Tiga puluh satu

5.4K 147 0
                                    

12.00 WIB
Devan yang masih tidak percaya, bahwa ulangan kali ini ia duduk dengan Fanya. Siapa yang ga bahagia kalau kita duduk dengan seseorang yang kita sayang? termasuk Devan. Ia sangat bahagia, tapi Fanya begitu dingin padanya terutama mereka sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi.

Dika, Bagus dan Fauzan melihat Devan sendirian di kantin dengan keadaan melamun, mereka menghampiri Devan.
"Bro!" Sapa Fauzan.

"Lo pada lama amat sih kerjain soalnya." Ucap Devan.

"Pusing gue! Ulangan pertama ga belajar dan sialnya..." Bagus terlihat sangat bingung.

"Pengawasnya killer!" Sahut Fauzan.

"Padahal ya gue udah niat doping."

"Niat lo aja udah salah, Gus."

"Gue itu lagi males belajar!"

"Lagi males belajar? Tiap hari juga lo ga pernah belajar kali." Mereka saling tertawa.

"Eh Dev, lo ga bahagia apa duduk sama Fanya?" Tanya Fauzan.

"Lo sama Fanya dingin banget, ya menurut gue sih meskipun udah putus juga gapapa kali ngobrol."

"Justru ya itu kesempatan bagus."

"Woi bagus itu nama gue!" Teriak Bagus.

"GR banget sih Gus!"

"Maksud lo kesempatan bagus apa?" Tanya Devan.

"Ya bagus lah. Kan lo belum bisa move on dari dia, nah sekarang duduknya bareng. Deketin aja lagi, apa salahnya coba?"

"Deket sama orangnya aja dingin, gimana dapetin hatinya lagi?" Batin Devan.

Tiara yang bosan menunggu Fanya mengerjakan soal ulangan dengan waktu lebih lama lain dari teman-temannya.

"Lama banget sih keluarnya fan, gue laper tau." Tiara memegang perutnya yang kelaparan.

"Ya lo kaya baru pertama kali aja liat gue kerjain soal ulangan lama. Beli bakso yuk? Gue traktir."

"Nah kalau ini, gue semangat!"

"Dasar tukang makan bakso."

"Bagus lah! Dari pada makan temen coba?"

Fanya pulang dengan Tiara tidak di jemput oleh ayahnya karena sedang sibuk dengan urusan kantor. Saat berjalan ke parkiran, ia selalu di dekati anak-anak cowok di sekolahnya.

"Hai Fan, pulang sama gue yuk? pake mobil baru gue nih" Ucap seorang cowok tersebut, anak dari pengusaha di kota tempat Fanya tinggal.

"Mending sama gue yuk fan? Mobil gue lebih bagus dari dia."

"Duh ya sahabat gue ini banyak banget yang goda." Tiara tertawa.

"Ilfil gue, liat mereka sok kecakepan."

"Menurut gue sih... Emang cakep! Dan ya di sekolah ini banyak yang ganteng tapi kenapa lo masih gamon dari Devan? Ya Devan ganteng juga sih, populer disekolah nya, kapten basket juga tapi sikapnya terlalu posesif."

"Pindah hati itu ga segampang balikin telapak tangan." Batin Fanya.

Dari arah jauh, Devan memperhatikan Fanya yang terus ditawarkan pulang dengan anak-anak cowo di sekolahnya. Ia sama seperti dirinya, masih belum bisa move on dengan hubungan mereka sebelum berakhir.

"Lo ga berani tawarin dia pulang kaya cowok-cowok yang lain?"

"Gue siapa dia dih." Devan beranjak dari kursi kantin menuju motor ninja merahnya.

"Gengsi lo terlalu besar bro!" Teriak Bagus.

"Hai Devan, anter aku pulang dong!"

"Kapten basket... pulang sama aku yuk?"
Banyak cewek yang menghampiri dirinya.

"Permisi, gue mau keluarin motor." Ucap Tiara.

Devan tidak sadar, ternyata motor yang ada di sampingnya adalah motor Tiara dan sekarang Fanya ada disampingnya menunggu sahabatnya.

"Fan... Motor gue ga bisa di keluarin."
Fanya melihat ke arah cowok di depannya yang memakai helm sambil memegang pundaknya.

"Lo bisa tolong bantuin temen gue ga?"

Ia tidak tahu bahwa cowok yang memakai helm, yang tadi ia pegang pundaknya adalah Devan.
"Sebelumnya terima kasih." Fanya yang tersenyum manis padanya.

Devan membantu Tiara mengeluarkan motornya dan ia membuka helmnya, rambut panjangnya yang sengaja dijambul menarik perhatian Fanya. Seorang Fanya yang menyukai cowok berjambul seperti Devan.

"Hei Lo ga kenal gue?" Tanya Devan pada Tiara.

"Eh Devan! Gue kira siapa. Tapi, makasih ya ini udah mau bantu gue."

"Santai aja kali. Dan lo juga ga kenal gue?" Mata Devan melihat arah Fanya.

"Ha?"

"Fan, kenapa lo salting gini?" Bisik Tiara.

Salting atau disebut salah tingkah, hehe.

"Udah yuk pulang? Takut keburu sore banget."

"Yaudah Dev, gue sama Fanya pergi duluan."

Tiara melajukan motornya pada warung bakso langganannya, tujuan utama mereka sepulang sekolah. Fanya yang akhir-akhir ini sering melamun memikirkan sifat Devan setelah putus dengannya justru tidak seposesif saat berpacaran dulu.

Hampir setiap hari, ia selalu membandingkan sifat Devan. Entah karena apa, tapi hal tersebut selalu ada di pikirannya. Dan Fanya tidak sadar, bahwa Devan sedang memperjuangkannya dengan cara tidak bersikap posesif.

Posesif Boyfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang