Dua puluh lima

6.9K 215 4
                                    

Hari ini, hampir semua kelas sedang bebas atau guru tidak masuk karena rapat. Setiap kelas di beri tugas sebagai gantinya, lalu di kumpulkan ke kantor.

Ya, namanya juga murid kalau gurunya ga masuk pasti ribut kaya pasar.

Sekarang mata pelajaran di kelas 11 ips 1 adalah sejarah, pak Anto tidak bisa masuk ke kelasnya.

"Pengumuman! Hari ini pak Anto tidak masuk, tapi ada tugas yang harus hari ini juga di kumpulkan." Ucap Aji, ketua kelas 11 ips 1.

"Coba yang pinter kerjain, nanti gue liat." Ihsan santai di kursinya sambil bermain hp.

"Eh enak aja tinggal liat, ada juga kerja masing-masing." Sindir Tiara dengan mata sinis.

"Gue bilang juga liat bukan nyontek, Ra."

"Ya sama aja, lo liat hasil kerja orang lain."

"Capek gue 2 tahun sekelas sama lo, ribut aja. Mana masih 1 tahun lagi." Ihsan terus berbicara seakan-akan ia menyesal mendapatkan kelas dengan Tiara.

"Justru kalau ga ada kalian kelas ini ga akan rame, yang suka ribut kan cuma kalian." Ucap Fia.

Tiara menatap Ihsan dengan wajah yang sangat kesal karena perbuatannya emosinya terpancing.

"Apa lo liat-liat? Nanti lo suka, gue ga mau tanggung jawab!" Ihsan terlalu percaya dengan dirinya.

"Ga banget gue suka sama lo!" Ucap Tiara.

"Jangan asal berbicara. Ucapan adalah do'a, lo bilang kaya gitu eh nanti jadi jodoh." Fia berceramah di depan kelasnya.

"Ga sudi gue pacaran sama dia."

"Eh emang lo kira gue mau gitu pacaran sama lo Ra? Jelas engga lah!"

"Udah jangan ribut terus! Kerjain tugasnya, hari ini di kumpulkan." Aji pusing mendengar Ihsan dan Tiara ribut terus tiada henti.

12.00 WIB

Anak-anak SMA Nusantara di perbolehkan pulang lebih cepat karena guru akan melanjutkan rapat.

Fanya yang tidak ingin pulang bersama Dion, ia memilih menunggu ayahnya di halte sekolah.

"Ra, lo pulang sama siapa?" Tanya Tiara.

"Ayah nanti jemput gue ko."

"Kalau gitu gue duluan ya fan." Tiara melambaikan tangannya pada Fanya.

"Hati-hati Ra."

1 jam sudah Fanya menunggu tapi tidak ada tanda-tanda ayahnya akan datang menjemputnya, ia sendiri di halte sekolah.

"Hai. Lo ga pulang?" Sapa Devan.

"Eh Devan, gue lagi nunggu ayah tapi belum datang juga dari tadi." Fanya gelisah sambil melihat ke arah jam tangannya.

"Lo udah coba kirim pesan atau apa gitu ke ayah lo?"

"Udah, tapi ga ada balasan apapun."

Devan turun dari motornya, duduk di samping Fanya menemani dirinya.

Selama 20 menit, mereka saling diam tidak ada pembicaraan.

"Kenapa ga pulang?" Tanya Fanya memulai pembicaraan.

"Niatnya gue mau pulang, cuma liat lo ada di halte sendiri jadi gue temenin takut ada yang jail sama lo."

2 Jam berlalu.

Fanya bosan menunggu ayahnya tidak datang-datang, ia terus menghubungi ayahnya namun hasilnya nihil.

"Dev, gue mau pulang naik angkot aja."

"Gue anter lo pulang ya, takut ada apa-apa di jalan."

"Gapapa ko, lo pulang aja."

Fanya melambaikan tangannya, menandakan angkot untuk berhenti di hadapannya. Ia naik ke dalam angkot dan Devan mengikutinya dari belakang.

"Kenapa tiba-tiba dia baik banget kaya gini sama gue? Sebelum putus, sikap dia beda banget." Batin Fanya.

Di dalam angkot Fanya tidak sengaja melihat Dion dan Salsa sedang naik motor bersama, dengan canda tawa yang membuat mereka seperti sangat bahagia.

"Gue ga kuat liat lo jalan sama yang lain, terutama dengan teman dekat gue sendiri." Fanya menangis tetapi air matanya di hapus, tidak ingin orang lain mengetahuinya ia menangis.

Ia turun dari angkot tapi harus berjalan kaki karena angkot hanya sampai gerbang perumahan saja.

"Naik motor gue, biar gue antar." Devan memberikan tangannya untuk membantu Fanya.

"Dari tadi lo belum pulang?"

"Gue nunggu lo turun dari angkot."

Mereka terdiam kembali, Fanya bingung harus berkata apa di hadapannya.

Tiba-tiba terdengar suara mobil ayahnya menghampiri Fanya dan Devan.
"Nak maafkan ayah, tadi hp ayah mati jadi gatau kalau kamu pulang cepat."

"Gapapa ko ayah."

"Kamu pulang sama Devan?" Bisik ayahnya dengan senyum-senyum.

"Eh..engga, aku naik angkot dan dia mengikuti aku dari belakang angkot."

"Seperti orang berpacaran ya." Ayahnya senyum-senyum kepada mereka.

"Ayah ini apaan coba? Yuk pulang." Fanya malu, ia langsung masuk ke dalam mobil.

"Anak ayah emang suka begitu, malu-malu." Bisik ayahnya Fanya pada Devan.

"Iya saya tau ko om, Fanya memang seperti itu."

"Kalau kamu masih ada rasa untuknya, jangan malu untuk mengejarnya kembali. Kita tidak tahu jodoh kita siapa, siapa tau anak ayah ini jodoh kamu. Sampai bertemu kembali Devan!" Ucap ayahnya Fanya.

Ayahnya masuk ke dalam mobil, melambaikan tangannya pada Devan untuk segera pulang ke rumahnya.

Devan pulang ke rumahnya dengan perasaan bahagia dan ingin mewujudkan ucapan dari ayahnya Fanya.

Di dalam mobil, Fanya hanya terdiam sambil memainkan hpnya dan memikirkan hubungannya dengan Dion.

"Ayah rasa, Devan masih ada rasa untuk kamu."

"Aku kurang tau, ayah."

"Ayah tau, kelihatan dari seseorang yang berjuang untuk mu akan rela meluangkan segala waktunya."

"Tapi aku sudah bersama Dion."

"Lalu dimana Dion saat ini nak? Ayah hanya bisa mendo'akan yang terbaik untukmu. Semoga kamu bahagia dengan pilihan mu."

Biarkan semuanya berjalan seperti air yang mengalir.

Posesif Boyfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang