Aku menguap, mata kuliah pertamaku baru saja berakhir, tapi rasanya hari masih sangat panjang. Merebahkan kepalaku di atas meja yang menyatu dengan bangku khas meja anak kuliahan, mataku memandang lurus-lurus ke luar jendela. Di luar mendung sejak pagi, dan itu membuatku semakin tak bersemangat.
"Kok pagi-pagi udah ga semangat gitu sih, Neng."
Sekotak susu cokelat di letakan di atas meja, tepat di depan hidungku. Aku mengangkat kepala seketika, dan melihat Revan tersenyum. Duduk dengan posisi terbalik pada bangku di depanku.
"Sarapan dulu, lu kan biasa kalau udah kuliah pagi jarang sarapan." Ujarnya, mengedikkan kepalanya pada susu cokelat di mejaku.
Aku tersenyum lemah, dan mengambil susu itu. "Tau aja lu. Makasih ya, Van." Ujarku, dan meminumnya.
Dari belakang, Eva menghampiriku. Menyentuh rambutku, dan tahu-tahu sudah menyisirnya. "Tadi buru-buru ya, Mawar, sampai ga sempat ngerapiin rambutnya." Ujarnya, mulai mengepang rambutku yang sepanjang punggung itu. Eva sering kali melakukan ini, dan aku sering merasa terbantu karenanya.
"Habis bergadang, Ra?" Tanya Bia di sebelahku, yang tengah merapikan buku-bukunya dan memasukannya ke dalam tas.
"Enggak juga. Cuma kurang piknik aja." Ujarku, menggoyang-goyangkan kotak susu yang isinya sudah habis. Rasanya kayak baru seteguk ku minum.
Revan meraih kotak susu itu dari tanganku, dan mencengkramnya. Kemudian dengan gerakan pamer, dia melemparnya ke dalam tong sampah di depan ruang kelas. Aku tidak terkejut ketika itu masuk, tapi lagak Revan udah kayak memenangkan kejuaran aja.
"Gimana kalau kita ke Mall pulangnya? Sekalian gue juga mau cari lipstik." Usul Bia, berdiri dan menyandang tasnya.
Aku mendongak menatapnya. "Bukannya kemarin lu bilang mau nyari lipstik?" Tanyaku heran.
"Ga jadi, males ah pergi sendiri."
"Hari ini gue ga bisa, ada rapat." Ujar Revan, yang ikut-ikutan Bia berdiri di depanku. Dengan tubuh mereka yang tinggi-tinggi, aku merasa terkurung.
"Ok selesai!" Seru Eva di belakangku, dan berjalan kearah bangkunya untuk merapikan barang-barangnya.
Aku mengulurkan tangan ke belakang, dan memeriksa rambutku. Eva membuat sanggul dengan lilitan rambutku yang terkepang. Aku tersenyum membayangkannya, karena itu pasti cantik. Eva punya keajaiban di tangannya untuk mengatur rambut orang-orang. Kadang heran juga kenapa dia masuk fakultas ekonomi kalau kayaknya passion-nya lebih condong ke kecantikan.
"Lu juga rapat, Eve?" Tanya Bia memastikan. Meskipun rasa-rasanya kami sudah tahu jawabannya.
Eva menoleh pada Bia, dan mengangguk singkat. Bisa di tebak sih, kalau Revan rapat, pasti dia juga ikut rapat. Mereka kan sama-sama masuk himpunan, yang menurutku itu merepotkan.
"Ya udah kalau gitu kita kencan berdua aja, Ra. Lu harus bisa ya." Bia menegaskan. Dia memandangku dengan tatapan tak mau di bantah.
Mau tak mau, aku mengangguk. Padahal rasanya ingin cepat pulang dan tidur di rumah.
"Cewek-cewek, kalau kita ga pindah kelas sekarang, bakal terlambat masuk kelas Pak David." Ujar Revan, yang entah sejak kapan sudah berada di ambang pintu.
Aku menghela nafas, bangkit dari tempat dudukku dengan bantuan uluran tangan Bia, sepanjang jalan aku memeluk tangannya. Membiarkannya menuntunku ke kelas kami berikutnya. Benar-benar kehilangan semangat. Bia benar, tadi malam aku bergadang. Bukan karena ada hal yang menyibukkan ku sebelum tidur, tapi aku tidak bisa tidur karena sibuk memikirkan hal-hal yang tak penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Innocent Heart (TAMAT)
RomanceHighest Rank #15 in ChickLit (25/06/2018) "Pasal satu, dosen selalu benar. Pasal dua, jika dosen salah, harap kembali ke pasal satu." Menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, adalah apa yang kupikir akan kujalani di semester lima ini. Siapa sangka k...