Empat puluh tiga

7.4K 159 9
                                    

Pagi yang cerah ini, Fanya bersiap-siap kembali pergi kesekolah. Ia sangat merindukan suasana kelas, dan teman-temannya. Ayahnya yang mengantarkan dirinya kesekolah, ingin memastikan supaya Dion tidak mendekati putri tersayangnya lagi.

"Aku masuk dulu, yah."

"Iya, nak. Hati-hati dalam bergaul!" Ayahnya melajukan mobilnya pergi kekantor.

Langkah demi langkah Fanya lewati, banyak yang menyapanya dan menanyakan tentang kabar dirinya setelah diculik. Ia berjalan sendiri lalu Devan menghampirinya.

"Hai."

"Hai juga, Dev."

"Gimana keadaan lo?"

"Gue baik ko. Oh iya, gue berterimakasih banget ya sama lo karena udah tolongin gue."

"Sama-sama. Ga perlu bilang terimakasih terus kali, yang kemarin juga gue denger ko." Devan tertawa.

"Muka lo kenapa? Ko... ada bekas luka gitu?”

“Perjuangan dapet jawaban dari Dion.”

“Jawaban apa?”

“Ya... Karena dia ga ngaku kalau sebenarnya yang culik lo itu Dion.”

"Dev, cepat ke kelas. Bu Ita udah masuk!" Teriak Fauzan.

Devan membisikan sesuatu ditelinga Fanya dan langsung berlari menuju kelasnya.
"Lo cantik banget, see you!"

Fanya hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa ketika melihat tingkah laku Devan. Ia melanjutkan perjalanannya untuk masuk kedalam kelas bertemu dengan teman-temannya.

"Fanya balik bro!" Teriak Ihsan menuju kelasnya.

Apa kabar, Fan?
Siapa yang tega culik lo?
Lo baik-baik aja kan?
Penculiknya ga jahat banget kan?

Pertanyaan tersebut membuat Fanya meneteskan air matanya lagi dan lagi. Ia sangat terharu karena banyak orang yang mengkhawatirkan dirinya. Berita Fanya kembali ke sekolah tersebar begitu cepat, hingga guru-gurupun menghampiri dirinya didalam kelas.

Sampai menjelang istirahatpun, Dion tak kunjung datang. Biasanya ia paling tampil kalau datang ke sekolah.
"Fan, Dion kemana ya?" Tanya Tiara.

"Tolong jangan sebut nama penjahat didepan gue, Ra."

"Iya... Iya... Maaf deh. Apa jangan-jangan dia balik ke Medan lagi?"

"Ga tau ya!"

"Kalau malu pasti dia pindah sekolah, ya ga sih?"

"Ya kali."

"Yee... Lo ini jutek banget sih?"

"Gue ga mau lo sebut-sebut nama dia lagi, Ra!"

"Fan... Fan..."

"Lo masih mau sebut nama dia la...gi?"

Fanya terkejut ternyata disampingnya bukan Tiara, melainkan Devan. Ia berpikir sedang apa dirinya masuk kedalam kelasnya? Atau sengaja kali ya.

"Dia lagi siapa?"

"Bukan siapa-siapa."

"Dion? Dia udah pindah sekolah."
"Serius?"

"Dua rius! Tadi gue ke kantor, lihat dia lagi urusin surat-surat pindah ke Medan. Dan lo ga perlu takut lagi."

"Aman deh gue." Fanya mengelus dada.

"Iya dong aman, kan ada gue disamping lo." Devan tersenyum.

"Udah lah balikan aja balikan!" Teriak Ihsan.

"Apa sih, San?"

"Buat lo berdua, selagi masih ada rasa sayang ga perlu cari yang lain. Kalian pacaran lama tapi putus, karena alasan ga jelas. Jangan sibuk mencari yang sempurna, kalau yang pasti udah jelas ada didepan mata."

Devan hanya memandangi Fanya yang mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut Ihsan. Yang diucapkannya memang benar, pertahankan yang kita miliki saat ini jangan sibuk mencari yang lain.

Didalam hati Devan, memang berniat untuk mengajak Fanya kembali menjalin hubungan dengannya. Tapi semuanya tergantung sikap Fanya, ia akan sangat sabar kalau cintanya ditolak.

"Setuju sama Ihsan! Katanya ya kalau pasangan putus nyambung itu nanti besarnya berjodoh!"

"Kalian ini kenapa sih?"

"Kita kan menasehati lo sama Devan."

"Jadi?" Devan mengerutkan keningnya.

"Jadi apa lagi? Lo jangan ikut-ikutan mereka berdua."

"Berarti ikutin lo boleh dong?" Devan berlari menuju kantin.

Ia pergi ke kantin untuk membelikan makanan kesukaan Fanya. Rela mengantri lama demi mantan tersayangnya ini.
Fanya yang sedang asik bercanda tawa dengan teman-temannya, notif whatsapp berbunyi.

Notification

Devan Mahendra: Jangan pergi, gue lagi dikantin.

Fanya Alvira: Sendiri?

Devan Mahendra: Nanti makannya berdua, kan sama lo.

"Kayanya ada yang tanda-tanda balikan nih!" Ledek Tiara.

"Balikan apa sih? Gue biasa aja ko."

"Fan, cowo juga butuh kepastian. Dan menurut gue, Devan lagi berharap lebih sama lo."

"Tapi..."

"Lo takut dia posesif kaya dulu? Kayanya Devan udah ga posesif lagi, dia asik."

"Asik?"

"Iya asik. Dari kemarin-kemarin itu dia peduli banget sama lo. Apa salahnya memberi kesempatan lagi untuknya? Kalau belum pernah coba ga akan tahu akhirnya bagaimana, sad or happy."

Fanya memikirkan ucapan dari sahabatnya ini. Ia masih belum yakin kalau Devan sudah menghilangkan sikap posesifnya. Dirinya terlalu takut untuk memberi kesempatan kepada orang yang sama.
Kini, Devan telah datang dengan membawa siomay kesukaan Fanya. Ia masih ingat betul semua tentang Fanya, tak akan pernah terlupakan.

"Ini buat lo, makan yang banyak."

"Sweet banget sih dibawain makan... Buat gue ga ada, Dev?"

"Aih maap lupa gue!" Devan menepuk jidatnya sendiri.

"Kali-kali gitu lo inget sama sahabatnya Fanya."

"Yaudah nanti gue inget."

"Kapan?"

"Ya kapan-kapan."

"Ga Fanya ga lo, ngeselin banget. Ini pasangan apa sih?"

Makan Fanya tersedak ketika Tiara mengatakan hal seperti itu. Devan dengan cepat memberikan tissu dan air mineral padanya. Tiara lalu pergi ke kantin untuk membeli makanan juga, meninggalkan Devan dan Fanya berdua didalam kelas.

Posesif Boyfriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang