My Byby
Lu dimana? Tau kan, si ganteng ga main-main soal nilai? Buruan!!!"Duh! Ini juga lagi jalan!"
Hai, namaku--ah sebut saja Mawar. Aku mahasiswa semester lima, yang sekarang sedang multi tasking. Berlari menaiki tangga sambil membaca sms dari sahabatku tersayang, Bia. Kalau kurang multi taskingnya, bisa ditambahkan sambil ngedumel juga. Pertama, karena kampusku yang 'terkenal' tidak memiliki lift padahal jam pertama mata kuliahku ada di lantai tiga, dan yang kedua karena setiap lima menit sekali aku harus membaca sms dari Bia yang dengan baik hati memberi ku 'semangat'.
My ByBy
Kok belum nyampe juga sih lu?! Tiga menit lagi nih! Terus isi kuota gih! Sms-in lu melulu, pulsa gw jadi tiris nih!"Bawel!" Memasukan ponselku dan berbelok dengan terburu-buru, satu-satunya yang bisa kusyukuri saat ini adalah kelas yang ku tuju ada di ruangan pertama.
Aku mempercepat lariku, dan membuka pintu kelas mendahului seorang pria yang memegang buku pelajaran satu langkah sebelum pintu. Pria itu tampak kaget, namun sebelum keterkejutannya berubah menjadi amarah, aku menghadapnya memasang senyum canggung.
"Maaf pak, saya terburu-buru tadi, jadi ga lihat ada bapak." Mundur selangkah, aku memasuki kelas.
Pria di depanku, memandangku sejenak sebelum mengambil catatannya dan melihat nomor absensi. "Berapa NPM kamu?" Ujarnya datar, sedatar ekspresinya saat ini.
Aku menggigit bibirku, memandang ke belakang bahu, pada Bia yang duduk paling depan. Tapi gadis itu hanya membalas dengan tatapan prihatin. Bukan hanya Bia sebenarnya, tapi satu kelas! Yang mendadak begitu pendiam, padahal nyaris setengah dari mereka adalah tukang rumpi. Jadi sepertinya, tak ada yang bisa menolongku saat ini. Kecuali Tuhan, dan kemampuanku bernegosiasi.
"Tapi kan pak, saya masuk sebelum bapak, artinya saya tidak telat kan?" Kalau detak jantungku bisa dimanfaatkan saat ini, kurasa itu bisa menghaluskan bumbu kacang untuk rujak!
"NPM?" Tapi tentu saja manusia tanpa ekspresi satu itu tak bergeming.
Menghela nafas, aku putuskan untuk pasrah. Kata orang, que sera sera, apa yang terjadi terjadilah. Jadi nyesal juga tadi buru-buru, tahu gitu sekalian saja tidak masuk. "04316028"
"Roza Andria." Setelah memberi tanda di samping namaku, pria tanpa ekspresi itupun menutup bukunya. Kemudian, untuk pertama kalinya dia menatap mataku. "Seperti katamu, kamu tidak terlambat jadi kamu tidak akan dikurangi poin. Tapi nanti, harap temui saya di kantor. Sekarang cepat duduk." Kemudian, pria itu--yang tak lain adalah dosenku sendiri--masuk kedalam kelas.
Aku tidak tahu apakah ini keajaiban atau hanya keberuntungan semata, tapi kukira aku akan dieksekusi di tempat dan mati dengan tergantung di depan pintu selagi dia memberi materi kuliah pada teman-temanku yang pengecut. Tapi yang jelas, Tuhan tidak meninggalkanku. Seperti kata orang bijak lainnya, Tuhan bersama orang-orang yang terdzalimi.
"Roza Andria. Jika kamu tidak ingin mengikuti mata kuliah ini, silahkan keluar."
Tersentak dari lamunanku, aku baru sadar kalau sejak tadi hanya berdiri. Sementara dosen tanpa ekspresi ku--yang masih tanpa ekspresi--memandangku dari tempat duduknya, yang entah bagaimana terasa mengintimidasi. Jadi sebelum keberuntungan ku habis, aku bergegas mencari duduk, jauh di belakang kelas. Tak ingin menjadi pusat perhatian lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Innocent Heart (TAMAT)
RomanceHighest Rank #15 in ChickLit (25/06/2018) "Pasal satu, dosen selalu benar. Pasal dua, jika dosen salah, harap kembali ke pasal satu." Menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, adalah apa yang kupikir akan kujalani di semester lima ini. Siapa sangka k...