Udah tau, tuh, anak nyebelin, masih aja cari masalah lo?"

"Yee, siapa juga yang mau cari masalah sama dia. Orang dia duluan yang mulai sama gue!"

David terus diam mendengarkan cerita Adam tentang pertemuan tak baiknya dengan Naya. Semalam ia bertemu dengan Naya di halte ia biasa-biasa saja. Tidak ada yang membuatnya kesal.


"Dav? kenapa lo?"

David menatap Dimas, ia hanya mengangkat bahunya dan berdiri dari tempatnya.

"Kemana, Dav?" Tanya Adam.

"Kelas, ah. Ngantuk gue." jawab David sembari meninggalkan ketiga temannya.


🌞🌞🌞

      Naya melangkahkan kakinya ke ruang perpustakaan. Naya merasakan ada seseorang yang mengikuti nya dari belakang tapi ia tidak peduli. Mungkin hanya orang lain yang juga searah dengannya. Ia melirik ke arah belakang dan pada saat itu ia tahu kalau Giska lah yang mengikutinya.

"Biarin, lah".

   Naya masuk ke ruang perpustakaan dan mencari cari buku. Giska juga seperti itu, tapi sesekali menoleh pada Naya.

Entah kenapa, Giska ingin sekali berteman dengan Naya. Dia bilang, Naya orang yang baik. Dia memang mengenal Naya. Naya tidak punya teman, maksudnya tidak memiliki yang benar-benar teman. Ia banyak punya teman tapi hanya sebatas teman. Di tambah dia lebih sering sendirian.

"Ngapain lo disitu mulu?" Suara Naya membuyarkan pikiran Giska. Ia melihat ke arah Naya berdiri. tidak ada.

"Gis?" Naya memanggil Giska sekali lagi.

Giska menghampiri Naya yang sudah duduk. "Annaya?" Panggilnya.

"Hm?"

Giska bingung harus mengatakan apa. Terpikir setelah kejadian tadi pagi, Giska ingin menjadi teman Naya, tapi nyalinya menciut kala melihat wajah seram Naya. Dia gugup, karena ini pertama kalinya seperti ini. Dirinya juga dari dulu tidak pernah punya teman. Dia selalu di bully dan hanya di perlukan baik jika mereka butuh. Selalu seperti itu.

"Na--Naya?" Panggil Giska sekali lagi.

"Apa, sih?" Naya terus menatap Giska, yang di tatap hanya diam menunduk. Naya mengernyit bingung dibuatnya.

"Giska mau jadi temen Naya. Boleh?" jawab nya pelan, tapi untung saja telinga Naya peka.

"Temen?" Ia meringis ketika mengucapkan kata itu. Dia hanya tidak terlalu yakin dengan kata itu sekarang. Sekelebat pikiran tentang masa lalunya berjalan di otaknya. Bagaimana dirinya dan orang terdekatnya dulu. Naya bingung, bukan, ia hanya merasa lebih baik sendirian karena orang lain belum tentu baik.

"Nggak!" Naya memutar duduknya menjadi menghadap meja, dan membuka buku, "Gue nggak mau temenan sama lo!"

🌞🌞🌞

Haiiii, jumpa lagi bersama saya di acara jeng jeng jeng*apaandah*. Cuma mau ngasih tau, penting nih pnting banget. Kalau, jangan lupa VOTE sama COMMENT. Assiqueee. Babayyy.

@dynr__

ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang