Tiga puluh delapan

5.1K 151 3
                                    

Dion merencanakan sesuatu, menculik Fanya kerumahnya. Karena rasa sakit hatinya di tolak oleh Fanya, maka ia telah mempersiapkan semua ini.

Di SMA Nusantara ulangan akhir sekolah telah selesai dilaksanakan. Agenda sekolah setiap tahun setelah uas adalah classmeeting, lomba antar kelas. 11 IPS 1 sedang sibuk mempersiapkan tugas yang harus dikumpulkan sebelum bagi raport, tugasnya memang perkelompok tapi untuk presentasi nilainya individu. Fanya yang dari awal mendapatkan kelompok dengan Dion terlihat begitu kesal dengannya.

"San, yang selesain tugasnya gue sama Fanya aja." Ucap Dion.

"Serius nih? Ok! Kalau gitu gue bisa ketemu pacar."

"Eh... Enak aja lo mau ketemu pacar. Tugas ini kan bertiga, kita kelompok."

"Udah yang kerja lo sama gue aja. Tenang, gue bisa ko kalau tentang ekonomi."

"Nah gitu dong mantan akur!" Ihsan melambaikan tangannya, lalu pergi.

"Jadi kapan mau selesain tugasnya?"

"Pulang sekolah ini lo sama gue, selesain tugasnya di rumah gue."

15.00 WIB
Fanya yang sedang enak mengisi perutnya dengan makan siomay di kantin, pesan whatsapp masuk menganggu selera makannya.

Dion Pratama: Lo dimana? Gue udah diparkiran nih.

Fanya Alvira: Iya tunggu, bentar lagi makan gue selesai.

Dion Pratama: Yaudah jangan lama.

Ia tidak membalas pesan Dion, lebih memilih menghabiskan makanannya. Tiara yang heran melihat muka sahabatnya ini seperti sedang kesal dengan seseorang.

"Lo kenapa? Muka kusut amat."

"Gue badmood! Tugas kelompok masa yang selesain cuma gue sama Dion doang coba?"

"Bukannya lo satu kelompok sama Ihsan?"

"Iya satu kelompok, tapi Dion malah bebasin dia dan ga ikut kerja kelompok hari ini dirumahnya. Eh iya, gue ga bareng lo dulu ya. Gue pulang ini mau kerja kelompok ekonomi jadi pulang sama Dion."

Tiara hanya mengangguk, tanda mengerti. Mereka beranjak pergi dari kantin, Tiara yang akan pulang kerumah dan Fanya yang ingin mengerjakan tugas kelompoknya bersama Dion.

"Bro! Bro! Bro! Liat di parkiran." Bagus menunjuk ke arah Fanya dan Dion yang menaiki motor bersama.

"Lah kenapa bisa pulang sama Dion?" Tanya Dika.

"Dev, lo ga cemburu?" Pertanyaan Fauzan mengundang surakan dari teman-temannya.

"Yaelah zannn... Kaya gitu buat apa ditanya? Ya jelas cemburu lah." Dika memegang pundak Devan.

Ketika melewati rombongan Devan, ia pelankan kecepatannya motornya dan mata sinis Dion melihat ke arah Devan. Teman-teman Devan yang tidak tahan dengan perlakuan Dion ingin segera memberinya pelajaran, tapi Devan melarangnya.

"Dev bales dong... Bales!" Teriak Bagus.

"Perasaan gue kenapa ga enak gini ya liat Fanya sama Dion?"

"Dik, yang masih ada rasa kan Devan bukan lo!"

"Iya... Tapi perasaan gue kaya gimana gitu liat mereka berdua, Zan."

                                       ***

Fanya sampai dirumah Dion dan dipersilahkan masuk olehnya. Rumahnya begitu mewah, ayah Dion seorang pengusaha yang sangat kaya raya. Di dalamnya tampak begitu hening, yang kelihatan hanya satpam dan tukang kebun.

"Sepi banget sih."

"Orangtua gue lagi keluar kota, urusin bisnisnya."

"Dan lo?"

"Ya gue sekolah lah. Lo tunggu disini, gue mau ambil minum dulu."

Dion pergi ke dapur mengambil gelas dan sirup lalu diberi obat tidur untuk menjalankan rencananya.

"Fan, lo pasti haus kan? Ini minum dulu."

Ia mengambil minumannya dan mulai mengerjakan tugas bersama. Namun 20 menit kemudian, kepala Fanya terasa sangat pusing dan akhirnya pingsan. Dion dengan cepat membawa Fanya ke perpustakaan dirumahnya, ia simpan satu kursi di ujung ruangan tersebut dengan mengikatkan tangan Fanya.

"Gue bukan jahat. Tapi, karena masih sakit hati ajakan balikan sama gue lo tolak." Batin Dion.

19.00 WIB
Herman, ayah Fanya mencemaskan putrinya yang dari sore izin untuk mengerjakan tugas belum lagi kembali kerumahnya. Ia tahu Fanya mengerjakan tugas dirumah Dion, yang menjadi masalah adalah tidak tahu dimana rumah Dion tersebut.

Ina, ibu Fanya mencemaskan putrinya juga meskipun ia sedang pergi ke luar kota untuk pekerjaannya. Ibunya menelfon pada Tiara, namun Tiara tidak tahu jelas dimana alamat Dion.

"Duh, Fanya kemana ya? Lebih baik gue WhatsApp Devan." Tiara terlihat sangat cemas.

Tiara Putri: Dev, Fanya belum pulang ke rumahnya.

Devan Mahendra: Tadi gue liat dia pulang sama Dion.

Tiara mulai menjelaskannya dan Devan pun mulai panik, lalu meminta bantuan teman-temannya untuk mencari keberadaan Fanya saat ini. Semua orang yang dekat dengannya mulai merasa cemas.

Fanya terbangun dari obat tidur yang diberikan oleh Dion melalui minuman kemarin. Ia terlihat panik dan ingin menangis ketika tubuhnya duduk di kursi disebuah ruangan perpustakaan dengan di ikatkan tangannya. Entah apa yang harus diperbuat, yang jelas saat itu Fanya mulai merasa sangat takut. Lalu, ia mendengar suara sepatu yang semakin dekat. Ternyata Dion, ia menghampiri Fanya dengan muka seperti penuh kemenangan.

"Dion buka ikatan tali ditangan gue, sekarang!" Teriak Fanya.

"Apa? Buka ikatannya? Lo nyuruh atau minta tolong? Tapi... Sayangnya gue ga akan lakuin hal itu."

"Mau lo apa sih? Kenapa lo lakuin ini semua ke gue?"

"Atas dasar sakit hati. Tenang aja, gue masih laki baik-baik yang ga akan merusak harga diri dan mahkota lo. Gue cuma dendam sama Devan! Dan gue juga masih sakit hati karena ajakan gue lo tolak."

"Ajakan apa sih? Gue ga faham." Tanya Fanya sambil menggerak-gerakkan tangannya agar talinya terbuka.

"Ajakan gue yang minta lo balik lagi sama gue."

"Harusnya lo ngaca, Dion. Yang salah disini itu siapa!"

"Nih cermin... Gue ganteng." Dion memperlihatkan cermin yang dipegangnya.

Ia keluar dari ruang perpustakaan dan meninggalkan Fanya seorang diri yang sedang menangis. Matanya sembab dan pipinya basah karena air matanya, ia sadar sekencang apapun berteriak meminta tolong tidak akan ada yang datang untuk menolongnya.

Posesif Boyfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang