32. Berdamai?

1.6K 89 1
                                    

Dulu yang dekat bagai urat nadi, sekarang jauh bagaikan langit. Namun, tidak menutup kemungkinan jika akan dekat lagi seperti langit dan awan.

🌞🌞🌞

   Dirawat intesif selama 2 minggu semakin membuat perkembangan Naya membaik. Dengan segala terapi trauma yang bertahap Naya sudah merasa lebih baik. Tapi ada satu lagi kendala yang Dokter Ben beritahukan kepada Gilang dan teman-teman Naya, Naya masih belum bisa berdamai dengan masa lalu itu.

Naya masih tidak terlalu berani mengingat dan menerima kejadian saat kematian berada di depannya sendiri terlebih dia juga kehilangan Diana yang memilih kematian dengan caranya sendiri. Meskipun Naya sudah mengingat semuanya tapi itulah penyebab satu kendala itu. Naya terlalu takut.

"Naya buka mulutnya,"

Naya menggeleng kecil enggan menerima suapan Adam yang entah sudah berapa kali.

"Ini tinggal dikit, lho. Mubazir nanti,"

"Nggak mau. Habisin aja sendiri."

Adam menurunkan piring itu dari hadapan Naya dan menatap Naya intens. Ditatap seperti itu siapa yang tidak gugup, terlebih jarak mereka sangat dekat dan di ruangan ini hanya mereka berdua. Berdua. Dan mungkin akan ada setan yang menggoda mereka. Bukankah begitu?

"Kamu beneran nggak mau makan?"

Pipi Naya memerah. Entah kenapa setiap kali ia mendengar Adam mengucapkan kata aku-kamu dengannya Naya selalu malu. Tapi Naya juga menyukai itu. Rasanya manis sekali.

Naya tetap menggeleng.

"Yaudah, aku makan ya?" Naya mengangguk kecil. "Pipi kamu jangan merah gitu dong. Aku gregetan, jadi pengen nyium."

Jantung Naya serasa di peras. Tolong Naya sekarang juga. Naya mendengus kesal lalu memukuli Adam dengan bantal yang ada di pangkuannya.

"Eh... ehh Naya. Nanti piringnya jatuh,"

"Ehh!" Naya tersadar. "Kamu, sih!"

Bukannya marah Adam malah tersenyum licik, "Cieee, udah berani pake aku-kamu," ucapnya sambil menyentil hidung mancung Naya.

Stop! Wajah Naya benar-benar merah sekarang. Bahkan sampai merambat ke telinga. Dan Adam selalu menyukai itu.

"Kok, mukanya merah gitu?"

"Adam?!"

"Apa sayang?"

Deg!

Naya terdiam lagi begitu juga Adam yang ikut terdiam. Adam sendiri bingung, kenapa bisa kata sayang itu keluar dari mulutnya. Tapi lagi-lagi Adam menyukai itu karena wajah Naya sekarang semakin memerah.

Adam tertawa melihat Naya dan Naya semakin kesal. Ya meskipun pada akhirnya Naya juga ikut tertawa bersama dengan Adam. Adam bersyukur bisa melihat tawa Naya yang begitu tulus di hadapannya. Tawa yang telah lama hilang dari Naya kini kembali lagi. Tawa anak kecil yang cantik yang dulu adalah tetangga rumahnya sudah kembali.

Adam mendekatkan wajahnya dan berhenti di depan bibir Naya. Berniat ingin menciumnya. Melihat itu Naya berhenti tertawa dan terdiam kaku.

ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang